RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Mantan pegawai Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi Jawa Barat, TY resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana siber. Penetapan ini diumumkan Polda Jawa Barat menyusul laporan pelanggaran akses data dan penyebaran dokumen rahasia milik lembaga penghimpun zakat tersebut.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan menyampaikan TY diduga mengakses dan menyebarluaskan dokumen internal BAZNAS tanpa kewenangan.
“Tersangka diduga telah memindahkan dan mencetak dokumen elektronik rahasia yang masuk dalam klasifikasi informasi terbatas,” ujar Hendra, Selasa (27/5/2025).
Menurut Hendra, penyelidikan berawal dari laporan yang masuk pada 7 Maret 2025 dengan nomor LP/B/108/III/2025/SPKT.DITSIBER/POLDA JAWA BARAT. Pelapor dalam kasus ini adalah Mohamad Indra Hadi yang pertama kali mengetahui dugaan penyalahgunaan data pada November 2024. Dokumen yang dimaksud berkaitan dengan kerja sama antara BAZNAS Jabar dan STIKES Dharma Husada serta laporan penggunaan dana hibah APBD Provinsi Jabar tahun 2020.
Hendra mengungkapkan dari hasil penyidikan, polisi menemukan dokumen tersebut telah dipindahkan ke perangkat pribadi tersangka sejak Agustus 2023. Beberapa di antaranya bahkan diduga telah disebarkan ke pihak eksternal. TY disebut masih menyimpan akses terhadap perangkat kerja BAZNAS meski telah diberhentikan secara resmi Januari 2023.
Hendra menjelaskan akibat perbuatannya, TY dijerat dengan Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE. Barang bukti yang telah disita meliputi dua unit laptop, dokumen kerja sama cetak, tangkapan layar percakapan, hingga salinan pengaduan masyarakat terkait dana hibah Rp11,7 miliar.
Namun, penetapan status tersangka ini memicu respons dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung yang menyebut adanya dugaan kriminalisasi terhadap whistleblower. Kepala Advokasi dan Jaringan LBH Bandung, M Rafi Saiful Islam menyatakan TY merupakan pelapor dugaan korupsi di tubuh BAZNAS Jabar. Laporan tersebut telah disampaikan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar, September 2024.
“TY melaporkan dugaan korupsi dana hibah dan zakat sejak akhir 2022, lalu dipecat pada Januari 2023. TY kemudian dilaporkan ke polisi dan jadi tersangka pada 15 Mei 2025,” ungkap Rafi.
Menurut Rafi, laporan yang dilayangkan ke Kejati Jabar dikonfirmasi diterima oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum, Nur Sricahyawijaya. Saat ini laporan tersebut masih dalam tahap pemeriksaan awal dan belum masuk ke proses penyidikan formal. Nur menyebut informasi lanjutan akan diumumkan ke media jika telah tersedia.
Di sisi lain, BAZNAS Jabar menampik tudingan tersebut. Wakil Ketua IV, Acmad Faisal menegaskan lembaganya menjunjung tinggi prinsip transparansi dan antikorupsi. Berdasarkan audit investigasi dari Inspektorat Jabar dan BAZNAS RI, tidak ditemukan bukti penyelewengan sebagaimana dituduhkan oleh Tri.
“Penghentian saudara TY tidak ada kaitannya dengan statusnya sebagai pelapor. Proses PHK dilakukan karena tindakan indisipliner dan telah sah secara hukum berdasarkan putusan Mahkamah Agung,” ujar Acmad.
Acmad juga membantah tudingan TY diperlakukan tidak adil. Acmad menegaskan hak pesangon telah dipenuhi dan dokumen yang diakses oleh TY adalah informasi rahasia yang dilindungi aturan internal BAZNAS. Menurutnya, tidak ada pelanggaran terhadap hak whistleblower karena TY diduga tidak melalui mekanisme pelaporan resmi yang dilindungi.
Namun bagi LBH Bandung, kondisi ini justru menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap pelapor kasus korupsi. Direktur LBH Bandung, Heri Pramono menyebut penetapan tersangka terhadap TY sebagai bentuk pembalasan terhadap whistleblower yang dilindungi hukum.
“Ini mencederai semangat partisipasi publik dalam pengawasan lembaga publik. TY justru dikriminalisasi karena berupaya mengungkap dugaan penyelewengan dana publik,” ujar Heri.
Heri mengacu pada UU Perlindungan Saksi dan Korban yang menegaskan pelapor tidak bisa dituntut secara pidana maupun perdata atas laporan yang disampaikan dengan iktikad baik. Bahkan, PP No. 43 Tahun 2018 memberikan peluang bagi negara untuk memberi penghargaan kepada pelapor korupsi.
Menurut Heri, LBH Bandung menilai setidaknya ada tiga bentuk pelanggaran dalam kasus ini, pelanggaran hak atas perlindungan whistleblower, hak atas proses hukum yang adil, dan hak kebebasan berekspresi yang dibatasi melalui UU ITE.
“Polda harus menjunjung prinsip proporsionalitas dalam penanganan kasus ini. Jangan sampai hukum dipakai sebagai alat represi terhadap individu yang sedang membantu negara memberantas korupsi,” tegas Heri.
Heri menambahkan, pendampingan hukum terhadap TY akan terus dilakukan. LBH Bandung mendesak semua pihak, termasuk aparat penegak hukum, untuk mengedepankan substansi laporan korupsi yang disampaikan TY ketimbang berfokus pada dugaan pelanggaran administratif.(dsn)