RADARBANDUNG.ID, BANDUNG-Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung Wanadri kembali menggelar ekspedisi sebagai tradisi tahunan para anggotanya untuk melakukan penjelajahan ke berbagai penjuru tanah air demi misi pelestarian lingkungan serta ilmu pengetahuan.
Pada ekspedisi kali ini, ada sebanyak 50 peserta yang akan mengikuti rangkaian Ekspedisi Wanadri 2025.
Penglepasan tim Ekspedisi Wanadri 2025 diresmikan langsung oleh Walikota Bandung Muhammad Farhan di Pendopo Kota Bandung, Jalan Dalem Kaum, Sabtu (29/4/2025).
Menurut Ketua Ekspedisi Wanadri 2025 Yoppi Rikson Saragih pada pengembaraan kali ini peserta akan melakukan tiga moda ekspedisi, yaitu panjat tebing, ekspedisi sungai, dan penjelajahan laut menggunakan kayak. Masing-masing ekspedisi disiapkan dengan detail dan melibatkan kolaborasi antar disiplin ilmu dan komunitas.
Yoppi menjelaskan, ekspedisi panjat tebing mulai 20 April hingga 20 Mei di Tebing Kaku Mahu setinggi 700 meter. Sedangkan ekspedisi Sungai Kayan di Kalimantan Utara mulai Juni hingga Juli 2025.
Tim ekspedisi sungai akan memakai tiga jenis perahu: kayak kecil, perahu karet biasa, dan perahu karet lower.
Namun lanjut Yoppi, misi terbesar berlangsung di Pulau Buru, Maluku, yang akan dijelajahi dari September hingga Oktober. Di pulau bersejarah tersebut, tim kayak laut akan mengelilingi pulau sejauh 450 kilometer.
Selain itu, tim ekspedisi akan mendaki Gunung Kapalatmada dengan ketinggian 2.700 meter di atas permukaan laut, dan disebut sebagai puncak yang belum pernah didaki sebelumnya.
“Kami juga mengirim dua pendaki untuk mengikuti program pendakian gunung es, bagian dari proyek 14 puncak dunia dengan ketinggian di atas 14.000 mdpl. Ini merupakan kelanjutan dari kesuksesan program Seven Summit sebelumnya,” papar Yoppi kepada para awak media seusai acara pelepasan tim Ekspedisi Wanadri 2025 di Pendopo Kota Bandung, Sabtu (19/4/2025).
Tim Ekspedisi Pulau Buru, lanjut Yoppi bekerja sama dengan peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) dan komunitas pecinta alam Mahatva. Mereka akan melakukan penelitian terhadap tanaman lokal yang tahan terhadap perubahan iklim dan naiknya muka air laut.
“Selain penelitian, kami juga akan menanam mangrove dan melakukan konservasi terumbu karang. Sebelum penanaman, masyarakat dilatih menyelam, disertifikasi, dan ikut serta menanam karang bersama kami. Setelah kami kembali ke Jakarta, mereka yang akan merawat ekosistem itu,” ungkapnya.
Yoppi menekankan, aspek sosial juga menjadi perhatian utama. Tim ekspedisi akan mengidentifikasi daerah-daerah yang kekurangan air bersih dan membantu masyarakat memperoleh akses air layak demi mendukung upaya sanitasi dan penanggulangan stunting.
“Ini bukan sekadar pembinaan fisik atau pendakian semata, tapi upaya menghadirkan nilai tambah bagi masyarakat di setiap jalur ekspedisi yang kami lalui,” terangnya.
Salah satu anggota muda Wanadri, Nadia Gianifa tergabung dalam tim pendakian gunung di atas 8.000 meter mengaku sudah menyiapkan mental dan fisiknya secara matang.
“Kami akan mendaki ke 14 puncak gunung yang ketinggiannya di atas 8.000 meter, ini sepertinya tantangan terakhir bagi petualangan para pendaki gunung setelah Summits Expedition yang cuma tujuh puncak gunung di dunia,” ungkap Nadia.
Nadia sendiri dalam ekspedisi ini akan naik ke Gunung Cho Oyu di Tibet pada Maret – April 2026.
“Tapi persiapan sudah dimulai tahun ini, karena persiapan untuk mendaki gunung ketinggian di atas 8.000 meter cukup banyak dan kompleks tidak sesederhana pendakian di Indonesia. Persiapan mulai dari fisik, mental, peralatan dan dukungan teknis lainnya,” tutur Nadia.
Persiapan fisik lanjut Nadia, menjadi penting karena kondisi puncakngunung di tanah air yang beriklim tropis berbeda dengan puncak gunung di negara lain apalagi di atas ketinggian 8.000 meter dimana oksigen tidak sebanyak di daerah tropis.
“Jadi latihan fisik lebih diarahkan untuk mengatasi tipisnya oksigen selama pendakian tersebut,” pungkasnya.
Total peserta ekspedisi tahun ini mencapai 50 orang. Terdiri dari 9 peserta untuk panjat tebing, 15 untuk kayak laut, 15 peneliti, 2 pendaki gunung es, dan 15 peserta ekspedisi Sungai Kayan. (nto)