RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Industri perhotelan di Kota Bandung tengah berada di ujung tanduk. Sejak kebijakan efisiensi anggaran diberlakukan awal 2025, denyut sektor pariwisata yang selama ini ditopang aktivitas instansi pemerintah nyaris berhenti. Hotel-hotel bintang tiga menjadi salah satu yang paling terpukul, bahkan sebagian terpaksa merumahkan staf dan kehilangan manajer utamanya.
Namun di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian itu, muncul secercah harapan. Sinyal kebijakan pelonggaran dari pemerintah pusat membuka peluang bangkitnya kembali industri pariwisata Bandung yang selama ini tertekan.
Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung, Nuzrul Irwan Irawan, tak menampik kondisi berat yang kini dihadapi pelaku usaha perhotelan. Ia menyebut, dampak dari pembatasan kegiatan pemerintah di luar kantor begitu terasa di lapangan.
“Beberapa hotel harus mengambil keputusan sulit, seperti merumahkan karyawan. Bahkan tiga General Manager hotel di Bandung diketahui sudah tidak lagi aktif karena pengurangan aktivitas,” ujar Irwan saat ditemui, Rabu (11/6/2025).
Menurut Irwan, efek berantai dari kebijakan pengendalian belanja yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 ini tidak hanya memukul hotel. Restoran, kafe, pusat oleh-oleh, hingga pelaku ekonomi kreatif di sekitarnya juga ikut merasakan dampaknya.
“Ketika hotel tidak ada kegiatan, otomatis restoran juga sepi, UMKM terdampak, pajak daerah ikut berkurang. Ini berdampak langsung ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung,” jelasnya.
Meski kondisi masih memprihatinkan, Irwan menyambut positif adanya arahan baru dari pemerintah pusat. Ia menyebut, sinyal pelonggaran untuk kembali menggelar pertemuan dan rapat instansi di hotel menjadi angin segar yang sangat ditunggu pelaku industri.
“Setidaknya ini bisa menjadi titik balik. Harapan baru untuk teman-teman di perhotelan, khususnya hotel bintang tiga yang selama ini menahan napas,” ujarnya.
Namun, hingga pertengahan 2025, aktivitas belum benar-benar terlihat meningkat. Menurut Irwan, belum adanya alokasi belanja khusus dalam APBD murni menjadi salah satu kendala. Potensi lonjakan okupansi hotel baru akan terasa saat APBD perubahan disahkan dan OPD mulai menyesuaikan kegiatan.
“Kita masih menunggu arahan resmi dari pimpinan daerah. Secara administratif, pelaksanaan di kota tentu menyesuaikan dengan kebijakan wali kota dan perangkatnya,” jelas Irwan.
Disbudpar sendiri, menurutnya, terus melakukan koordinasi intensif dengan pelaku industri dan lintas OPD agar bisa memanfaatkan peluang kebijakan pusat secara maksimal. Ia menegaskan pentingnya langkah konkret agar sektor pariwisata kembali menggeliat.
“Kita tidak bisa hanya berharap. Harus ada gerakan nyata dari semua pihak agar potensi yang ada tidak terlewat. Kalau kementerian mulai kembali rapat di Bandung, dampaknya akan langsung terasa,” tambahnya.
Sebagai catatan, Bandung pernah menjadi tuan rumah berbagai forum nasional yang mendatangkan ribuan peserta. Saat itu, perputaran uang di hotel, restoran, hingga sentra oleh-oleh lokal meningkat signifikan. Pengalaman itu menjadi alasan Irwan tetap optimistis.
“Kita pernah berada di masa-masa itu. Semoga dengan sinyal dari pusat ini, pergerakan ekonomi bisa bangkit lagi. Minimal, sektor pariwisata bisa kembali bernapas,” pungkasnya.(dsn)