News

Musim Kemarau Tiba, 30 Kecamatan di Kabupaten Bandung Terancam Kekeringan

Radar Bandung - 12/06/2025, 18:27 WIB
D
Darmanto
Tim Redaksi
Salah seorang warga Cipatik Soreang, memanfaatkan galon bekas untuk cadangan air bersih di tengah krisis air. (eko sutrisno/radar bandung)

RADARBANDUNG.ID, SOREANG – Musim kemarau telah mulai dirasakan di sebagian besar wilayah Jawa Barat sejak awal Juni 2025. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jawa Barat menyampaikan bahwa tren penurunan curah hujan terpantau signifikan, terutama di wilayah Bandung bagian timur dan selatan.

Kepala BMKG Jawa Barat, Hendy Sulistyo mengatakan, Kabupaten Bandung termasuk dalam wilayah dengan tingkat potensi kekeringan menengah hingga tinggi sebagai dampak dari musim kemarau.

Ia menjelaskan, musim kemarau tahun ini didorong oleh pergerakan angin timuran yang memperkuat kondisi kering di wilayah tersebut.

“Beberapa kecamatan seperti Majalaya, Ciparay, Rancaekek, dan Cicalengka diperkirakan mengalami hari tanpa hujan selama lebih dari satu bulan,” ujarnya pada Kamis (12/6).

BMKG juga mencatat suhu harian cenderung meningkat, bahkan bisa mencapai 33°C pada siang hari. Kelembaban udara turut menurun, mempercepat penguapan dan mengurangi ketersediaan air tanah di daerah perbukitan maupun dataran rendah.

“Kami meminta semua pihak untuk bersiap, termasuk dengan menyediakan sumber air cadangan dan menyiapkan mitigasi kekeringan sejak dini,” tambah Hendy.

Di sisi lain, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung mengonfirmasi bahwa pihaknya telah memetakan 30 kecamatan yang rawan terdampak musim kering tahun ini.

Menurut Kepala BPBD Uka Suska Puji, kondisi serupa juga pernah terjadi tahun lalu dengan intensitas cukup tinggi.
Ia memaparkan bahwa selama tahun 2023, BPBD menyalurkan hampir 9,3 juta liter air bersih untuk membantu warga yang kesulitan air di musim kemarau. Layanan tersebut menjangkau sekitar 1,8 juta jiwa yang tersebar di berbagai desa dan kecamatan.

“Distribusi air dilakukan dengan mengerahkan armada tangki ke titik-titik yang membutuhkan. Tahun ini kami ulangi pola yang sama sambil menyesuaikan dengan laporan kondisi lapangan,” tutur Uka, Kamis (12/6).

Beberapa desa dilaporkan sudah mulai meminta bantuan pengiriman air, meskipun hujan lokal masih sesekali terjadi. Menurut Uka, ini menjadi indikator awal bahwa kebutuhan air bersih akan meningkat drastis dalam beberapa pekan ke depan.

Selain kekeringan, potensi kebakaran hutan dan lahan juga menjadi perhatian serius.
Uka mengingatkan agar masyarakat tidak sembarangan membakar sampah atau semak, karena angin kencang musim kemarau dapat mempercepat penyebaran api.

BPBD juga mendorong desa dan kecamatan untuk mengaktifkan kembali fungsi embung dan sumur resapan sebagai penyimpan air alternatif.

“Upaya ini diharapkan mampu menahan kekeringan ekstrem yang diprediksi akan berlangsung hingga September 2025,” ungkap dia. (kus)