RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Di lingkungan masyarakat diakui Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi banyak anak yang tidak mendapatkan haknya.
“Pada saat ini, sudah saatnya kita tidak saling menyalahkan,” kata Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi saat upacara peringatan hari Kebangkitan Nasional, Selasa (20/5/2025).
“Untuk itu, saat ini tidak tidak ada salahnya kita mengambil tindakan berdasarkan perilaku kita masing-masing,” kata Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Perilaku ekonomi, kata Dedi Mulyadi, mengakibatkan anak-anak kehilangan ibunya karena pergi ke luar negeri.
Perilaku ekonomi, sambung Dedi Mulyadi, mengakibatkan anak-anak tidak pernah bertemu dengan ibu dan bapaknya karena keduanya mencari rezeki.
“Mereka ada di pojok-pojok rumah bersama kakeknya,” jelas Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi menceritakan, pengalamannya yakni ada seorang kakek yang melarang cucunya main game online dan pakai motor jam 11.00 siang, namun sang cucu nekat melukai kakeknya.
“Kerangka pijak seperti ini harus dibangbangkitkan oleh kita. Semangat militer, bukan militarisasi,” tegas Dedi Mulyadi.
“Kalau anak-anak dibangunkan jam 04.00 subuh, di mana letak salahnya? dan di mana letak pelanggarannya?,” kata Dedi Mulyadi.
“Kalau anak-anak dibangunkan kemudian disuruh membereskan tempat tidur, apa salahnya dan apa pelanggaran hak anaknya?,” tanya Dedi Mulyadi.
“Kalau anak-anak disuruh salat subuh, apa pelanggaran haknya?,” sambung Dedi Mulyadi.
“Kalau anak-anak mengikuti kuliah subuh, apa pelanggaran anaknya?,” tutur Dedi Mulyadi.
“Kalau anak-anak disuruh ngantri kemudian makan pagi, sarapan pagi dengan telur, dengan nasi, pisang dan minum susu, di mana letak salahnya?,” papar Dedi Milyadi.
“Kalau anak-anak kemudian disuruh belajar dan saat belajar duduknya bersikap memandang ke arah gurunya, memandang mata gurunya agar terjadi transformasi energi antara guru dengan muridnya yang hari ini dihilangkan dengan digitalisasi, menghilangkan roh spiritual konsepsi pendidikan kita diganti dengan konsep pendidikan digital yang tidak lagi melahirkan hubungan emosional guru dan murid. Akhirnya, murid-murid tidak menghormati guru-gurunya karena guru lupa mengekspresikan nilai-nilai spiritual dalam dirinya pada murid dalam ruangan yang hening diganti dengan papan belajar digital. Di mana letak salahnya?,” jelas Dedi Mulyadi.
“Kalau anak-anak itu diajarkan makan siang, makan siangnya tertib, berantri, berdoa sebelum makan, di mana letak salahnya?,” imbuh Dedi Mulyadi.
“Kalau anak-anaknya sore hari diajarkan bola voli, sepak bola, latihan baris berbaris, di mana letak salahnya?,” tutur Dedi Mulyadi.
“Kalau sore hari anak-anak disuruh masuk ke masjid mengikuti pengajian, di mana letak salahnya?,” kata Dedi Mulyadi.
“Kalau setelah itu, mereka makan malam dan makan malam ditandai dengan berdoa, di mana letak salahnya?,” papar Dedi Mulyadi.
“Kalau mereka jam 09.00 malam disuruh masuk barak, disuruh masuk ruang tidur dan disuruh tidur, di mana letak salahnya?,” tanya Dedi Mulyadi.
Justru, kata Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, hak-hak anak terdapat di barak pendidikan TNI dan hak itu tidak didapatkan di rumah-rumah. (rbg)