News

Program Pengelolaan Sampah Diuji, TPS Bandung Dipenuhi Limbah Rumah Tangga dan Pasar

Radar Bandung - 11/06/2025, 16:12 WIB
Diwan Sapta
Diwan Sapta
Tim Redaksi
Program Pengelolaan Sampah Diuji, TPS Bandung Dipenuhi Limbah Rumah Tangga dan Pasar
Ilustrasi. Tumpukan sampah salah satu TPS di Kota Bandung. (Foto. Taofik Achmad Hidayat/Radar Bandung)

RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Setelah gegap gempita perayaan Iduladha, Kota Bandung justru diselimuti kepungan sampah liar yang menggunung di berbagai sudut kota. Pemandangan memilukan ini seolah mengingatkan warga krisis pengelolaan sampah belum juga terselesaikan, meski berbagai program telah digulirkan. Di dua lokasi berbeda, Kelurahan Babakan Ciparay dan TPS Gunung Batu Barat, tumpukan limbah rumah tangga menjulang hingga dua meter, menutup jalan dan menyebar aroma menyengat yang menusuk hidung.

Kondisi itu sontak memancing keluhan warga. Seorang ibu rumah tangga yang enggan disebut namanya mengungkapkan keresahannya terhadap volume sampah yang terus membesar tanpa kontrol.

“Kalau sore, baunya enggak kuat. Anak-anak jadi enggan main ke luar rumah,” ujarnya, Rabu (11/6/2025).

Realitas pahit ini memperlihatkan sistem penanganan sampah di Kota Bandung masih jauh dari kata ideal, bahkan terkesan stagnan dari waktu ke waktu.

Kritik tajam datang dari kalangan aktivis lingkungan. Ketua Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat, Dedi Kurniawan menyebut krisis sampah ini bukan sekadar persoalan teknis, tapi mencerminkan kegagalan tata kelola dan kepemimpinan di tubuh pemerintahan daerah.

“Dari pasar, industri, rumah tangga, hingga TPS, semua belum ditangani dengan strategi yang berbasis lingkungan. Ini bukan masalah baru, tapi pola tambal sulam yang terus diulang,” tegasnya.

Dedi yang juga menjabat Ketua Dewan Daerah Walhi Jabar menyoroti lemahnya peran Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung. Menurutnya, solusi yang ditawarkan hanya bersifat sementara dan tak menyentuh akar persoalan.

“Pembersihan hanya dilakukan saat krisis, tapi sistem tidak dibenahi. Program Kang Pisman pun hanya jadi simbol, tanpa dukungan sistematis dan edukasi nyata kepada masyarakat,” ujar Dedi.

Ia bahkan membeberkan kekacauan dalam pengelolaan sampah di Pasar Gedebage. Tunggakan pembayaran jasa pengangkutan sampah oleh PD Pasar dan PT Ginanjar ke DLHK disebut mencapai ratusan juta rupiah. Ironisnya, PT Ginanjar masih menarik retribusi dari pedagang, padahal tanggung jawab pengelolaan seharusnya berada di tangan PD Pasar.

“Koordinasinya amburadul. Ujungnya, sampah menumpuk dan pedagang dirugikan,” ungkapnya.

Tak hanya itu, menurutnya, penutupan sementara TPA Sarimukti oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) semakin memperparah kondisi. Banyak TPS di kota menjadi overload, memaksa warga membuang sampah sembarangan saat malam hari. Fenomena ini memperlihatkan betapa rentannya sistem penanganan sampah Kota Bandung saat infrastruktur utama tidak berfungsi optimal.

Dedi menambahkan solusi jangka panjang bukan sekadar angkut dan buang. Pemerintah harus membangun pendekatan berbasis komunitas dengan intervensi edukatif yang konsisten. Ia menilai program manggotisasi pun masih bias insentif ekonomi, bukan ditujukan untuk solusi struktural.

“Kalau sistem tidak berubah, warga Bandung akan hidup berdampingan dengan gunungan sampah. Ini bukan lagi isu lingkungan, tapi sudah masuk wilayah kegagalan tata kelola publik,” pungkasnya.

Di sisi lain, Pemerintah Kota Bandung mengklaim telah mengambil langkah cepat. Wakil Wali Kota Bandung, Erwin langsung turun ke lokasi tumpukan sampah di Babakan Ciparay untuk menindaklanjuti keluhan warga.

“Kami kerahkan tim DLH untuk pengangkutan. Tapi ini baru langkah darurat. Solusi permanen harus segera diwujudkan,” ujar Erwin saat ditemui di lapangan.

Erwin juga telah menginstruksikan pembangunan akses jalan alternatif di titik rawan pembuangan liar, dengan melibatkan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDBM). Ia meminta lurah dan camat aktif memetakan dan melaporkan potensi penumpukan.

“Tumpukan sampah ini sudah mencoreng wajah kota. Kita tidak bisa lagi menunggu,” tegasnya.

Erwin mengakui sistem pengosongan TPS menjelang hari besar seperti Idulfitri dan Iduladha memang sempat efektif. Namun, mekanisme itu belum menjawab persoalan yang bersifat mendasar. Dengan jumlah titik rawan mencapai 136 lokasi, Pemkot Bandung masih berkejaran dengan waktu untuk menuntaskan backlog sampah yang setiap hari mencapai 1.496 ton.

Sebagai strategi jangka panjang, menurutnya, Pemkot kini mengandalkan teknologi insinerator. Tujuh unit insinerator telah beroperasi, dan ditargetkan mencapai 30 unit dalam waktu dekat untuk menutupi keterbatasan daya tampung TPA Sarimukti.

“Kapasitas TPA hanya mampu menampung 1.000 ton per hari. Sisanya mengendap di TPS, terutama di wilayah Gedebage,” ungkap Erwin.

Erwin juga menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pemkot tengah memperluas program Kawasan Bebas Sampah (KBS) hingga mencakup 700 RW. Dana Prakarsa sebesar Rp200 juta per RW diarahkan untuk mendukung pengelolaan berbasis komunitas.

“Pengelolaan lokal adalah kuncinya. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri,” pungkas Erwin.(dsn)


Terkait Kota Bandung
location_on Mendapatkan lokasi...
RadarBandung AI Radar Bandung Jelajahi fitur berita terbaru dengan AI
👋 Cobalah demo eksperimental yang menampilkan fitur AI terkini dari Radar Bandung.