RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Pemerintah Kota Bandung resmi menggulirkan sistem baru dalam proses penerimaan siswa tahun ajaran 2025/2026. Menggantikan istilah lama PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), kini proses seleksi murid dinamai Sistem Penerimaan Murid Baru atau SPMB. Tak hanya sebatas pergantian nama, perubahan ini membawa dampak sistemik yang menyentuh fondasi tata kelola pendidikan dasar dan menengah di Kota Kembang.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menegaskan seluruh aparatur sipil negara (ASN) di Kota Bandung wajib berperan aktif menyosialisasikan transformasi sistem ini kepada publik. Penegasan tersebut ia sampaikan dalam Apel Mulai Bekerja di Plaza Balai Kota Bandung, Senin (26/5/2025) yang diikuti ratusan ASN.
“Ini bukan hanya perubahan nomenklatur. Kita sedang menjalankan mandat besar dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Sistem baru ini menyentuh cara kerja, bukan sekadar istilah. Maka ASN harus berada di garis depan untuk menjelaskan kepada masyarakat,” ujar Farhan.
Farhan merinci Permendikdasmen No. 3 Tahun 2025 secara resmi mengganti mekanisme zonasi dengan sistem domisili. Ini artinya, acuan utama dalam seleksi penerimaan siswa tidak lagi berbasis wilayah administratif kelurahan atau kecamatan, melainkan jarak nyata antara tempat tinggal siswa dengan sekolah tujuan.
“Bukan lagi soal KTP atau KK. Yang sekarang dihitung adalah seberapa dekat rumah dengan sekolah, meskipun beda wilayah administratif. Bahkan, untuk SMA dan SMK, lintas kabupaten/kota pun diperbolehkan,” jelas Farhan.
Farhan menambahkan perubahan ini merupakan jawaban atas banyaknya keluhan orang tua yang kesulitan mengakses sekolah karena kendala zonasi administratif.
“SPMB hadir untuk menjawab keresahan itu. Tapi ini juga butuh kerja keras kita bersama agar informasi sampai ke semua lapisan masyarakat,” tambahnya.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, Dani Nurahman menyampaikan sistem domisili dalam SPMB dirancang dengan pendekatan berbasis data lapangan. Pembagian wilayah domisili ditetapkan berdasarkan tiga variabel kunci, persebaran sekolah, persebaran calon siswa, dan kapasitas daya tampung.
“Hasil kajian kami menunjukkan untuk jenjang SD, Kota Bandung akan dibagi menjadi 8 zona, dari A sampai H. Untuk SMP, kita tetapkan 4 zona utama. Ini bukan asal bagi, tapi berdasarkan pemetaan kebutuhan dan keberadaan sekolah negeri maupun swasta,” jelas Dani saat ditemui di kantornya, Jl. A Yani, Kota Bandung, Senin (26/5/2025).
Dani menjelaskan sistem ini bertujuan untuk menghindari penumpukan siswa di sekolah tertentu, sembari memastikan semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk bersekolah di dekat rumah mereka.
“Kami tak ingin ada sekolah favorit yang penuh, sementara sekolah lain kosong. Ini tentang keadilan distribusi pendidikan,” tegasnya.
Perubahan sistem ini mendapat sambutan positif dari warga. Salah satunya Maya Rachmalia, warga Kecamatan Batununggal, yang sedang bersiap mendaftarkan anaknya ke jenjang SMP. Ia menyebut sistem domisili jauh lebih adil, terutama bagi keluarga yang tinggal di wilayah perbatasan administratif.
“Kalau dulu saya harus pindah KK supaya anak saya masuk ke sekolah tertentu. Sekarang kalau rumah memang dekat sekolah, itu sudah cukup. Ini lebih masuk akal,” ujar Maya.
Namun Maya juga mengingatkan pentingnya penyampaian informasi secara masif, tidak hanya lewat media daring.
“Banyak orang tua yang tidak melek internet. Harus ada brosur, spanduk, dan pengumuman resmi di RW atau sekolah. Jangan sampai ada yang bingung,” tambahnya.
Menjawab tantangan keterbukaan informasi, Dani memastikan Dinas Pendidikan Kota Bandung telah menyiapkan kanal daring khusus yang bisa diakses publik lewat spmb.bandung.go.id. Selain itu, seluruh akun media sosial resmi Disdik juga akan rutin menyampaikan perkembangan sistem ini.
“Kami bahkan membuka posko layanan informasi di sekolah, kecamatan, dan kelurahan. Jadi masyarakat bisa datang langsung jika perlu pendampingan. Proses ini harus berjalan tertib, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan,” tambahnya.
Farhan menegaskan kembali keberhasilan sistem SPMB sangat tergantung pada kerja kolektif. Ia meminta semua elemen, dari ASN hingga pengurus wilayah, bahu-membahu memastikan tidak ada satu pun anak Bandung yang kehilangan hak pendidikannya karena kurang informasi.
“Kita sedang membangun budaya baru dalam pendidikan. Jangan sampai ada anak yang tertinggal hanya karena aturan tidak disosialisasikan dengan benar. Mari kita pastikan, setiap anak bisa sekolah dengan tenang, adil, dan dekat dari rumah,” pungkas Farhan.(dsn)