RADARBANDUNG.ID, JAKARTA – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi diminta untuk mengevaluasi dan mereformasi sistem pembiayaan pendidikan di wilayahnya.
Hal itu dilakukan untuk mengatasi permasalahan penahanan ijazah oleh pihak sekolah di Jawa Barat.
Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menuturkan, pembiayaan baik di sekolah negeri maupun swasta, seharusnya ditanggung oleh Pemerintah Pusat dan Daerah melalui implementasi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD.
Jika tidak, kasus penahanan ijazah ini akan terus bertambah dan terulang.
Pemprov Jawa Barat akan terus dicap sebagai Provinsi dengan jumlah anak tidak sekolah terbanyak di Indonesia.
JPPI menuntut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk segera melunasi seluruh biaya tebusan ijazah siswa di sekolah-sekolah swasta tanpa menunda-nunda lagi.
Kemudian, mengevaluasi dan mereformasi sistem pembiayaan pendidikan di Jawa Barat supaya berpihak pada anak dan berkeadilan.
“Menerapkan kebijakan sekolah tanpa dipungut biaya bagi semua anak di Jawa Barat, baik di sekolah negeri maupun swasta,” terangnya.
Ubaid menegaskan, warga Jawa Barat membutuhkan tindakan nyata dan kepemimpinan yang bertanggung jawab.
Jika Gubernur Dedi Mulyadi terus mengabaikan masalah ini, JPPI tidak akan tinggal diam.
“Masa depan generasi muda Jawa Barat tidak boleh dikorbankan demi kepentingan konten viral dan politik pencitraan,” ucapnya.
Ubaid juga menjelaskan penyebab masih banyaknya ijazah siswa yang di tahan pihak sekolah khususnya sekolah swasta.
Pihak sekolah masih melakukan penahanan karena uang tebusan yang dijanjikan Gubernur Dedi Mulyadi tak kunjung diberikan.
Dalam laporannya, para pimpinan pengelola lembaga pendidikan, baik sekolah, madrasah, maupun pondok pesantren, merasa dirugikan dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat itu.
“Meminta sekolah harus menyerahkan ijazah ke peserta didik. Sementara hingga kini, uang tebusan yang dijanjikan Gubernur belum juga diterima pihak sekolah. Karena itu, hingga kini, pihak sekolah swasta masih menahan ijazah peserta didik yang memiliki tunggakan biaya pendidikan,” ucapnya.
Ubaid menjelaskan, kewajiban pembiayaan pendidikan ini ada di tangan pemerintah. Sudah semestinya, Gubernur harus segera menunaikannya.
Berdasarkan catatan JPPI, daya tampung SMA negeri dan SMK negeri di Jabar hanya 36 persen dari total kebutuhan. Berati, mayoritas anak (64 persen) di Jawa Barat terpaksa masuk sekolah swasta.
“Kehadiran dan peran sekolah swasta ini sangat penting, karena layanan pendidikan yang disediakan pemprov Jabar sangat minim sekali dibanding dengan kebutuhan. Jadi, uang tebusan ijazah yang dijanjikan Gubernur harus segera ditunaikan supaya tidak ada pelanggaran hak anak atas pendidikan,” tegasnya. (jpc)