RADARBANDUNG.ID-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) Indonesia tetap terjaga meski di tengah meningkatnya dinamika perekonomian global.
Perekonomian global cenderung divergent seiring rilis data perekonomian AS yang di bawah ekspektasi, sementara untuk Eropa dan Tiongkok di atas ekspektasi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyebutkan, vilatilitas pasar tetap tinggi seiring ketidakpastian kebijakan ekonomi serta risiko geopolitik yang cenderung meningkat.
“Proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 direvisi ke bawah oleh OECD, dengan PDB global diproyeksikan menjadi 3,1 persen pada 2025 dan 3 persen pada 2026, akibat meningkatnya hambatan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan.
OECD juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,9 persen di 2025, namun penurunan tersebut masih sejalan dengan peer countries,” uajr Mahendra pada Konferensi Pers terkait hasil rapat Dewan Komisioner bulanan Maret 2025, secara virtual, Jum’at (11/3/2025).
Mahendara mengatakan, pada triwulan IV PDB Amerika Serikat (AS) tercatat sebesar 2,4 persen qoq, namun pada triwulan I PDB AS diprediksi Fed GDPNow akan terkontraksi.
“Data aktivitas ekonomi cenderung melambat dengan tingkat pengangguran naik ke 4,2 persen. Di sisi lain, The Fed tetap mempertahankan tingkat suku bunganya dan akan memangkas Fed Fund Rate (FFR) hanya 1 hingga 2 kali di tahun 2025,” paparnya.
Sementara di Tiongkok, pemerintah meluncurkan stimulus untuk mendorong konsumsi. Seiring hal tersebut, sisi demand menunjukkan indikasi perbaikan permintaan seperti peningkatan pada penjualan ritel, penjualan kendaraan, dan harga rumah baru yang mulai meningkat meskipun masih berada di zona kontraksi.
Sedangkan di domestik, pada Maret 2025 inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) nasional terjaga sebesar 1,03 persen yoy. Inflasi inti di Februari cukup terkendali sebesar 2,48 persen yoy yang menunjukkan permintaan domestik masih cukup baik, namun perlu dicermati beberapa indikator permintaan yang termoderasi.
“Kinerja perekonomian nasional masih solid sejalan dengan hasil tinjauan berkala Moody’s Investors Service (Moodys) yang menegaskan, bahwa peringkat kredit Indonesia di level Baa2 dengan outlook stabil,” tandasnya.
Saat ini, rating Indonesia dan posisi indikator kerentanan eksternal yang biasa digunakan menilai daya tahan perekonomian dan pasar keuangan relatif baik dibandingkan peer countries, tercermin baik dari sisi defisit fiskal (Indonesia: 2,29 persen, Turki: 5,21persen*, India 7,8 persen*), external debt to GDP (Indonesia: 30,42 persen, Turki: 43,9 persen, India 19,3 persen) dan current account balance to GDP (Indonesia: -0,63 persen, Turki: -2,2 persen*, India -1,1 persen*).
Perkembangan Pasar Modal, Derivatif Keuangan, dan Bursa Karbon (PMDK)
Di tengah sentimen terhadap kondisi perekonomian global, pasar saham domestik ditutup menguat sebesar 3,83 persen mtd pada 27 Maret 2025 ke level 6.510,62 (ytd: melemah 8,04 persen). Nilai kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp11.126 triliun atau naik 2,27 persen mtd (turun 9,80 persen ytd). Sementara itu, non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp8,02 triliun mtd (ytd: net sell sebesar Rp29,92 triliun).
Secara mtd, kinerja indeks sektoral terjadi penurunan di beberapa sektor dengan penurunan terbesar pada sektor healthcare dan consumer cyclicals. Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi harian pasar saham secara ytd tercatat Rp12,34 triliun, naik dibandingkan dengan rata-rata nilai transaksi harian pasar saham Februari 2025 sebesar Rp11,60 triliun.
Sebagai tambahan informasi, sejak pembukaan Pasar Saham pasca-libur Lebaran pada 8 April 2025, IHSG day-to-day mengalami penurunan sebesar 7,90 persen dari 6.510,62 ke level 5.996,14 dan sempat mengalami halting selama 30 menit pada pukul 09.00 hingga 09.30 WIB.
Namun demikian tekanan sedikit berkurang pada 9 April 2025 dengan day-to-day tercatat sebesar -0,47 persen atau di level 5.967,99 dan pada 10 April 2025, tercatat hasil positif dengan closing IHSG pada level 6.254,02 atau secara day-to-day naik sebesar 4,79 persen (ytd: turun 11.67%).
Di pasar obligasi selama Maret, indeks pasar obligasi ICBI melemah 0,17 persen mtd (naik 1,75 persen ytd) ke level 399,54, dengan yield SBN rata-rata naik 13,19 bps mtd (ytd turun 1,73 bps) per akhir Maret 2025 dan investor non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp1,72 triliun secara mtd (ytd: net buy Rp15,23 triliun). Untuk pasar obligasi korporasi, investor non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp0,43 triliun secara mtd (net sell Rp1,41 triliun ytd).
Di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) tercatat sebesar Rp811,97 triliun pada 27 Maret 2025 (naik 0,45 persen mtd atau turun 3,71 persen ytd), dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp493,91 triliun atau naik 0,75 persen mtd (ytd: turun 1,07 persen) dan tercatat net subscription sebesar Rp0,92 triliun secara mtd (ytd: net subscription Rp1,35 triliun).
Penghimpunan dana di pasar modal masih dalam tren yang positif, tercatat nilai Penawaran Umum mencapai Rp57,68 triliun dengan Rp3,24 triliun di antaranya merupakan fundraising dari 5 emiten baru. Sementara itu, masih terdapat 155 pipeline Penawaran Umum dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp72,54 triliun.
Untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF), sejak pemberlakuan ketentuan SCF hingga 26 Maret 2025, telah terdapat 18 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 785 penerbitan Efek dari 503 penerbit, 177.717 pemodal, dan total dana SCF yang dihimpun dan teradministrasi di KSEI sebesar Rp1,49 triliun.
Pada pasar derivatif keuangan, sejak 10 Januari hingga 31 Maret 2025, tercatat 31 pelaku dan 5 penyelenggara yang telah mendapatkan izin prinsip OJK. Total volume transaksi derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek sebesar 571.610 lot dan akumulasi nilai sebesar Rp710,63 triliun sejak tanggal 2 Januari 2025 hingga 31 Maret 2025.
Sedangkan perkembangan Bursa Karbon, sejak diluncurkan pada 26 September 2023 hingga 27 Maret 2025, tercatat 111 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume 1.598.693 tCO2e dan akumulasi nilai Rp77,91 miliar.
Dalam rangka penegakan ketentuan di bidang Pasar Modal, Derivatif Keuangan dan Bursa Karbon:
1. Pada Maret 2025, OJK telah mengenakan Sanksi Administratif berupa Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Efek Sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek kepada kepada dua Perusahaan Efek, yaitu PT Royal Investium Sekuritas dan PT Indo Mitra Sekuritas terkait pelanggaran POJK Nomor 20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek (PEE) dan Perantara Pedagang Efek (PPE) dan POJK Nomor 8/POJK.04/2022 tentang Pelaporan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai PEE dan PPE. Selain itu, OJK juga memberikan Sanksi Administratif berupa Denda sebesar Rp250.000.000,00 dan tiga Peringatan Tertulis kepada 3 (tiga) Perusahaan Layanan Urun Dana.
2. Selama 2025, OJK telah mengenakan Sanksi Administratif atas pemeriksaan kasus di Pasar Modal kepada tujuh pihak yang terdiri dari Sanksi Administratif berupa Denda sebesar Rp4.550.000.000 kepada empat pihak, Sanksi Administratif berupa Pencabutan Izin Perseorangan kepada satu Pihak dan Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Efek kepada dua Perusahaan dan peringatan tertulis kepada tiga pihak serta mengenakan Sanksi Administratif berupa Denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp9.248.360.000,00 kepada 143 pelaku jasa keuangan di Pasar Modal dan 39 Peringatan Tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan serta mengenakan Sanksi administratif berupa Denda sebesar Rp100.000.000 dan 24 Sanksi Administratif berupa Peringatan Tertulis atas Selain Keterlambatan Non Kasus.
Perkembangan Sektor Perbankan (PBKN)
Kinerja intermediasi perbankan relatif stabil dengan profil risiko yang terjaga. Pada Februari 2025, pertumbuhan kredit tetap melanjutkan double digit growth sebesar 10,30 persen yoy (Januari 2025: 10,27 persen) menjadi Rp7.825 triliun.
Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi sebesar 14,62 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi 10,31 persen, sedangkan Kredit Modal Kerja tumbuh 7,66 persen. Ditinjau dari kepemilikan, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 10,93 persen yoy. Berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 15,95 persen, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,51 persen.
Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 5,75 persen yoy (Januari 2025: 5,51 persen yoy) menjadi Rp8.926 triliun, dengan giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 6,09 persen, 7,21 persen, dan 4,25 persen yoy.
Likuiditas industri perbankan pada Februari 2025 tetap memadai, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing 116,76 persen (Januari 2025: 114,86 persen) dan 26,35 persen (Januari 2025: 26,03 persen), masih di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen. Adapun Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada di level 210,14 persen.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,22 persen (Januari 2025: 2,18 persen) dan NPL net 0,81 persen (Januari 2025: 0,79 persen). Loan at Risk (LaR) juga relatif stabil, tercatat 9,77 persen (Januari 2025: 9,72 persen).
Meskipun meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, namun rasio NPL gross dan LaR menurun dibandingkan posisi Februari 2024 yang masing-masing sebesar 2,35 persen dan 11,56 persen. Rasio LaR tersebut juga sudah di bawah level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93 persen pada Desember 2019.
Ketahanan perbankan juga tetap kuat tercermin dari permodalan (CAR) yang berada di level tinggi sebesar 26,98 persen (Januari 2025: 27,01 persen), menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat di tengah kondisi ketidakpastian global.
Untuk porsi kredit Buy Now Pay Later (BNPL) perbankan tercatat 0,25 persen, namun terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi secara tahunan. Per Februari 2025, baki debet kredit BNPL sebagaimana dilaporkan dalam SLIK, tumbuh 36,60 persen yoy (Januari 2025: 46,45 persen yoy) menjadi Rp21,98 triliun, dengan jumlah rekening mencapai 23,66 juta (Januari 2025: 24,44 juta). (nto)