RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Praktik korupsi dalam pengadaan barang dan jasa antara dua perusahaan swasta yang berkaitan dengan proyek Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) kembali terkuak. Kejaksaan Negeri Kota Bandung resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kerja sama antara PT Energi Negeri Mandiri (ENM) dengan PT Serba Dinamik Indonesia (SDI), Jumat (20/6/2025).
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bandung, Irfan Wibowo menyampaikan penetapan ini merupakan hasil penyelidikan mendalam selama beberapa bulan terakhir. Ketiga tersangka itu adalah Begin Troys, Nugroho Widiyantoro, dan Ruli Adi Prasetia, yang diduga berperan aktif dalam skema penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian keuangan perusahaan dan negara.
Menurut Irfan, Begin Troys, yang menjabat sebagai Direktur PT Migas Utama Jabar dari 2015 hingga 2023, menerbitkan surat non objection letter (surat tidak keberatan) untuk kerja sama antara PT ENM dan PT SDI. Surat bernomor 2000.E/nol/dir/muj/VII/2022 tertanggal 15 Juli 2022 itu diterbitkan tanpa didasari kajian analisis bisnis yang memadai serta mengabaikan prinsip good corporate governance (GCG).
“Begin Troys menerbitkan surat tersebut meski proyek summary menunjukkan perencanaan yang kurang matang. Ini bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dalam tata kelola perusahaan,” tegas Irfan.
Sementara itu, Nugroho Widiyantoro yang diketahui menjabat sebagai Direktur PT SDI sejak 2008 hingga saat ini, bekerja sama dengan PT ENM dalam bentuk subkontrak atas proyek dari anak perusahaan PT Pertamina. Namun, kerja sama ini dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik kontrak utama. Nugroho bahkan memberikan pekerjaan kepada PT ENM lebih dari 50 persen dari porsi pekerjaan utama, pelanggaran yang menyalahi aturan subkontrak.
“Selain itu, Nugroho juga tidak menyalurkan pembayaran dari anak perusahaan Pertamina ke PT ENM, sehingga menyebabkan kerugian keuangan pada PT ENM sebesar Rp86,2 miliar,” ujarnya.
Direktur PT ENM periode 2020–2022, Ruli Adi Prasetia, juga terlibat dalam praktik yang sama. Ia menerima porsi pekerjaan melebihi batas maksimal yang diperbolehkan dalam aturan subkontrak, dan tidak menjalankan rekomendasi evaluasi risiko sebagaimana tercantum dalam proyek summary. Akibat kelalaian tersebut, potensi risiko tidak dimitigasi dengan baik, dan kerugian perusahaan pun tidak terhindarkan.
Kajari Irfan menekankan pengusutan kasus ini masih terus dikembangkan.
“Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru. Kami sedang mendalami peran pihak-pihak lain, termasuk dari sisi sumber pendanaan yang berasal dari BUMD,” ujarnya.
Untuk saat ini, ketiga tersangka ditahan di Rutan Kelas I Kebon Waru, Bandung, selama 20 hari ke depan guna mempermudah proses penyidikan lebih lanjut. Pihak Kejari juga telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah barang, aset, dan dokumen yang diduga berkaitan dengan tindak pidana tersebut.
“Kami juga sedang berkoordinasi dengan auditor keuangan negara untuk menilai secara akurat kerugian negara. Angka Rp86,2 miliar yang disebutkan masih bersifat sementara,” jelas Irfan.
Kejari Kota Bandung menyatakan komitmennya dalam mengungkap tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya. Pemeriksaan terhadap ketiga tersangka akan dilakukan kembali dalam waktu dekat sebagai bagian dari proses pengembangan kasus.
“Kami ingin perkara ini dibuka secara terang benderang. Namun tentu saja proses ini memerlukan waktu, karena modusnya cukup kompleks,” tambah Irfan.
Kejaksaan Negeri Kota Bandung menunjukkan keseriusannya dalam menegakkan hukum dan menjaga integritas pengelolaan keuangan proyek-proyek pemerintah, khususnya yang bersumber dari dana publik dan BUMD.
Penanganan kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dalam setiap bentuk kerja sama bisnis, terlebih ketika menyangkut uang negara.(dsn)