RADARBANDUNG.ID, SOREANG- Bagi yang mengimani hidup berkolektif, atas dasar membangun ekosistem musik cadas dari pinggiran Kabupaten Bandung. Siasat, membangun tempat gigs yang kecil, hangat, serta berkelanjutan, selalu dihantui pelarangan hingga penutupan acara oleh pihak keamanan kota.
Dari dianggap mengganggu keamanan, hingga dianggap perusak moral kadung disematkan kepada mereka yang ingin mengekspresikan diri di kota tercintanya. Hal tersebut dialami salah satu kolektif musik cadas asal Soreang kabupaten Bandung, South Of Heaven.
Patah tumbuh hilang berganti, gigs yang dibuat oleh mereka selama 17 tahun ditengah represi pihak keamanan kota, seolah tak pernah mau mengatakan kalah, dari kafe kecil hingga halaman rumah, musik cadas selalu menghantarkan mereka menemukan ruang hangat untuk bertemu kembali.
“Mungkin nama saya dan kakak, sudah menjadi nama yang di blacklist dari pihak keamanan kota. karena sering sekali kita mengajukan izin keramaian dan selalu ditolak. Namun tetap musik cadas selalu menghantarkan kepada ruang lain yang bisa kita gunakan untuk saling membangun ekosistem musik cadas di Kabupaten bandung,” ujar Diki Pagar kawat (38), anggota kolektif South Of Heaven, Selasa (27/5).
Musisi Hardcore, Punk, hingga metal yang tumbuh subur di Kabupaten Bandung, ujar dia, sampai hari ini band yang bermunculan di wilayah mereka terus tumbuh, serta haus akan gigs sebagai ruang presentasi kekaryaan.
“Jika dihitung tempat gigs dan musisinya, lebih banyak band yang tumbuh. Salah satu kendala besar membangun gigs di Kabupaten Bandung tentunya perizinan. Pasalnya untuk ruang seperti kafe taman dan lainnya, selalu mengizinkan kami,” ujar dia.
Ditengah kondisi gigs yang sulit dibangun, kata dia, membuat siasat para kolektif terus terasah memperjuangkan ruang presentasi musisi cadas Kabupaten Bandung. Salah satunya dengan membangun sendiri, studio, record label, hingga venue yang secara lokasi dirahasiakan.
“Merahasiakan tepat gigs ini , salah satu upaya menyiasati pelarangan kota terhadap acara musik cadas. Masih ada anggapan, bahwa musik cadas, merupakan hal yang buruk dan merusak kota,” paparnya.
Padahal, dari pengamatan dirinya membangun kolektif musik cadas. Citra Kabupaten Bandung yang menjadi sarang gangster bermotor, pada masa maraknya gigs di wilayahnya sekitar tahun 2000an awal. Mampu membuat anak muda memilih bikin Band di banding tindak kekerasan.
“Saati ini ditengah ruang baru yang baru berjalan setahun, dengan dana iuran sesama musisi. Ruang gigs menjadi pertemuan berbagai pengalaman bermusik yang asik, bahkan terakhir ada Band dari Singapura bermain di tempat kami. hal tersebut sangat bagus terhadap perkembangan musik cadas di pinggiran seperti kami,” terangnya.
Selain membangun ruang untuk bermusik, South of heaven juga bekerja sama dengan Moshpit Inc sebagai record label yang ikut membangun ekosistem pendistribusian lagu cadas musisi Kabupaten Bandung.
“Dari lingkup band yang bergabung sebenarnya banyak dari Soreang, Ciwidey, Banjaran, hingga Pangalengan yang ikut rembuk tampil setiap bulanya,” tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, membangun gigs di tempat yang baru di tengah perkampungan Soreang juga membangun ekosistem perdagangan di sekitaran venue ikut terangkat.
“Menariknya di tengah kita dilarang oleh pihak keamanan kota, tapi warga setempat setiap ada gigs tidak pernah mempermasalahkan kehadiran acara kami justru mereka ikut memeriahkan acara dengan berjualan, hingga membantu parkir yang tentu uangnya mereka bisa nikmati,” kilahanya.
Dengan harapan membanun oase musik cadas, ujar dia, ditengah keringnya ruang aman bagi musisi di Kabupaten Bandung manggung. Menjaga bara api dengan membangun kolektif, bukan hanya sebagai upaya memberi nafas panjang bagi pecinta musik di pinggiran.
“Lebih dari itu, musik cadas yang kami bangun 17 tahun lamanya, merupakan bagian penting membangun sejarah Kabupaten Bandung hari ini,” pungkasnya. (kus)