RADARBANDUNG.ID, BANDUNG-Saat ini film Indonesia memiliki banyak sekali genre dan tema yang diangkat ke layar lebar. Salah satu film yang mungkin sedikit berbeda dari yang lain adalah Film Seribu Bayang Purnama yang akan tayang mulai 3 Juli 2025.
Rumah Produksi Baraka Films memproduksi film Seribu Bayang Purnama dengan tema drama keluarga yang mengangkat kisah nyata kehidupan petani.
Film yang mengangkat tema pertanian, mungkin terdengar asing dalam jagad sinema Indonesia tetapi ternyata banyak sekali pesan moral yang bisa disampaikan sehingga masyarakat mengetahui seperti apa kehidupan petani yang jauh dari hingar bingar kota.
“Kami mengangkat kehidupan petani agar semua orang bisa lebih menunjukkan kepedulian dan juga meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya bidang pertanian bagi bangsa ini,” ujar Sutradara Film Seribu Bayang Purnama sekaligus founder dari Baraka Films Yahdi Jamhur.
Ia menambahkan film ini didedikasikan bagi para petani yang berkontribusi besar bagi bangsa Indonesia. Bahkan seluruh keuntungan tiket bioskopnya akan didonasikan bagi petani dalam bentuk pelatihan pertanian.
Sentuhan drama dan cerita film ini ditulis oleh Swastika Nohara yang pernah meraih dua Piala Maya untuk Penulis Skenario Terpilih, serta nominasi sebagai penulis skenario terbaik FFI 2014.
Film ini juga memberikan inspirasi bagi generasi muda untuk kembali ke desanya dan mulai untuk memulai dan menerapkan proses pertanian berkelanjutan demi mempertahankan budaya dan nilai-nilai dalam masyarakat desa. Sisi lain yang juga coba diangkat dari film ini adalah problem yang kerap ditemui oleh petani seperti kehidupan petani yang selalu berhadapan dengan tengkulak dan juga tingginya biaya produksi untuk mulai bertani.
Sinopsis Seribu Bayang Purnama
Tokoh utama dari film ini adalah Putro Purnomo (Marthino Lio) seorang pemuda yang kembali ke desanya setelah mengejar cita-cita di kota dan merupakan anak dari seorang petani bernama Budi (Nugie). Putro bertekad memulai hidup baru di desa menggunakan metode pertanian alami. Putro gigih mengajak warga desa lain menggunakan metode alami karena terbukti bisa membantu petani mengurangi biaya produksi dan meningkatkan hasil panen.
Namun niat baik Putro tidak berjalan mulus. Ia mendapat tentangan dari saingan lama keluarganya di desa. Keluarga ini bahkan menantangnya dalam kompetisi pertanian bergengsi, berebut pengaruh dalam masyarakat.
Saat Putro berjuang untuk membuktikan nilai pertanian alami yang berkelanjutan, perjalanannya menjadi lebih rumit ketika ia menaruh hati pada sosok Ratih (Givina), pemilik toko pupuk dan pestisida pabrikan yang juga anak dari keluarga rivalnya.
Berada dalam kondisi yang menimbulkan gejolak batin Putro terus berjuang untuk membawa perubahan bagi masyarakat sambil menghadapi konflik pribadi dan sosial. Tekadnya untuk memperbaiki kehidupan orang-orang disekitarnya mendapat ujian berat.
Yahdi Jamhur sebagai sutradara film ini dengan pengalamannya sebagai jurnalis dan sinematografer yang telah lama berkarya melalui serial dokumenter sehingga bisa menampilkan visual gambar yang dramatis dan menarik dari sisi sinematografi. Alur cerita film ini juga ditulis dengan apik oleh Swastika Nohara sebagai penulis naskah dan co-sutradara.
Tokoh-tokoh utama film ini dipercayakan kepada beberapa nama pemeran yang memiliki karakter atau personifikasi kuat seperti Marthino Lio, Givina Whani Darmawan, Aksara Dena serta Nugie.
“Pesan lain yang ingin disampaikan adalah bumi pertiwi ini butuh sebuah cara, yaitu pertanian yang alami agar terus bisa memberikan hasil bumi terbaik. Selain itu diharapkan juga banyak generasi muda yang tertarik untuk bertan,” tambah Yahdi.
Ia menambahkan film ini berawal dari kegelisahan akan nasib petani yang kesejahteraannya masih jauh dibawa ideal. Metode pertanian alami yang diusung film ini, pada praktiknya mampu menambah penghasilan petani.
Selain itu, dengan menggunakan metode pertanian alami, maka komoditas pangan yang dihasilkan akan jauh lebih sehat untuk konsumennya. “Ketahanan pangan adalah salah satu kunci kedaulatan negara,” pungkas Yahdi. (nto)