RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Genap 100 hari menjabat sebagai Wakil Wali Kota Bandung, Erwin sukses mengguncang sistem lama pengelolaan sampah yang selama ini kerap mandek dan penuh keluhan. Bukan sekadar laporan kinerja, langkah-langkah yang ditempuh Erwin justru membuka harapan baru, RW bangkit, masyarakat terlibat, dan sampah kini mulai jadi sumber ekonomi.
Tak menunggu waktu lama, Erwin tancap gas. Ia memilih pendekatan paling mendasar namun berdampak, menyentuh akar masalah langsung di lingkungan warga. Dalam tempo kurang dari seratus hari, Pemkot Bandung berhasil menggulirkan program Prakarsa, inisiatif pemberdayaan masyarakat yang menggantikan Program Pemberdayaan Keluarga (PPK) dan kini sudah menjangkau 126 RW di Kota Bandung.
“Kalau hanya mengejar angka 100 hari, itu bisa jadi sekadar simbol. Tapi yang kita dorong sekarang adalah aksi konkret, yang benar-benar dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujar Erwin saat ditemui, Jumat (30/5/2025).
Erwin mengungkapkan Prakarsa tak sekadar program bersifat seremonial. Prakarsa didesain sebagai kerangka kerja sosial baru yang mendorong tiap RW menciptakan sistem mandiri dalam pengelolaan sampah. Mulai dari memilah, mengolah, hingga menghasilkan produk bernilai ekonomi. Erwin menyadari kunci kebersihan kota bukan terletak di jumlah armada pengangkut, melainkan pada partisipasi aktif masyarakat.
Menurutnya, transformasi nyata mulai terasa. Salah satu masalah klasik, yaitu titik kumpul (tikum) sampah liar, kini mulai ditangani serius. Dari total 136 titik tikum yang selama ini menumpuk keluhan warga, mayoritas telah dibersihkan. Laporan memang masih masuk, namun tim lapangan selalu siaga merespons secara cepat.
“Kalau ada yang belum beres, jangan sungkan lapor. Tim kami langsung turun. Kami ingin warga tahu, mereka didengar dan dilibatkan,” tegasnya.
Di sisi teknologi, pendekatan Erwin pun terbilang taktis. Pemerintah Kota Bandung telah mengaktifkan tujuh unit insinerator di sejumlah Tempat Pembuangan Terpadu (TPT). Target berikutnya adalah menambah 15 unit insinerator untuk mempercepat proses pengolahan sampah tanpa membebani Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Ia menambahkan hasilnya sudah terasa, setiap hari, sekitar 400 ton sampah berhasil dikelola dengan kombinasi pendekatan masyarakat dan teknologi. Meski masih ada 144 ritase yang dikirim ke TPA, angka itu terus menurun.
“Kita sudah buktikan sinergi warga dan teknologi bisa memberi hasil signifikan. Bandung punya peluang besar untuk mandiri urusan sampah,” tambahnya.
Erwin pun menggencarkan program Kawasan Bebas Sampah (KBS) sebagai ujung tombak kebersihan lingkungan. Targetnya ambisius, 700 titik KBS tersebar di seluruh penjuru Bandung pada 2025. Ia sadar waktu tak panjang, namun optimis kerja kolaboratif lintas sektor akan jadi bahan bakar keberhasilan.
Contohnya bisa dilihat di RW 7 Kelurahan Sukajadi. Menurutnya, wilayah ini kini sudah mampu memproduksi RDF (Refuse-Derived Fuel) dari sampah rumah tangga. RDF ini bahkan laku dijual dan jadi pemasukan resmi untuk kas RW. Jika 30 persen RW di Bandung bisa meniru Sukajadi, maka mimpi Bandung bebas sampah bukan lagi sekadar wacana.
“Sampah bukan cuma masalah, tapi peluang ekonomi. RDF, kompos, dan olahan lain bisa jadi sumber pemasukan baru. Kalau warga dilibatkan, potensi ini akan luar biasa,” jelas Erwin.
Bagi Erwin, seratus hari pertama ini bukan akhir, tapi fondasi. Ia tak ingin kerja keras ini hanya sesaat. Maka dari itu, kata kunci ke depan adalah kolaborasi. Pemerintah tak bisa kerja sendiri. Tanpa dukungan warga, RW, dan sektor lain, perubahan besar akan sulit dicapai.
“Kota ini milik kita bersama. Kalau semua pihak ikut ambil peran, saya yakin Bandung bisa jadi kota yang bukan cuma indah, tapi juga bersih, sehat, dan mandiri,” pungkasnya.(dsn)