RADARBANDUNG.ID, JAKARTA–Badan Penyelenggara (BP) Haji mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur tawaran berhaji murah atau cepat tanpa antrean.

Ilustrasi.Jemaah calon haji mengikuti bimbingan massal di Pusdai, Kota Bandung, Rabu (9/4/2025). FOTO-FOTO: TAOFIK ACHMAD HIDAYAT/RADAR BANDUNG
Apalagi, Arab Saudi juga semakin meningkatkan pengetatan kebijakan terkait haji salah satu ibadah wajib umat Islam tersebut.
“Haji adalah ibadah suci, maka harus dijalani secara sah dan sesuai prosedur,” kata Wakil kepala BP Haji Dahnil Anzar Simanjuntak dalam pernyataan resminya yang diterima Jawa Pos, Minggu (20/4/2025).
Pernyataan Dahnil itu terkait penggagalan upaya 10 orang yang hendak berhaji lewat jalur nonprosedural alias tidak resmi oleh Polresta Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) dan Direktorat Imigrasi Kementerian Imigrasi.
Rombongan dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, itu hendak bertolak ke Arab Saudi melalui Malaysia menggunakan pesawat Malindo Air OD 315 pada Selasa (15/4) pukul 10.00.
Petugas kepolisian dan imigrasi awalnya sempat terkecoh lantaran mereka menggunakan atribut layaknya jamaah umrah.
Namun, mereka menyadari bahwa ibadah umrah tengah ditutup lantaran tengah dilakukan persiapan jelang penyelenggaraan ibadah haji.
Kecurigaan petugas imigrasi kian besar tatkala jenis visa yang digunakan oleh mereka mengarah pada upaya pemberangkatan secara ilegal.
Kapolresta Bandara Soetta Kombes Pol. Ronald Sipayung meyebut, para calon jemaah tengah menjalani pemeriksaan dan penyelidikan lebih lanjut untuk menelusuri pihak-pihak yang terlibat dalam upaya keberangkatan ilegal ini.
Mereka diketahui telah membayar sejumlah uang kepada pihak travel agar bisa berangkat haji tanpa antri.
Nilainya bervariasi antara Rp100-200 juta per orang.
Koordinasi dengan Saudi
Lebih lanjut Dahnil menambahkan, sejak dibentuknya BP Haji, pihaknya telah berkoordinasi erat dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi terkait penanganan persoalan jemaah haji ilegal. Khususnya, untuk penyelenggaraan haji 2026.
Hal ini ditanggapi positif oleh pihak Saudi.
Pada 2025 ini, Saudi pun telah mulai menerapkan berbagai kebijakan pengetatan.
Di antaranya, larangan kunjungan ke Kota Makkah dengan visa selain visa haji resmi, yang mulai berlaku pada 23 April 2025.
Imbauan agar WNI tidak berupaya pergi haji melalui jalur ilegal ini pun disampaikan KJRI Jeddah sejak awal April. KJRI juga menyampaikan jenis-jenis praktik haji berdasarkan visa yang diakui Saudi.
Pertama, haji reguler atau haji khusus.
Yakni, jenis haji yang dikelola pemerintah Indonesia berdasarkan kuota resmi yang diberikan pemerintah Saudi.
Kedua, Haji Mujamalah alias haji undangan khusus dari Saudi kepada individu-individu tertentu dan seluruh biaya ditanggung Saudi.
Ketiga, haji furoda, yang merupakan undangan pemberian visa dari Saudi.
Visa ini baru dapat diterbitkan setelah yang bersangkutan membeli paket haji melalui aplikasi Nusuk.
Keempat, Haji Dakhili. Ini adalah fasilitas haji yang diberikan kepada penduduk dalam negeri Arab Saudi, baik warga negara asli Arab Saudi ataupun warga negara asing di sana.
Diakui Konjen RI di Jeddah Yusron Bahauddin Ambary, saat ini, marak terjadi praktik jual-beli paket haji dakhili tersebut kepada WNI dari luar Saudi.
Praktik tersebut dilakukan dengan cara WNI datang ke Arab Saudi beberapa bulan sebelum musim haji dan kemudian WNI tersebut diberikan visa kerja.
Setelahnya, WNI tersebut kembali ke Indonesia dan membeli paket haji melalui aplikasi Nusuk.
Kelima, haji menggunakan visa pekerja musiman.
Dalam setiap penyelenggaraan ibadah haji, kata dia, Saudi mengundang para pekerja dari berbagai negara menjadi pekerja musiman membantu pelaksanaan ibadah haji.
Sayangnya, beberapa pihak menyalahgunakan visa tersebut dan menawarkan paket haji dengan visa kerja musiman.
“Paket haji ini tidak sah menurut hukum dan aturan pemerintah Saudi,” kata Yusron. (mia/ttg/jawa pos)