RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Suasana di Graha Sanusi Hardjadinata, Universitas Padjadjaran Dipatiukur dipenuhi semangat dan keprihatinan yang mendalam dalam acara Membara (Menjalin Esensi Mimbar Bandung Raya). Hadir sebagai saksi langsung merasakan antusiasme para peserta yang berkumpul untuk mendiskusikan fenomena Indonesia Gelap isu yang menyoroti tantangan demokrasi, pembatasan ruang publik, serta melemahnya kebebasan berekspresi dan hak-hak masyarakat sipil. Acara yang berlangsung Jumat, (7/3/2025) dari pukul 13.30 hingga 18.30 WIB ini diwarnai dengan paparan intens dari para narasumber ternama.
Pengamat Ekonomi, Yanuar Rizky menyampaikan krisis transparansi dalam pengelolaan ekonomi nasional telah menciptakan ketidakpercayaan publik. Partisipasi aktif masyarakat sipil dalam mengawasi kebijakan adalah keharusan untuk menghindari korupsi dan kolusi.
Selanjutnya, Ahli Hukum Tata Negara UNAND, Feri Amsari mengemukakan kekhawatirannya, pembatasan ruang publik melalui regulasi yang ada saat ini secara signifikan mengikis peran masyarakat dalam proses demokrasi. Penegakan hukum yang adil dan transparan merupakan fondasi untuk membangun negara demokratis yang sehat.
Selain itu dalam sesi yang mengupas upaya pemberantasan korupsi, Mantan Ketua KPK RI Periode 2011-2015, Abraham Samad berbagi pengalaman, korupsi merupakan musuh bersama yang harus diberantas. Saya mengajak generasi muda untuk menjadi garda terdepan dalam gerakan anti-korupsi, demi Indonesia yang lebih bersih dan berintegritas.
Guru Besar Hukum Tata Negara FH UNPAD, Susi Dwi Harijanti menambahkan dunia akademik saat ini terancam oleh intervensi kekuasaan yang menghambat kebebasan intelektual. Kita harus kembali mengedepankan riset dan pemikiran kritis sebagai senjata utama mencari solusi atas permasalahan bangsa.
Tak ketinggalan, Budayawan dan Sutradara Indonesia, Erros Djarot menegaskan seni dan budaya memiliki peran strategis dalam menyuarakan perlawanan terhadap ketidakadilan. Melalui karya, kita bisa menginspirasi perubahan dan membangkitkan semangat perlawanan.
Baca juga: Jadi Guru Besar Unpad, Ceppy Nasahi Orasi ‘Optimalisasi Pascapanen’
Pengamat Telematika, Roy Suryo mengakhiri rangkaian paparan dengan menyoroti aspek digital di era disinformasi ini, literasi digital menjadi kunci. Kebebasan berekspresi harus diimbangi dengan kemampuan kritis dalam menyeleksi informasi.
Acara Membara juga diramaikan dengan pertunjukan teater oleh Society Fisip Unpad yang menggugah emosi dan menyuarakan harapan akan perubahan positif. Momen kebersamaan semakin terasa saat peserta menikmati buka puasa bersama, dengan takjil dan makan gratis untuk 200 peserta pertama sebuah simbol solidaritas di tengah tantangan zaman.
Sebagai penutup, para penyelenggara berharap diskusi mendalam dan pertukaran ide yang terjadi di Membara akan memicu gerakan nyata menuju Indonesia yang lebih demokratis, adil, dan transparan, seperti yang pernah diungkapkan Pramoedya Ananta Toer, individu-individu kuat sepatutnya bergabung, mengangkat sebangsanya yang lemah, memberinya lampu pada kegelapan dan memberi mata yang buta.(dsn)