RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan disahkan pada tahun 2026 mendatang mendapat tentangan dari sejumlah akademisi. Mereka menilai ada poin yang bertentangan dengan penegakan hukum di Indonesia.
Hal ini mengemuka dalam diskusi bertajuk ‘Dominus Litis RUU KUHAP : Potensi Konflik Kewenangan Lembaga Penegak Hukum’ di Universitas Wanita Internasional, di Bandung, Rabu (5/3).
Musa Darwin Pane Praktisi Hukum Universitas Komputer (Unikom) sekaligus Ketua The Indonesia President Institute, mengataksan prinsip Dominus Litis yang diterapkan pada salah satu alenia di RKUHP sangat bertentangan dengan penegakan hukum Indonesia yang berazaskan Pancasila.
Jika prinsip tersebut dipaksakan, tidak menutup kemungkinan aparatur penegakan hukum (APH) di Indonesia akan saling sikut dalam hal kewenangan. Diferensiasi fungsional APH yang saat ini sudah diterapkan dan dijalankan, membuat APH telah menjalankan salah satu fungsi penegakan hukum antar lembaga yakni cek and balance.
“Saya jelas menolak prinsip itu, saat ini semua peranan APH ini dilakukan secara berimbang, tidak ada koordinasi vertikal, tidak ada, di antara APH ini sama-sama Horizontal. Jadi harus saling berkolaborasi. Cukuplah dengan azas Pancasila itu sebagai filosofi bangsa Indonesia,” jelas dia.
“Tentu diferensiasi fungsional sudah cocok dengan Indonesia, bahwa setiap APH sesuai dengan konstitusi dan UUD nya dilakukan lah sesuai dengan aturan itu, dan tidak saling merebut perkara,” dia melanjutkan.
Menurut dia, prinsip Dominus Litis baik diterapkan dalam hukum perdata. Alasannya, sekalipun hakim telah memutuskan satu perkara, maka pihak-pihak yang lain bisa mengesampingkan putusan tersbut untuk menempuh jalur damai. Sedangkan dalam hukum pidana akan sangat bertetangan dengan azas Pancasila.
“Dominus Litis itu juga kan tadi disebutkan Tuan, “Siapa yang punya tuan dalam perkara ini..” jadi jangan disamakan dengan perkara perdata. Tapi untuk perkara Pidana gak bisa. Berbeda. Karena hukum pidana kita berdasarkan pancasila dan KUHP kita juga sudah menyesuaikan pada filosofi pancasila, Tentu Dominus Litis itu tidak berkesinambungan dengan Pancasila, jadi gak perlu ditetapkan di UUD baru kita,” jelasnya.
Tak hanya di kalangan akdemisi dan mahasiswa saja, pihaknya juga meminta agar masyarakat awam memahami bagaimana prinsip Dominus Litis tersebut memiliki dampak yang besar bagi masa depan tatanan hukum Indonesia.
Ia menyebut, Dominus Litis ini sebuah kewenangan yang berlebihan, tentu akan berdampak sangat bahaya kalau ada satu lembaga saja yang super power, karena bisa menangkap, bisa menahan tanpa ada prinsip check and balances antar aparat penegak hukum.
“Kalau satu lembaga bisa menguasai sistem penegakan hukum, nanti orang bisa ditangkap begitu saja, Dia juga yang menilai mengenai penangkapannya. Tentu masyarakat akan kesulitan mengadu ke pihak mana,” terang dia.
Saat ini, prinsip Dominus Litis, kata dia, diterapkan di lembaga anti rasuah atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kendati KPK merupakan lembaga adhoc, namun lembaga itu, lanjut dia menerapkan prinsip Dominus Litis.
Pada praktiknya, beberapa lembaga hukum lainnya kesulitan untuk mengkoreksi KPK. Adapun, celah mengkoreksi hanya pada proses pra-peradilan.
“KPK salah satu lembaga adchoc, menurut saya lembaga itu menerapkan prinsip Dominus Litis, untuk penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, diambil alih semua, sekarang untuk mengkoreksi KPK dimana? sangat sedikit sekali peluangnya, adapun mungkin di pra-peradilan, tapi sekarang coba kita di selidiki oleh KPK, dari penyidikan naik ke penyelidikan, penyelidikan naik ke penuntutan orangnya itu-itu saja. Ya gimana ada cek and balance nya?,” tutur dia.
“Kalau disahkan, wah saya rasa berat, nanti akan ada yang banyak menguji di MK, meskipun saat ini ada lembaga penegak hukum yang kurang, tapi bukan soal itu, justru lembaganya harus kita perbaiki, dan ingat cek and balance sudah sesuai Pancasila dan sampai kapan pun itu kita pertahankan,” beber dia.
Hal serupa disampaikan Diah Pudjiastuti Ketua Prodi Peradilan Pidana Universitas Wanita Internasional. Dia menyebut sistem hukum Indonesia memang berdasarkan Pancasila. Penguatan sebuah lembaga penegak hukum, mesti diatur secara profesional.
“Artinya harus sejajar, jadi tidak ada sub-koordinasi sehingga berjalan itu yang namanya cek and balance dalam upaya mewujudkan penegakan hukum,” ujar Diah.
Diah mengatakan, hasil diskusi penolakan prinsip Dominus Litis tidak hanya berakhir di forum intelektual seperti diskusi saja. Dia berjanji akan menyampaikan hasil diskusi ke DPR-RI.
“Nanti mungkin hasil diskusi hari ini bukan gerakan terkahir tapi akan ada upaya sebagai bentuk partisipasi di masyarakat sipil atau di kalangan akademik dalam upaya mewujudkan penegakkan hukum yang berkeadilan. Akan disampaikan masukan ke DPR-RI,” tutupnya. (dbs)