RADARBANDUNG.ID, JAKARTA – Kesetaraan PAUD Non-Formal dengan PAUD Formal menjadi isu utama yang terus diperjuangkan oleh HIMPAUDI (Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia).
Bagi organisasi profesi yang kini genap berusia 20 tahun, kesetaraan ini tak hanya menyangkut kompetensi dan kesejahteraan PTK PAUD, tetapi lebih jauh dari itu, adalah hak anak usia dini yang harus mendapat pelayanan pendidikan yang sama dengan anak lainnya yang mengenyam pendidikan di PAUD Formal, baik menyangkut substansi pengajaran maupun sarana dan peralatan belajar dan mengajar.
Advokasi terkait kesetaraan ini mendapat momentum yang tepat seiring dengan revisi UU Sistem Pendidikan Nasional yang kini sedang dibahas Pemerintah.
Dalam konteks ini pula, untuk menyampaikan aspirasinya, Pengurus HIMPAUDI, yang terdiri dari unsur Pengurus Pusat dan Pengurus Wilayah Jawa Barat serta beberapa Pengurus Daerah beraudiensi dengan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Atip Latifulhayat pada Rabu, 23 April 2025 di Kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
Pengurus HIMPAUDI yang turut beraudiensi adalah Bunda Betti Nuraini (PP HIMPAUDI), Bunda Widiasih Yogasara, Yanda Ade Mulyana, Bunda Dewi Agustiana, Bunda Tati Hernayati (PW Jawa Barat), Bunda Siti Nurjanah (PD Kabupaten Bandung), Bunda Lilis Suryani (PD Kabupaten Bekasi), Bunda Dewi Ratnengsih (PD Kabupaten Purwakarta), Diana Earlyana Lesmana (PD Kota Bekasi), dan Bunda Suryati (PD Kota Depok). Sesuai arahan dari staf Wamendikdasmen, seluruh pengurus HIMPAUDI sudah tiba di Gedung A Kemendikdasmen 30 menit sebelum audiensi dimulai.
Didampingi oleh Direktur Pendidikan Anak Usia Dini Kemendikdasmen Dr. Nia Nurhasanah, M.Pd. dan beberapa staf, pukul 16.10 Wamendikdasmen Prof. Atip memasuki ruangan dan langsung bersalaman dengan seluruh perwakilan HIMPAUDI yang beberapa menit sebelumnya sudah berada di ruangan. Setelah memberi pengantar singkat, Prof Atip mempersilakan HIMPAUDI untuk menyampaikan aspirasinya yang diwakili oleh Bunda Betti Nuraini (Ketua Umum PP) dan Bunda Widiasih Yogasara (Ketua PW Jawa Barat).
Realitas PAUD Non-Formal
PAUD merupakan investasi terbaik dalam pembangunan SDM, namun demikian dukungan pendanaan yang diberikan oleh pemerintah masih sangat minim dan memerlukan perhatian jangka panjang. Alokasi yang dianggarkan untuk PAUD di Indonesia (terutama untuk operasional, sarana, serta bantuan) masih di bawah 10 persen.
“Padahal, siswa yang pernah menempuh pendidikan PAUD lebih banyak memenuhi batas kompetensi minimun literasi daripada yang tidak pernah menempuh PAUD,” tutur Bunda Betti.
Bunda Betti menyampaikan bahwa PAUD Non-Formal berpotensi memperluas akses layanan Pendidikan bagi anak usia dini, terutama di desa/kelurahan yang belum terlayani PAUD.
Jumlah desa/kelurahan tanpa PAUD Formal (TK/RA/BA) sebanyak 29.830, sedangkan jumlah desa/kelurahan tanpa PAUD (TK/RA/BA/Pos PAUD) sebanyak 12.563.
“Dengan memanfaatkan Pos PAUD, maka 17.267 desa/kelurahan yang sebelumnya tidak terdapat satuan TK/RA/BA dapat terlayani melalui Pos PAUD di desa/kelurahan,” tambah Bunda Betti.
Berdasarkan data Kemendikdasmen 2024, jumlah satuan PAUD (Formal dan Non-Formal) di Indonesia sebanyak 204.540.
Dari jumlah tersebut, PAUD Formal sebanyak 98.583 (48,20 persen) dan sisanya (51,80 persen) adalah PAUD Non-Formal.
Hal ini menunjukkan potensi besar pemanfaatan layanan PAUD Non-Formal untuk mengisi kesenjangan akses, khususnya di wilayah yang belum terjangkau PAUD Formal.
“Dengan memperkuat dan memperluas layanan PAUD Non-Formal, upaya pemenuhan wajib belajar 13 tahun dapat lebih merata,” tegas Ketua Umum PP HIMPAUDI yang terpilih pada Munas V ini penuh semangat.
Sementara itu, terkait dengan pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) PAUD Non-Formal, HIMPAUDI memiliki anggota berjumlah kurang lebih 400.000 orang. Kepengurusan dan keanggotaan sebanyak itu tersebar di 34 provinsi yang terdiri dari PW, PD, PC, dan PR hingga ke satuan pendidikan. Hingga kini, PTK PAUD (TPA, SPS, dan KB) belum mendapatkan pengakuan dari Pemerintah, terutama dari segi kesejahteraan.
“Dari 220.000 PTK, sebanyak 72 persen rerata memiliki pendapatan Rp. 250.000/bulan,” jelas penyandang Doktor Bidang Administrasi Pendidikan ini mengakhiri paparannya.
Sementara itu, Ketua PW HIMPAUDI Jawa Barat Bunda Widiasih Yogasara secara khusus memaparkan kondisi obyektif HIMPAUDI di Jawa Barat. Di provinsi ini terdapat 49.792 anggota HIMPAUDI dan sebanyak 82 persen berstatus anggota aktif yang tersebar di 27 PD Kab/Kota dan 627 PC Kecamatan. “Jawa Barat memiliki potensi besar PTK PAUD yang jumlahnya sebanyak 51.794 PTK. Dari seluruh anggota aktif, sebanyak 1 persen telah mengikuti latihan kepemimpinan dan 16 persen mengikuti orientasi kepemimpinan,” jelas Bunda Widi—sapaan akrabnya.
Mantan Wakil Ketua Bidang Organisasi PW HIMPAUDI Jawa Barat ini melanjutkan bahwa Pendidik PAUD Non-Formal anggota HIMPAUDI yang tercatat sebagai Pembimbing Praktik Tugas Mandiri (PPTM) sebanyak 247 orang dan Pengajar Pendalaman Materi (PPM) sebanyak 1.214 orang. Selain itu, sebanyak 25.943 orang mengikuti Diklat Dasar, 4.706 Diklat Lanjut, dan 439 Diklat Mahir. “Demi mutu pendidikan, Sarpras Satuan PAUD Jawa Barat perlu sokongan yang berkelanjutan,” tegasnya penuh harap.
Saat mendapat kesempatan berbicara, Wakil Ketua I PW HIMPAUDI Jawa Barat Ade Mulyana menguatkan paparan yang disampaikan kedua pembicara sebelumnya. Mengutip teori perkembangan anak Jean Piaget, Erik Erikson, Lev Vygotsky, aktivis PAUD sepanjang hayat ini menegaskan bahwa masa anak usia dini adalah periode golden age (periode emas) yang menentukan perkembangan anak selanjutnya. “Secara empiris dilihat dari neurosains bahwa perkembangan otak anak terjadi 80 persen di usia 0-8 tahun dan 50 persen terjadi di usia 0-4 tahun,” ujarnya.
Oleh sebab itu, bagi mantan Ketua PD HIMPAUDI Subang dua periode ini, merupakan kesalahan besar bagi negara kalau tidak memberikan layanan pembelajaran yang sama pada anak usia dini. Hal ini sama dengan mengabaikan masa depan bangsa. “Padahal, secara filosofis, PAUD memiliki dimensi holistik yang bertujuan mengembangkan seluruh aspek anak, baik kognitif, motorik, bahasa, sosial-emosional, dan moral secara seimbang,” tegasnya berapi-api.
Seandainya negara saat ini tidak mengambil sikap yang visioner dengan mengubah UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang UU Guru dan Dosen yang masih diskriminatif dan tidak memenuhi unsur keadilan bagi pendidik PAUD Non-Formal, bagi pejuang insentif untuk PTK PAUD ini sama dengan negara sedang tidak berkeadilan terhadap anak usia dini yang terlayani di PAUD Non-Formal.
“Mereka tidak mendapat pelayanan yang sama dengan anak-anak yang terlayani oleh PAUD Formal dimana mereka mendapat pengajaran dari pendidik yang sudah diakui guru oleh negara,” tambahnya.
Dengan demikian, persoalan revisi UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen agar menghilangkan frasa “PAUD Formal dan Non Formal”, bukan semata-mata untuk kepentingan segelintir orang yang mendidik di PAUD Non-Formal, tapi jauh dari semua itu adalah untuk memenuhi hak keadilan bagi seluruh anak usia dini di Indonesia dan untuk peradaban bangsa yang lebih maju dimasa depan. “Itulah yang disebut penyelenggaraan pendidikan secara demokratis berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa,” pungkasnya sambil mengelus jenggotnya yang kurang sistematis.
Berkonsekwensi Penganggaran
Menanggapi aspirasi tersebut, Wamendikdasmen menegaskan bahwa setiap perubahan atau penambahan Pasal dalam suatu UU itu melalui proses politik yang ruit dan memiliki konsekwensi yang tidak sederhana. Kalaupun diubah atau ditambah menjadi regulasi baru, apakah perubahan atau penambahan aturan itu bisa diwujudkan atau dilaksanakan atau tidak. “Buat apa sebuah usulan masuk dalam perundang-undangan apabila tidak bisa dilaksanakan,” tegasnya penuh tanda tanya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum PP Persis ini menyatakan bahwa bisa atau tidaknya sebuah aturan dilaksanakan, khususnya di bidang pendidikan itu memiliki irisan dengan kementerian lain terutama Kementerian Keuangan dan Kementerian PAN-RB. Kementerian Keuangan terkait ketersediaan anggaran, sementara Kementerian PAN-RB terkait pengorganisasian dan manajemen aparatur sipil negara.
“Setiap Pasal dalam sebuah UU yang memiliki konsekwensi terhadap anggaran akan dipertimbangkan apakah regulasi baru itu terdukung dengan anggaran atau tidak,” jelas guru besar Universitas Padjadjaran ini.
Dengan APBN yang masih terbatas, terutama yang dikelola oleh Kemendikdasmen, gagasan atau usulah untuk memformalkan semua satuan pendidikan anak usia dini memang tidak mudah dan memerlukan perjuangan ekstra, terutama menyangkut political will Pemerintah dan DPR.
“Jika APBN sudah sampai 4.000 triliun misalnya, mungkin bisa mengakomodasi aspirasi ini,” jelas penyuka film-film Bollywood setengah bercanda.
Pada bagian lain, penyandang gelar doctor dari Faculty of Law, Monash University, Melbourne, Australia ini berbagi cerita mengenai penting penguasaan Bahasa, terutama Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Penguasaan bahasa masyarakat Indonesia kalah sama India, Pakistan, dan Bangladesh.
“Orang India yang pintar berbahasa Inggris, bisa kerja di Timur Tengah atau di Eropa. Dengan modal Bahasa Inggris-nya itu, mereka bisa Bahasa Arab dan Bahasa Jerman. Sementara kita, ketika bekerja di luar negeri tidak jauh dari tiga pekerjaan. Kalau tidak menjadi sopir atau penjaga toko, ya jadi asisten rumah tangga,” jelasnya dengan logat Sunda yang khas.
Meskipun jalan untuk menformalkan satuan PAUD Non-Formal terjal dan penuh liku, namun Wamendikdaskan tetap menunjukkan komitmen untuk memperjuangkannya. Hal ini pula yang membuat peserta audiensi bersengamat dan akan terus beraudiensi dengan institusi yang akan terlibat dalam revisi UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen, terutama DPR-RI. Setelah sebelumnya beraudiensi dengan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera pada 19 Maret 2025 dan Fraksi Golkar pada 11 Februari 2025, HIMPAUDI berencana untuk beraudiensi dengan Fraksi PAN.
Selamat berjuang Yanda dan Bunda!
(Ian Suherlan, Penggembira Audiensi HIMPAUDI)
Live Update
- YAICI – HIMPAUDI Jalin Kerjasama Edukasi Gizi Melalui Literasi 4 tahun yang lalu
- Dana Desa dan Kesejahteraan PTK PAUD 4 minggu yang lalu