News

Pendidikan Gratis Tak Cukup, Skema Subsidi Swasta untuk Selamatkan Anak Putus Sekolah

Radar Bandung - 02/06/2025, 19:42 WIB
DS
Diwan Sapta
Tim Redaksi
Ilustrasi. Anak-anak usia sekolah, semua anak berhak atas pendidikan yang adil dan berkualitas, apapun status ekonominya. (Foto. Taofik Achmad Hidayat/Radar Bandung)

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akhirnya mengambil langkah nyata untuk mengatasi persoalan akut dalam dunia pendidikan, ketimpangan antara daya tampung sekolah negeri dan kebutuhan pendidikan masyarakat. Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan mengungkapkan pihaknya tengah menyusun skema subsidi pendidikan khusus untuk sekolah swasta jenjang SD dan SMP. Kebijakan ini menjadi tumpuan harapan bagi ribuan anak yang tidak tertampung di sekolah negeri tiap tahunnya.

Tak sekadar janji politik, skema subsidi ini telah melewati tahap awal kajian mendalam yang melibatkan para pakar dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Kajian dimulai sejak Maret 2025, dengan fokus utama pada distribusi kursi siswa di seluruh sekolah negeri dan swasta. Temuannya mengejutkan, banyak kursi kosong di sekolah swasta justru tidak terisi karena kemampuan ekonomi masyarakat yang terbatas.

“Kami temukan adanya kelebihan kursi di SMP swasta. Dari sinilah kita bisa intervensi dengan tepat agar tidak ada anak yang tertinggal dalam pendidikan,” kata Farhan saat ditemui usai agenda di Cicendo, Senin (2/6/2025).

Lebih jauh, menurutnya, Pemkot Bandung telah membagi sekolah swasta ke dalam empat kategori, A, B, C, dan D. Penilaian dilakukan berdasarkan daya tampung, mutu pendidikan, dan latar belakang sosial-ekonomi peserta didik. Sekolah kategori D, yang dinilai paling rentan secara finansial dan sosial, menjadi prioritas penerima subsidi.

Farhan menambahkan subsidi ini bukanlah dana hibah biasa. Ini adalah bentuk intervensi negara untuk menutup ketimpangan yang nyata di lapangan, antara anak-anak dari keluarga mampu yang bisa memilih sekolah mana pun, dan anak-anak dari keluarga prasejahtera yang terpaksa tersingkir dari sistem karena tak mampu membayar.

“Kami ingin memastikan anak-anak dari keluarga menengah ke bawah tetap bersekolah dengan layak, meski tak lolos ke sekolah negeri. Sekolah swasta harus jadi pilihan setara, bukan pelengkap penderita,” tegas Farhan.

Selain itu, Farhan menjelaskan hasil simulasi awal yang dihimpun Pemkot menunjukkan kebutuhan biaya pendidikan per siswa mencapai sekitar Rp11,8 juta per tahun. Namun, hingga kini, mekanisme penyaluran subsidi masih dikaji. Ada dua opsi utama yang sedang dibahas, disalurkan langsung ke sekolah penerima atau diberikan secara individual ke siswa bersangkutan.

“Fokus kami adalah siswa rawan putus sekolah. Tapi untuk teknis penyaluran, kami masih menunggu Juklak dan Juknis dari Kemendikbud,” ujar Farhan.

Menurutnya, kebijakan ini juga menjawab jeritan banyak sekolah swasta kecil yang kerap kekurangan murid akibat sistem zonasi dan daya saing yang timpang. Di tengah tekanan biaya operasional yang terus meningkat, bantuan ini bisa menjadi napas panjang yang menyelamatkan masa depan pendidikan swasta di Kota Bandung.

Namun yang paling penting adalah perubahan cara pandang. Farhan menegaskan pendidikan tak boleh lagi terjebak dalam dikotomi negeri vs swasta. Semua anak berhak atas pendidikan yang adil dan berkualitas, apapun status ekonominya.

“Isunya bukan soal negeri atau swasta, tapi soal hak anak untuk belajar dengan layak. Bandung harus punya pendidikan yang inklusif dan tidak elitis,” unkapnya.

Salah satu orang tua siswa di kawasan Antapani, Rina mengungkapkan rencana ini pun mulai menggelindingkan diskusi di kalangan masyarakat. Orang tua murid, guru, hingga pengelola yayasan swasta menyambut baik gagasan ini, meski menuntut transparansi dalam pelaksanaan, berharap kebijakan ini tidak menjadi solusi semu yang justru menambah kecemburuan sosial baru.

“Kalau memang bantu anak-anak yang nggak keterima di negeri, ya saya dukung banget. Tapi harus adil dan jangan pilih-pilih sekolah,” ujar Rina.

Rina berharap melalui skema ini, Bandung membuka jalan baru, menjadikan pendidikan swasta sebagai mitra strategis, bukan sekadar pelengkap.

“Jika dijalankan dengan tepat, subsidi ini bukan hanya menyelamatkan anak-anak dari ancaman putus sekolah, tapi juga memperkuat pondasi keadilan pendidikan yang selama ini jadi masalah laten,” pungkas Rina.(dsn)