News

Geger Fantasi Sedarah, Ketika Moral Bangsa Dirusak Satu Klik di Ujung Jari

Radar Bandung - 24/05/2025, 08:06 WIB
Diwan Sapta
Diwan Sapta
Tim Redaksi
Geger Fantasi Sedarah, Ketika Moral Bangsa Dirusak Satu Klik di Ujung Jari
Ilustrasi (Tangkapan Layar)

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Dunia digital kembali menyimpan bara dalam sekam. Satu klik di ponsel bisa membuka gerbang menuju sisi tergelap dari peradaban virtual. Belum usai publik diguncang oleh konten kekerasan dan perundungan daring, kini muncul ancaman yang lebih mengerikan, normalisasi hubungan inses di dunia maya. Dalam kemasan narasi menggoda dan tanpa sensor, komunitas penyimpang mulai menebar racun moral secara terbuka. Salah satu yang bikin geger, grup Facebook bernama Fantasi Sedarah, yang sejak 2024 tumbuh senyap dan kini sudah mengumpulkan lebih dari 32 ribu anggota aktif.

Tak sekadar diskusi, grup ini menyuguhkan narasi erotis, obrolan bebas tanpa batas usia, hingga video yang mempertontonkan inses secara terang-terangan. Tak ada algoritma yang membatasi, tak ada sensor yang menyaring. Dunia digital seolah memberi karpet merah bagi penyimpangan yang selama ini dianggap tabu, menjadikannya tontonan publik yang bisa diakses siapa pun, bahkan anak-anak.

Pekan ini, badai pun datang. Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri akhirnya membongkar jaringan tersebut. Enam orang ditangkap, termasuk sosok di balik layar, MR (20), pemuda pendiam asal Babakan Ciparay, Kota Bandung. MR diduga menjadi motor penggerak komunitas menyimpang ini. Ia diamankan pada Senin malam (19/5/2025), dan penangkapannya sontak menggemparkan lingkungan sekitar yang selama ini menganggapnya tak bermasalah.

“Kami benar-benar kaget. Tidak ada gelagat mencurigakan. MR dikenal sebagai anak rumahan, tertutup, tapi tidak pernah bikin ulah,” ujar Ketua RW 03 setempat, Yogi Sulistio.

Tak ada yang menyangka, pemuda yang selama ini nyaris tak terdengar itu ternyata menyimpan hasrat kelam yang kemudian disalurkan melalui dunia digital.

Dari hasil penyidikan, motif utama MR adalah memuaskan fantasi seksualnya sendiri. Tapi dari sebuah kepuasan pribadi, lahirlah wabah yang menyebar cepat, sulit dilacak, dan tak tersentuh aturan platform. Ini bukan sekadar kasus pidana, tapi krisis sosial yang menanti ledakan.

Psikolog, Mahadi Fitrah Habibullah menilai fenomena ini sebagai bukti nyata keroposnya fondasi moral di tengah derasnya arus digitalisasi.

“Ketertarikan seksual menyimpang seperti inses tidak muncul begitu saja. Itu tumbuh dari luka keluarga, kekerasan, pengabaian, hingga didikan yang terlalu permisif,” jelas Mahadi saat diwawancarai Jumat (23/5/2025).

Menurut Mahadi, saat anak tidak mendapat edukasi sehat soal tubuh, afeksi, dan norma sosial, mereka akan mencari jawaban di ruang yang salah. Internet, sayangnya, kini menyediakan jawaban yang salah dengan cara yang sangat mudah diakses. Satu klik, dan konten inses bisa menyapa siapa pun, kapan pun.

“Yang paling mengkhawatirkan adalah proses desensitisasi. Ketika sesuatu yang awalnya menjijikkan, lama-lama menjadi hal yang biasa karena terus-menerus terpapar,” ungkap Mahadi.

Mahadi menegaskan, paparan konten menyimpang seperti ini mampu menghancurkan benteng moral anak muda, tanpa mereka sadari.

Ironisnya, platform media sosial yang semestinya punya sistem deteksi dan moderasi ketat justru gagal membendung ini. Grup-grup seperti Fantasi Sedarah bisa bertahan selama bertahun-tahun tanpa intervensi. Ini menjadi tamparan bagi perusahaan teknologi yang seharusnya bertanggung jawab menjaga ruang digital dari konten destruktif.

Mahadi menyerukan langkah bersama, orang tua harus lebih terbuka dalam mendidik soal seksualitas, sekolah wajib memasukkan kurikulum edukasi seksual yang tepat, dan penyedia platform digital tak bisa lagi bersembunyi di balik alasan algoritma. Jika semua diam, maka kita sedang membiarkan generasi muda tumbuh dalam lingkungan digital yang toksik dan berbahaya.

Warga Babakan Ciparay masih sulit menerima kenyataan. Tapi keterkejutan saja tidak cukup. Ini adalah sinyal bahaya penyimpangan tidak tumbuh di ruang kosong. Penyimpangan lahir dari ketidakhadiran keluarga, kegagapan sistem pendidikan, dan abainya dunia digital. Jika akar persoalan tidak dicabut, maka akan muncul MR lain yang jauh lebih ekstrem dan tak terdeteksi.

“Menjaga masa depan bangsa bukan soal melarang teknologi, tapi soal menanamkan nilai moral di tengah arus digital. Jangan biarkan anak-anak kita belajar tentang seksualitas dari grup menyimpang. Edukasi harus datang dari keluarga dan sekolah,” pungkas Mahadi.(dsn)


Terkait Kota Bandung
location_on Mendapatkan lokasi...
RadarBandung AI Radar Bandung Jelajahi fitur berita terbaru dengan AI
👋 Cobalah demo eksperimental yang menampilkan fitur AI terkini dari Radar Bandung.