News

Kebijakan Baru Jam Sekolah, Jam Masuk Sekolah Dimajukan, Siapa yang Siap?

Radar Bandung - 04/06/2025, 19:25 WIB
Diwan Sapta
Diwan Sapta
Tim Redaksi
Kebijakan Baru Jam Sekolah, Jam Masuk Sekolah Dimajukan, Siapa yang Siap?
Ilustrasi. Kegiatan anak di sekolah. (Dok. Radar Bandung)

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Rencana kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menerapkan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB bagi seluruh jenjang pendidikan menuai perdebatan hangat. Tak hanya kalangan orang tua siswa, para pengamat kebijakan publik pun angkat bicara, menyebut kebijakan ini rawan menciptakan masalah baru jika tidak ditopang oleh kajian yang matang.

Pengamat kebijakan publik Achmad Muhtar menyebutkan, meski niat dari pemerintah untuk membangun kedisiplinan siswa patut diapresiasi, pelaksanaannya justru bisa kontraproduktif bila dilakukan secara tergesa-gesa.

“Anak-anak PAUD dan SD sedang dalam masa perkembangan krusial. Memaksa mereka berangkat sebelum subuh bisa mengganggu ritme biologis alami, menurunkan fokus belajar, bahkan memicu gangguan kesehatan mental,” tegas Achmad, saat diwawancara di Bandung, Selasa (4/6/2025).

Achmad menambahkan, hasil riset psikologi perkembangan anak menyebutkan kurang tidur berdampak buruk pada kemampuan kognitif dan kestabilan emosi. Karena itu, ia mendesak Pemprov Jabar agar mengedepankan pendekatan berbasis data ilmiah, bukan sekadar asumsi atau benchmarking tanpa konteks.

Achmad menyoroti pendekatan satu kebijakan untuk semua yang dinilainya terlalu menyamaratakan tanpa mempertimbangkan perbedaan usia dan kesiapan siswa.

“Kebijakan pendidikan semestinya berbasis diferensiasi. Anak PAUD tidak bisa disamakan dengan siswa SMA. Konteks sosial, ekonomi, dan geografis juga harus jadi pertimbangan,” jelasnya.

Dari sisi infrastruktur, Achmad menyebut kesiapan transportasi publik masih jauh dari ideal, terutama di kawasan penyangga dan perdesaan. Ketidaksiapan ini bisa menjadi bom waktu yang berdampak serius pada keselamatan siswa.

“Tidak semua wilayah punya angkutan yang beroperasi dini hari. Apalagi ada kebijakan yang melarang siswa membawa kendaraan sendiri. Kalau tidak ada yang mengantar, bagaimana nasib mereka?” ujarnya.

Dalam pandangannya, memaksa siswa berangkat sekolah sebelum matahari terbit sama dengan menempatkan mereka dalam risiko berlapis. Mulai dari kejahatan jalanan hingga potensi kecelakaan lalu lintas akibat mengantuk dan gelapnya lingkungan sekitar.

“Ini jelas ancaman bagi perlindungan anak. Kebijakan publik jangan sampai mengorbankan keselamatan hanya demi mengejar kedisiplinan semu,” ungkap Achmad.

Tak hanya siswa, menurutnya, beban juga dirasakan para guru dan tenaga kependidikan. Guru bisa terpaksa berangkat sebelum pukul 05.00 WIB tanpa adanya dukungan fasilitas, mulai dari transportasi hingga insentif kerja.

“Belum tentu guru punya kendaraan pribadi. Kalau harus naik kendaraan umum yang belum beroperasi, lalu bagaimana? Pemerintah harus jujur menjawab itu dulu,” tambahnya.

Menanggapi polemik yang semakin melebar, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menyatakan pihaknya belum mengambil keputusan karena kajian internal masih berlangsung.

“Kami belum menyelesaikan kajiannya. Apalagi armada bus sekolah di Bandung baru beroperasi mulai pukul 08.00. Kalau dipaksakan jam 6 pagi, jelas ini akan jadi tantangan berat,” ujar Farhan.

Farhan mengingatkan, pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang memberatkan masyarakat. Ia mengaku tidak ingin terburu-buru mengambil langkah sebelum kesiapan infrastruktur dan kebutuhan warga benar-benar dipahami.

Sejumlah orang tua siswa mengungkapkan kekhawatiran serupa. Warga Antapani yang anaknya baru duduk di kelas 1 SD, Siti Rahayu mengaku tidak mungkin bisa mengantar anaknya setiap pagi karena harus bekerja lebih dulu.

“Jam segitu masih gelap, saya kerja juga. Kalau dia harus berangkat sendiri, saya takut banget,” ujar Siti.

Sementara itu, warga Gedebage, Hermawan menyebut anaknya yang duduk di bangku SMK harus menempuh dua kali naik angkot untuk sampai ke sekolah.

“Kalau terlalu pagi, dia bisa ketiduran di jalan atau malah kecelakaan. Kami tinggal di pinggir kota, gak semua bisa langsung akses sekolah dengan mudah,” jelas Hermawan.

Berbeda dengan Siti dan Hermawan, Arianti, seorang ibu dari siswa SMP di Cibiru, masih membuka peluang untuk mencoba kebijakan ini, asal tidak diberlakukan secara serempak.

“Kalau bisa ya dicoba dulu di beberapa sekolah. Lihat dulu dampaknya,” ujar Arianti.

Achmad Muhtar menyarankan agar Pemprov Jabar mempertimbangkan uji coba secara bertahap, misalnya dimulai dari jenjang SMA/SMK di wilayah yang infrastruktur transportasinya sudah mendukung.

“Jangan hanya ubah jam masuk, tapi perbaiki sistemnya dulu. Edukasi disiplin bisa jalan tanpa harus membuat anak-anak mengorbankan waktu tidur mereka,” pungkas Achmad.(dsn)


Terkait Kota Bandung
location_on Mendapatkan lokasi...
RadarBandung AI Radar Bandung Jelajahi fitur berita terbaru dengan AI
👋 Cobalah demo eksperimental yang menampilkan fitur AI terkini dari Radar Bandung.