RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Konflik kepemilikan yang berujung dualisme manajerial di Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) sejak 20 Maret 2025 kian meresahkan para pegawai. Kondisi ini mendorong terbentuknya Serikat Pekerja Mandiri Derenten (SPMD) sebagai bentuk perlawanan atas ketidakpastian nasib dan hak-hak pekerja.
Ketua SPMD, Yaya Suhaya mengungkapkan kisruh dimulai ketika sekelompok orang yang mengaku mewakili Taman Safari Indonesia (TSI) datang menduduki kantor manajemen Bandung Zoo. Mereka membawa serta struktur organisasi lengkap, mulai dari General Manager (GM), keuangan, Humas, HRD, kurator, hingga satuan keamanan. Mereka berdalih menjalankan proses rekonsiliasi antara TSI dan Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) selaku pengelola lama kebun binatang.
“Sejak saat itu, terjadi dualisme. GM ada dua, HRD ada dua. Instruksi menjadi tumpang tindih. Karyawan jadi bingung harus patuh ke siapa,” ujar Yaya, Minggu (6/7/2025).
Ia mengungkapkan dampak langsung dari kekacauan kepemimpinan itu dirasakan para pekerja. Dua karyawan dinonaktifkan tanpa surat resmi. Salah satunya bahkan tidak diizinkan masuk kerja. Jam kerja pengelola sampah dikurangi sepihak, menyebabkan penumpukan limbah. Ironisnya, pengurangan terjadi saat isu pengelolaan sampah jadi perhatian pemerintah.
Yaya menegaskan kondisi ini merugikan dan menciptakan tekanan psikologis. Banyak pekerja mengeluh, sebagian bahkan mengundurkan diri akibat ketidakpastian.
“Ada rekan yang sampai menangis di toilet karena ancaman verbal dari pihak yang mengklaim mewakili TSI, termasuk ancaman dipolisikan atau dilaporkan ke KPK jika dianggap tak sejalan,” ungkapnya.
Menurutnya, saat ini, dari 151 total karyawan, sekitar 120 orang sudah tergabung dalam SPMD. Serikat ini pun resmi terdaftar di Dinas Tenaga Kerja. Langkah hukum dan diplomatik telah mereka tempuh, termasuk mengajukan audiensi ke DPRD Kota Bandung, Pemkot Bandung, hingga Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Namun hingga kini, baru Komisi IV DPRD Kota Bandung yang bersedia menemui mereka, 3 Juli lalu.
Yaya menegaskan karyawan hanya menuntut satu hal, kepastian legalitas.
“Kami tidak ingin dualisme ini berlanjut. Kami butuh satu pemegang legalitas yang sah agar operasional bisa berjalan normal,” tegasnya.
Ia mengungkapkan SPMD mengklaim telah mendapat klarifikasi legalitas dari pembina YMT, Gantira, yang menunjukkan akta nomor 41-2024.
“Kami mendukung sepenuhnya pihak yang memegang legalitas resmi. Itu komitmen kami,” tegas Yaya.
Di sisi lain, ia menambahkan pihak yang mengaku mewakili TSI hanya menunjukkan berita acara penyerahan barang bukti dari Kejaksaan Tinggi, tanpa dokumentasi atau kejelasan hukum.
“Kami ini orang lapangan, awam hukum. Tapi kami percaya bukti yang kami terima dari pembina lebih valid,” tambahnya.
Lebih jauh, ia mengungkapkan kekacauan ini juga berdampak pada konservasi satwa. SPMD mencatat adanya pemindahan satwa tanpa prosedur, termasuk pemaksaan pengeluaran satwa primata jenis amang tanpa tahapan rehabilitasi. Akibatnya, satwa mengalami stres dan menolak kembali ke kandang.
“Kami menduga ini menjadi salah satu penyebab kematian satwa. Ini sangat mengkhawatirkan,” ungkap Yaya.
Menurutnya, kurator yang bertanggung jawab atas konservasi pun ikut dinonaktifkan tanpa alasan jelas. Namun ironisnya, masih diminta mengurus dokumen legal.
“Kurator adalah jantung konservasi. Kalau dia dikeluarkan tapi tetap dibutuhkan secara administratif, lalu bagaimana sistem bisa berjalan?” ujarnya.
Selain itu, ia menambahkan SPMD juga menyoroti risiko keamanan keuangan. Pasalnya, sejak 2 Juli, pembayaran tiket kembali dilakukan secara tunai, menyebabkan penumpukan uang di ruang keuangan.
“Kami khawatir. Uang numpuk, rawan. Karena itu kami ikut mengamankan ruang finance dengan menguncinya agar tak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” jelasnya.
Yaya beserta rekannya yang tergabung dalam SPMD berharap pemerintah kota sebagai pemilik lahan Kebun Binatang Bandung segera turun tangan menyelesaikan konflik ini.
“Kami ingin berdialog, menyampaikan langsung keresahan kami. Kami yakin Pemerintah Kota Bandung peduli terhadap keberlangsungan satwa dan kesejahteraan pekerjanya,” pungkas Yaya.(dsn)