RADARBANDUNG.ID, KAB BANDUNG – Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Bandung masih menjadi persoalan serius.
Berdasarkan data Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung, tercatat 132 kasus pada 2024.
Angka ini sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 137 kasus pada 2023 dan 156 kasus pada 2022.
Meski menunjukkan tren penurunan, angka tersebut tetap mengkhawatirkan. Psikolog Universitas Islam Bandung (Unisba), Ihsana Sabriani Borualogo menyatakan, kekerasan terhadap anak dan perempuan seringkali dipicu oleh kombinasi berbagai faktor, mulai dari sosial, ekonomi, hingga kondisi psikologis pelaku.
“Tidak ada justifikasi psikologis bagi orang tua atau pasangan untuk melakukan kekerasan. Tindakan tersebut menunjukkan adanya masalah mendalam dalam pengelolaan emosi,” ujar Ihsana, Selasa (13/5).
Ia menjelaskan ketidakmatangan emosional menjadi faktor utama dalam kasus kekerasan di ranah domestik. Tekanan finansial, konflik rumah tangga, dan kurangnya dukungan sosial turut memperburuk situasi.
“Ini bukan sekadar soal emosi yang meledak sesaat. Ada sistem sosial yang belum mampu mempersiapkan individu untuk menjalani peran sebagai orang tua atau pasangan dengan sehat secara mental,” katanya.
Menurut Ihsana, banyak individu menikah dan memiliki anak karena tekanan usia atau budaya, bukan karena kesiapan emosional. Hal ini meningkatkan risiko munculnya perilaku kekerasan dalam keluarga.
“Di masyarakat kita, kesiapan menikah masih diukur dari usia. Padahal, yang lebih penting adalah kedewasaan emosional agar tidak menjadikan pasangan atau anak sebagai pelampiasan masalah,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pola asuh dan relasi yang berbasis kekerasan fisik sebagai bentuk kegagalan dalam membangun komunikasi dan disiplin yang sehat. Pola ini berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang bagi korban, terutama anak-anak.
“Pendidikan dengan kekerasan fisik tidak pernah dianjurkan. Banyak penelitian menunjukkan dampak buruknya terhadap kesehatan mental dan tumbuh kembang anak,” tegasnya. (kus)