RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus memperkuat langkah-langkah preventif dalam menanggulangi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang hingga kini masih menjadi salah satu ancaman kesehatan serius. Kehadiran pihak swasta dalam upaya penanggulangan DBD menjadi sinyal positif pengendalian penyakit menular tidak bisa hanya mengandalkan peran pemerintah semata.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dalam membentuk budaya hidup sehat dan lingkungan bersih di tengah masyarakat. Pernyataan tersebut disampaikan Farhan saat menghadiri peluncuran program Menguras, Menutup, Mendaur ulang, Mengoles (3M Plus) bersama Grup Enesis, produsen produk pengusir nyamuk seperti Soffell yang digelar di Kiara Artha Park, Kota Bandung, Rabu (2/7/2025).
“Alhamdulillah hari ini kita bisa meluncurkan gerakan 3M Plus bersama Enesis. Plus-nya adalah mengoleskan lotion antinyamuk, yang menjadi bagian dari perlindungan diri. Ini bentuk konkret kolaborasi antara pemerintah dan swasta dalam mendorong penyehatan lingkungan dan membentuk kebiasaan hidup bersih di masyarakat,” ujar Farhan saat ditemui para awak media, Rabu (2/7/2025).
Farhan menyampaikan keprihatinan atas tingginya tingkat fatalitas akibat DBD, khususnya pada kelompok usia anak. Ia mengungkapkan, secara nasional korban meninggal akibat DBD adalah anak-anak berusia 0 sampai 14 tahun. Data ini menjadi alarm peringatan bagi seluruh daerah, termasuk Kota Bandung, untuk memperkuat aksi pencegahan secara menyeluruh.
“Kita khawatir karena data menunjukkan anak-anak adalah kelompok paling rentan. Ini menjadi tanggung jawab bersama. Kita tidak bisa menunda lagi ikhtiar membentuk lingkungan yang sehat dan aman dari ancaman nyamuk Aedes aegypti,” ungkapnya.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian, dalam kesempatan yang sama membeberkan meskipun tren kasus DBD pada tahun 2025 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, kondisi cuaca yang tak menentu menjadi tantangan baru. Ia menyebut fenomena kemarau basah dapat menciptakan banyak tempat ideal bagi nyamuk berkembang biak.
“Tahun 2024 tercatat 7.680 kasus DBD. Sementara hingga Juni 2025, tercatat 1.653 kasus. Secara angka memang menurun, tapi kita tetap harus waspada. Kondisi cuaca sekarang ini, kemarau basah, sangat berpotensi meningkatkan kasus karena banyak tempat penampungan air yang terbentuk alami,” jelas Anhar.
Anhar menegaskan, sepanjang 2025, Pemkot Bandung tetap mengalokasikan anggaran khusus untuk penanganan DBD yang mencakup aspek promotif, preventif, hingga kuratif.
Anhar mengakui alokasi terbesar masih berada pada sektor pelayanan kesehatan karena menyangkut seluruh penyakit, termasuk DBD.
“Anggaran untuk DBD terbagi dari pencegahan sampai penanganan rumah sakit. Yang paling besar memang untuk pelayanan kesehatan karena mencakup seluruh penyakit. Data detailnya nanti akan kami sampaikan. Tapi perlu diketahui 99,8 persen warga Kota Bandung saat ini sudah bisa mengakses layanan rumah sakit, termasuk pengobatan untuk penderita DBD,” ungkap Anhar.
Di tengah berbagai pendekatan penanggulangan yang tersedia, Anhar menegaskan strategi Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) tetap menjadi metode paling efektif. Fogging, penggunaan nyamuk ber-Wolbachia, atau inovasi lainnya tetap memerlukan dukungan PSN yang konsisten dari masyarakat.
“Strategi nasional terbaik untuk DBD tetap PSN. Kuncinya adalah keterlibatan masyarakat. Kita dorong terus gerakan satu rumah satu jumantik. Kalau setiap rumah punya satu orang yang rutin seminggu sekali periksa tempat-tempat rawan jentik, itu sudah luar biasa dampaknya,” ujarnya.
Namun Anhar tak menutup mata tantangan utama dalam pelaksanaan PSN terletak pada sikap masyarakat. Menurutnya, masih banyak warga yang menyepelekan langkah-langkah kecil yang justru sangat berpengaruh dalam mencegah ledakan kasus.
“Kadang dianggap sepele. Padahal memantau jentik itu cuma butuh beberapa menit seminggu. Tapi kalau tidak dilakukan, risiko besar akan muncul. Maka kita terus galakkan edukasi dan keterlibatan komunitas,” tegasnya.
Selain PSN, ia pun menjelaskan Pemerintah Kota Bandung juga ikut mengembangkan metode biologis berupa penyebaran nyamuk ber-Wolbachia. Program ini masih dalam tahap evaluasi dan menunggu hasil resmi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Kementerian Kesehatan.
“Sampel sudah diambil. Dalam 1–2 hari ini mudah-mudahan hasil evaluasi keluar. Sampai saat ini, penyebaran Wolbachia berjalan baik, tetapi curah hujan menjadi tantangan. Percikan hujan ke wadah air bisa berdampak pada perkembangan jentik nyamuk,” jelas Anhar.
Menurutnya, masyarakat perlu memahami meskipun inovasi teknologi dan biologi berkembang, keberhasilan penanggulangan DBD tetap sangat bergantung pada perilaku hidup bersih dan partisipasi aktif seluruh lapisan warga.
Farhan mengimbau agar masyarakat tidak menganggap enteng persoalan DBD. Ia pun menegaskan kolaborasi multipihak akan sia-sia jika tidak dibarengi perubahan pola pikir dan sikap warga dalam menjaga lingkungan.
“Gerakan 3M Plus dan satu rumah satu jumantik bukan sekadar slogan. Ini bagian dari tanggung jawab bersama. Kita ingin Kota Bandung jadi kota yang sehat bukan hanya karena pelayanan kesehatannya, tapi juga karena warganya sadar dan peduli,” pungkas Farhan.(dsn)