RADARBANDUNG.ID, PANGANDARAN – Penanganan kasus dugaan perselingkuhan dua tenaga pendidik di SD Negeri 3 Sukanegara, Kabupaten Pangandaran, memicu kekecewaan dari pihak pelapor, DK, yang juga merupakan suami dari salah satu terduga pelaku. DK mengaku kecewa terhadap keputusan yang diambil oleh Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Pangandaran karena dinilai tidak transparan dan tidak sesuai prosedur kepegawaian.
Pihak pelapor, DK menjelaskan secara aturan, seharusnya keputusan sanksi tidak dikeluarkan oleh Disdikpora, melainkan oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM).
“Saat saya konfirmasi, Disdikpora malah mengarahkan ke Pak Sekretaris Dinas, karena katanya beliau yang tahu prosesnya dari awal sampai akhir. Tapi ketika saya tanya soal hasil keputusan, jawabannya hanya putusan ringan tanpa penjelasan rinci. Ini sangat janggal,” ujar DK saat ditemui, Sabtu (10/5/2025).
Menurut DK, sikap tertutup dari pihak Disdikpora justru memunculkan dugaan adanya intervensi atau upaya menutup-nutupi kebenaran. Ia pun mengaku semakin bingung ketika pihak BKPSDM yang ia hubungi mengaku tidak tahu-menahu soal keputusan tersebut.
“Saya malah kaget ketika pihak BKPSDM bilang mereka tidak mengeluarkan keputusan apa-apa. Padahal seharusnya mereka yang berwenang. Jadi saya bingung, ini pakai aturan yang mana? Apakah keputusan yang lebih ringan ini berarti unsur perselingkuhannya tidak terbukti? Padahal pengakuan sudah ada, bahkan sempat dibuat surat pernyataan,” jelas DK.

Surat Pernyataan pengakuan dari Kedua terduga pelaku. (Foto. Dok. Pelapor/For. Radar Bandung)
Lebih jauh, DK menyesalkan lemahnya ketegasan dari instansi pendidikan di Pangandaran yang dinilainya kerap membiarkan pelanggaran serupa terjadi.
“Ini bukan kasus pertama. Banyak orang juga melapor ke saya, kejadian seperti ini sering terjadi. Tapi selalu saja tidak ada tindakan tegas. Seolah sudah jadi pola. Mudah-mudahan kasus ini bisa jadi contoh agar tidak terulang,” tegasnya.
Kasus yang menyeret KH (oknum guru ASN laki-laki) dan DS (oknum guru PPPK perempuan sekaligus istri DK) ini mencuat ke publik setelah unggahan foto keduanya tersebar di media sosial.
DK mengaku sudah pernah memergoki istrinya berselingkuh, bahkan keduanya telah mengakui perbuatannya dalam mediasi dan membuat surat pernyataan. Namun hubungan gelap itu tetap berlanjut hingga mencuat kembali.
DK juga mengungkap adanya dugaan pelanggaran lain yang lebih serius, yakni terkait pencairan dana sertifikasi dan potensi penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Saya temukan DS masih tercatat di Dapodik dan menerima tunjangan sertifikasi, padahal sudah beberapa bulan tidak aktif mengajar. Ketika saya kroscek, katanya sudah diajukan pembekuan, tapi tidak ada bukti pembekuan atau pemberhentian dana ke rekening. Disdikpora juga tidak memberikan dokumen apapun,” ungkap DK.
Menurut DK, di zaman sekarang, kebenaran harus bisa dibuktikan dengan dokumen yang sah. DK menyayangkan sikap tertutup dari pihak Disdikpora yang tidak kooperatif dalam membuka data yang menjadi hak pelapor.
Kasus ini mendapat sorotan tajam dari masyarakat karena menyangkut integritas profesi guru yang seharusnya menjadi teladan, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
DK berharap kejadian ini menjadi titik balik perbaikan sistem pengawasan dan penegakan disiplin di lingkungan pendidikan Kabupaten Pangandaran.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Pangandaran, Agus Nurdin, menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti aduan sesuai mekanisme. Agus juga menegaskan tim penilai akan menentukan jenis sanksi sesuai aturan.
Namun DK menilai, tanpa kejelasan proses dan transparansi hasil, kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan bisa terganggu.
“Saya hanya ingin keadilan. Jangan sampai karena segelintir oknum, citra pendidikan di Pangandaran jadi rusak,” pungkas DK.(dsn)