RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Bau menyengat dan pemandangan memilukan tumpukan sampah kini kian akrab di sudut-sudut Kota Bandung. Krisis lingkungan ini bukan lagi ancaman laten, tapi telah nyata menyeruak sebagai persoalan yang mendesak. Dalam kondisi darurat seperti ini, Pemerintah Kota Bandung tak punya banyak pilihan selain bergerak cepat dan tegas.
Menjawab situasi yang kian kritis, Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menyatakan program 40 Hari Aksi Tanggap Sampah. Dalam sesi wawancara bersama media, di kawasan Jalan Ahmad Yani, Jumat (2/5/2025), Farhan menegaskan langkah ini bukan sebatas proyek penanganan teknis semata, melainkan upaya penyelamatan menyeluruh terhadap masa depan kota.
“Kita tidak sedang menambal, kita menyelamatkan. Jika dalam 40 hari ini tidak ada perubahan signifikan, Kementerian Lingkungan Hidup bisa saja menutup titik-titik pengelolaan sampah kita,” ujar Farhan.
Farhan menjelaskan langkah awal yang diprioritaskan adalah pembangunan fasilitas pengolahan sampah organik di Pasar Gedebage. Pasar Gedebage akan dijadikan model pusat pengelolaan terpadu dengan sistem modern yang dirancang mampu menyerap limbah organik dari berbagai titik sekitarnya. Fasilitas ini bukan hanya proyek percontohan, tapi juga simbol komitmen terhadap transformasi sistemik.
Tak berhenti di Gedebage, Farhan juga menyoroti buruknya pengelolaan sampah di dua pasar tradisional lainnya, Pasar Pagarsih dan Pasar Ulekan. Pemerintah kota akan mengambil alih manajemen pengelolaan sampah di kedua lokasi tersebut. Langkah ini dinilai penting untuk menghentikan kebiasaan lama yang memperparah krisis.
“Kita ingin membangun model yang bisa direplikasi. Pasar-pasar ini tidak bisa lagi dibiarkan berjalan tanpa sistem yang tertib,” jelasnya.
Farhan mengungkapkan pendekatan keras juga ditunjukkan terhadap Pasar Caringin. Sebagai salah satu pasar terbesar di kota ini, Caringin akan dijadikan contoh disiplin baru. Pemerintah resmi melarang warga membuang sampah di sekitar area pasar, sebuah kebijakan yang dirancang untuk memaksa perubahan pola perilaku masyarakat.
Lebih jauh, Farhan menginstruksikan agar pengelola Pasar Caringin segera mandiri dalam mengelola limbahnya. Pemerintah kota akan fasilitasi investasi, bahkan mencarikan investor untuk penyediaan mesin pengolah sampah organik, namun partisipasi aktif dari pihak pengelola dianggap tidak bisa ditawar.
“Kita butuh komitmen nyata. Pemkot bisa bantu, tapi tanggung jawab tetap ada di tangan mereka,” tegasnya.
Farhan pun menjelaskan dalam skema jangka menengah, Pemkot Bandung juga tengah menyiapkan pembangunan fasilitas pengolahan sampah berbasis wilayah, mulai dari tingkat kelurahan hingga kecamatan. Model ini bertujuan agar pengelolaan tidak lagi terpusat, tetapi tersebar dan disesuaikan dengan karakteristik tiap wilayah.
“Kita membangun sistem baru yang tidak hanya kuat, tapi juga kolaboratif. Semua pihak, mulai dari warga hingga pelaku usaha, harus terlibat,” ungkap Farhan.
Farhan mengakui, saat ini Pemerintah Kota Bandung memfokuskan sumber dayanya pada dua agenda utama, mengamankan penyelenggaraan pertandingan Persib dan menanggulangi krisis sampah. Keduanya dianggap memiliki dampak besar terhadap citra dan kualitas hidup kota.
Farhan menambahkan dalam pelaksanaan program 40 hari, Pemkot Bandung menggandeng banyak pihak, termasuk unsur TNI, Polri, aparat kewilayahan, dan komunitas warga. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan, terlebih menghadapi ancaman sanksi dari pemerintah pusat yang kian membayangi.
“Program ini bukan seremoni. Ini peringatan! Jika kita gagal, dampaknya tidak bisa dibayangkan. Tapi jika berhasil, Bandung bisa menjadi teladan kota berkelanjutan di Indonesia,” pungkas Farhan.(dsn)