RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Siswa bermasalah di Jawa Barat menjalani program Pendidikan karakter. Kebijakan yang dijalankan bekerjasama dengan TNI digulirkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Para siswa tersebut dikirim ke barak militer.
Kebijakan ini memantik pro dan kontra. Bagi pihak yang mendukung berpendapat bahwa konsep ini bisa menjadi jalan agar kenakalan remaja bisa ditekan. Sedangkan bagi yang tidak mendukung, berpendapat edukasi untuk sipil bukan kewenangan TNI, terlebih soal aspek regulasi.
Di tengah pro kontra yang terjadi, nyatanya program ini sudah berjalan. Sejumlah daerah sudah memulainya, seperti di Purwakarta dan Kota Bandung.
Kantor Wilayah Kementerian HAM (Kanwil KemenHAM) Jawa Barat, Hasbullah mengatakan, program Pendidikan karakter yang memasukkan siswa bermasalah ke barak militer merupakan upaya mencari solusi terhadap permasalahan anak-anak remaja.
“Masalah kenakalan anak-anak ini sudah menahun bagi saya, karena dari Program yang ada dari pusat pun, tidak ada langkah konkret,” ujar Hasbullah, Senin (5/5).
Ia mengakui jika ditinjau dari aspek regulasi, kebijakan ini memang jadi perdebatan karena belum dilakukan kajian melibatkan orang-orang kompeten. Sebab, bicara tata kelola pemerintahan yang baik, maka perlu kajian, analisis kebijakan dan dampaknya.
Hal ini berkaitan pula dengan cara gubernur yang memiliki cara pandang lain dengan titik berat aksi, bukan diskusi atau seminar. Di sisi lain, saat ditanya mengenai potensi pelanggaran HAM, Hasbullah pun menyebut ada beberapa tinjauan.
“Artinya, orang kan banyak ketakutan bahwa ketika di militer melakukan salah, akan dipukul gitu-gitu ya, kan ada ketakutan-ketakutan seperti itu, tapi apa yang dipublikasi oleh beliau saya lihat di Youtube-nya, itu tidak terjadi,” ucap dia.
“Malah memang pendidikan karakter yang dia tanamkan, kemudian bagaimana menghadirkan orang tua bisa lihat bahwa dia yang menitipkan karena orang tua juga hari ini “sudah tidak mampu lagi” mendidik anak-anaknya,” ucapnya.
Selain itu, program ini pun ditujukan kepada siswa yang sudah mendapatkan persetujuan dari orang tuanya. Bukan sebuah paksaan kepada anak-anak yang bermasalah. Hasbullah pun berharap Pemprov Jabar dapat melibatkan Kanwil KemenHAM dalam berbagai kebijakan.
“Ya, saya pikir dari Kanwil KemenHAM tentu sangat mengapresiasi kalau bisa dilibatkan, karna kalau kita buka konten dari KDM, ya hari ini 90% itu bersentuhan dengan HAM ya, mulai dari lingkungan hidup, anak dan berbagai pelayanan yang ada,” katanya.
Jelaskan Esensi
Terpisah, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengklaim program pendidikan karakter mendapat sambutan positif dari masyarakat. Hal itu terlihat dari banyaknya permintaan orang tua yang ingin anaknya masuk barak militer.
Program ini berjalan di beberapa daerah. Terbaru, pelaksanaan pendidikan karakter di Dodik Bela Negara, Rindam III Siliwangi, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Senin (5/5).
Dedi menjelaskan, dalam setiap kebijakan ada pro dan kontra, ibarat pisau yang sedang diasah. Semua akan bermuara pada hasil. Program pengiriman anak bermasalah akan dibagi dalam beberapa gelombang selama setahun ke depan.
Sebaliknya, ia menantang pihak yang menolak kebijakannya tersebut untuk meninjau langsung ke barak agar mengetahui perubahan positif karakter anak bermasalah. Kebiasaan merokok sudah bisa diredam, lalu gaya hidup seperti jam tidur atau kedisiplinan bisa mulai berubah
” Jadi gak ada hal baru TNI memberikan pendidikan pada sipil, anak-anak sekolah. Bukan hal baru TNI latih baris-berbaris, TNI melatih paskibraka, TNI melatih pramuka, kan gak ada problem,” katanya.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman mengungkapkan, penggemblengan karakter anak gelombang pertama ini melibatkan 210 siswa SMA/SMK di wilayah Jabar. Siswa yang dibawa memiliki berbagai latar belakang masalah seperti kecanduan main game, terpapar narkoba, kecanduan miras, tawuran dan sebagainya.
Ratusan anak-anak ini bakal dididik sesuai standar Dodik Bela Negara selama 14 hari atau dua minggu setelah mendapat izin lisan dan tertulis dari orangtuanya. Dari beberapa orangtua yang ditemui, mereka menyampaikan rasa bangga dan mendukung program ini.
“Untuk gelombang pertama ini kami menyiapkan 350 kuota dan selama setahun kurang lebih 900 siswa. Sedangkan untuk anggarannya disiapkan Rp6 miliar backup langsung dari APBD Provinsi Jawa Barat,” tandasnya. (dbs)