News

Warga Diminta Pindah Sukarela, Pemkot Bandung Tak Segan Bongkar Bangunan di Pinggir Sungai

Radar Bandung - 21/05/2025, 18:31 WIB
Diwan Sapta
Diwan Sapta
Tim Redaksi
Warga Diminta Pindah Sukarela, Pemkot Bandung Tak Segan Bongkar Bangunan di Pinggir Sungai
Rumah roboh baru-baru ini yang nyaris memakan korban jiwa. Rumah tersebut ternyata dihuni oleh seorang lansia berusia 74 tahun, namun kebetulan sedang kosong saat bencana terjadi. (Foto. Pemkot Bandung/For. Radar Bandung)

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Pemerintah Kota Bandung memulai langkah berani yang selama ini hanya jadi wacana, menertibkan bangunan liar yang berdiri di sepanjang sempadan sungai. Tak tanggung-tanggung, Pemkot menegaskan setiap bangunan yang menyalahi aturan, terutama yang berdiri di atas jalur air, akan dibongkar tanpa kompromi. Langkah ini tak hanya soal estetika kota, tapi soal nyawa dan masa depan.

“Ini bukan sekadar program penataan kota, ini penyelamatan,” tegas Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, saat ditemui Rabu (21/5/2025).

Menurutnya, langkah penertiban adalah bagian dari strategi besar Pemerintah Kota untuk mengantisipasi bencana ekologis seperti banjir dan longsor yang kerap melanda Bandung. Langkah awal sudah dimulai di kawasan Gumuruh. Sepanjang jalur air, termasuk saluran terbuka seperti branghank, mulai dibersihkan dari bangunan dan tumpukan sampah.

Erwin menyebut ini sebagai fase awal dari kampanye jangka panjang untuk mengembalikan fungsi sungai sebagaimana mestinya, sebagai pengatur sistem drainase alami kota.

“Kami mengajak warga untuk tidak hanya patuh, tapi juga ikut menjaga. Jangan lagi menganggap sungai sebagai tempat buang limbah atau lahan cadangan untuk bangun rumah,” ujarnya.

Erwin menegaskan membangun di sempadan sungai bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan moral terhadap sesama warga.

Menurutnya, banyak kawasan di Bandung yang rawan banjir justru karena aliran sungai menyempit. Hal ini disebabkan oleh pembangunan ilegal yang memanfaatkan bantaran sungai sebagai lahan pemukiman. Akibatnya, air tak lagi punya ruang untuk mengalir, dan ketika hujan turun deras, genangan pun tak bisa dihindari.

“Kita ini hidup berdampingan. Tapi saat seseorang membangun di atas solokan, itu artinya dia sedang menutup akses air bagi orang lain. Itu bukan cuma egois, tapi juga bentuk kedzaliman sosial,” ungkap Erwin.

Ia mengingatkan menjaga lingkungan adalah kewajiban moral, bukan sekadar pilihan. Salah satu kasus terbaru terjadi di kawasan Sukajadi. Sebuah rumah roboh akibat gerusan air sungai yang tak lagi punya ruang untuk mengalir. Rumah itu menimpa kandang ternak, dan meski tak ada korban jiwa, kejadian itu jadi peringatan keras bagi warga Bandung.

“Bayangkan kalau pemilik rumah sedang ada di dalam. Bisa jadi bencana. Ini seperti bom waktu,” tegas Erwin.

Erwin menyadari tidak semua proses akan berjalan mulus. Keterbatasan anggaran dan tenaga menjadi kendala nyata. Karena itu, penertiban akan dilakukan secara bertahap. Namun, ia berharap masyarakat tidak menunggu sampai ada tindakan paksa.

“Lebih baik pindah secara sukarela sebelum dibongkar. Kami siap bantu semampunya, tapi keselamatan warga tetap yang utama,” ujarnya.

Ia juga membuka ruang komunikasi bagi warga yang terdampak untuk mencari solusi bersama. Erwin menekankan upaya ini bukan hanya tentang beton, peta, atau rencana pembangunan.

“Ini soal keberlanjutan, soal moralitas, dan soal warisan. Sungai yang bersih, bebas dari bangunan liar, adalah warisan terbaik yang bisa kita tinggalkan untuk generasi anak cucu kita,” pungkas Erwin.(dsn)


Terkait Kota Bandung
location_on Mendapatkan lokasi...
RadarBandung AI Radar Bandung Jelajahi fitur berita terbaru dengan AI
👋 Cobalah demo eksperimental yang menampilkan fitur AI terkini dari Radar Bandung.