RADARBANDUNG.ID, SOREANG–Pohon tarum ternyata turut andil dalam tren penggunaan pewarna alami dalam industri tekstil yang terus berkembang seiring meningkatnya kesadaran terhadap dampak lingkungan dari pewarna sintetis.
Pohon tarum menjadi salah satu sumber pewarna alami yang kini kembali dilirik. Pohon dengan nama latin Indigofera tinctoria ini, dikenal mampu menghasilkan warna biru khas dari ekstrak daunnya.
Pohon tarum telah dikenal sejak lama di berbagai wilayah Indonesia, khususnya di tanah Sunda, yang bahkan menjadikan nama tanaman ini sebagai bagian dari nama sungai bersejarah, Citarum. Tanaman ini menghasilkan senyawa glukosida indican, yang setelah melalui proses fermentasi dan oksidasi, berubah menjadi zat warna indigo biru.
Peneliti Tarum, Pataruman Indigo Eksperimental Station, Gelar Taufiq Kusumawardhana menyebutkan, warna yang dihasilkan tarum memiliki ketahanan tinggi terhadap pencucian dan paparan sinar matahari.
Hal ini menjadikannya unggul dibanding beberapa pewarna alami lain yang cenderung cepat pudar.
“Proses pewarnaan menggunakan tarum dilakukan dengan merendam daun dalam air, kemudian difermentasi dan diaduk agar terjadi oksidasi. Proses ini menghasilkan endapan pasta biru indigo yang dapat langsung digunakan untuk mewarnai kain katun, sutra, hingga denim,” ujar dia, Rabu (18/6).
Dalam praktik tradisional, masyarakat adat seperti di Baduy, Jawa Barat, dan Samosir, Sumatera Utara, masih menggunakan pewarna tarum untuk mewarnai kain tenun dan pakaian adat. Pewarna alami ini menjadi bagian penting dari pelestarian budaya sekaligus langkah menuju produksi tekstil berkelanjutan.
“Sejak masa kolonial, tanaman tarum telah dibudidayakan secara luas di Indonesia sebagai komoditas ekspor. Namun, penggunaannya mulai menurun sejak pewarna sintetis buatan pabrik menjadi populer di akhir abad ke-19. Kini, dengan meningkatnya permintaan akan produk ramah lingkungan, tarum kembali mendapatkan tempat di industri tekstil modern,” jelasnya.
Dalam penelitianya, ekstrak tarum dapat digunakan secara efisien pada industri kecil hingga skala industri besar. Hasil warna yang konsisten dan rendah toksisitas menjadikannya alternatif potensial pengganti zat warna kimia.
“Selain sebagai pewarna, pohon tarum juga memiliki manfaat ekologis. Tanaman ini mampu menyuburkan tanah karena termasuk dalam jenis leguminosae yang dapat mengikat nitrogen. Dengan demikian, tarum juga berfungsi sebagai tanaman penutup tanah dan pelindung lingkungan,” ungkap dia.
Dari sisi ekonomi, pewarna alami dari tarum menarik perhatian pasar ekspor, terutama di Eropa dan Jepang yang sangat memperhatikan aspek keberlanjutan produk. Produk tekstil yang diberi label ‘natural dyed’ memiliki nilai jual lebih tinggi dan menjadi daya tarik tersendiri.
“Dengan segala keunggulan tersebut, pohon tarum tidak hanya menjanjikan dari segi estetika warna, tetapi juga menjadi simbol pelestarian lingkungan dan budaya. Eksplorasi lebih lanjut terhadap tanaman ini diharapkan mampu mendukung industri tekstil Indonesia yang berkelanjutan dan kompetitif di pasar global,” pungkasnya. (kus)