RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Cuaca ekstrem yang melanda Bandung dalam beberapa pekan terakhir menjadi alarm keras bagi warga dan pemerintah kota. Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menyebut perubahan iklim bukan lagi isu global semata, tetapi sudah terasa nyata dampaknya di tingkat lokal.
“Bandung saat ini berada dalam kondisi rawan. Hujan deras di kawasan Bandung Utara, dari barat sampai timur, bisa memicu banjir bandang yang menghantam pusat kota. Ini bukan teori, ini fakta yang sudah terjadi,” ujar Farhan usai Upacara Hari Kebangkitan Nasional ke-117 di Balai Kota Bandung, Selasa (20/5/2025).
Farhan menjelaskan daya dukung lingkungan di kawasan Bandung Raya saat ini sangat lemah. Permukaan tanah yang kehilangan daya serap alami, dipadukan dengan alih fungsi lahan yang tidak terkendali, menjadi kombinasi berbahaya. Ia menyebut, bencana ekologis kini semakin sulit diprediksi karena setiap hujan ekstrem berpotensi menimbulkan longsor dan kerusakan struktural bangunan.
“Salah satu akar masalahnya adalah bangunan-bangunan yang berdiri di bantaran bahkan di atas aliran sungai. Saat air meluap, tidak ada ruang untuk menyerap atau mengalir. Akhirnya banjir dan longsor,” tegasnya.
Farhan menyinggung kejadian rumah roboh baru-baru ini yang nyaris memakan korban jiwa. Rumah tersebut ternyata dihuni oleh seorang lansia berusia 74 tahun, namun kebetulan sedang kosong saat bencana terjadi. Menurut Farhan, jika warga tidak segera menyadari bahaya yang mengintai, peristiwa serupa bisa berubah menjadi tragedi besar kapan saja.
Farhan menekankan Pemerintah Kota Bandung tidak memiliki program penggusuran paksa terhadap warga bantaran sungai. Namun demikian, pendekatan persuasif dan edukatif terus digencarkan untuk membangun kesadaran relokasi mandiri. Farhan menyebut sebagai langkah moral dan tanggung jawab bersama dalam mitigasi risiko bencana.
“Kami tidak ingin menggusur siapa pun. Tapi kami juga tidak bisa tinggal diam melihat risiko sebesar ini. Keselamatan warga harus jadi prioritas. Relokasi sukarela adalah pilihan terbaik saat ini,” ungkap Farhan.
Farhan mengimbau agar masyarakat mulai menerapkan prinsip penataan yang benar, dengan memundurkan bangunan minimal dua meter dari badan sungai. Menurutnya, inilah bentuk kontribusi nyata dalam menjaga ekosistem dan keselamatan lingkungan urban.
“Kita harus belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya. Jangan tunggu korban baru jatuh. Kalau tidak sekarang kita benahi, Bandung bisa benar-benar tenggelam dalam bencana ekologis,” ujarnya.
Farhan juga menegaskan perubahan iklim adalah isu yang harus dihadapi dengan gotong royong, bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata. Ia mengajak semua elemen masyarakat untuk ikut serta dalam gerakan adaptasi dan mitigasi lingkungan, mulai dari hal sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan hingga berani mengambil keputusan pindah dari zona merah bencana.
“Kebangkitan nasional hari ini jangan hanya dimaknai dengan simbol-simbol seremonial. Kebangkitan sejati adalah saat kita bangun kesadaran kolektif untuk menyelamatkan diri, keluarga, dan kota dari ancaman nyata seperti ini,” pungkas Farhan.(dsn)