News

Masuk Sekolah Pukul 6 Pagi, Orang Tua Kelelahan, Pengamat Minta Pemerintah Hati-Hati

Radar Bandung - 15/07/2025, 18:58 WIB
Darmanto
Darmanto
Tim Redaksi
Masuk Sekolah Pukul 6 Pagi, Orang Tua Kelelahan, Pengamat Minta Pemerintah Hati-Hati
Riangnya pelajar mengikuti hari pertama sekolah di salah satu SMA di Kab Bandung. (eko sutrisno/radar bandung)

RADARBANDUNG.ID, SOREANG- Orang tua siswa di Kabupaten Bandung mengeluhkan kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang menetapkan jam masuk sekolah pukul 06.00 pagi bagi siswa SMP dan SMA negeri.
Kebijakan ini dinilai menyulitkan, terutama bagi keluarga yang tinggal jauh dari sekolah atau berada di wilayah padat dan rawan banjir.

Sumarni (49), warga Cipatik Soreang, Kabupaten Bandung, harus bangun pukul 03.30 tiap hari untuk menyiapkan anaknya ke sekolah. Khususnya setelah anaknya sekolah di SMKN 12 Bandung.

“Belum cukup tidur, harus buru-buru keluar rumah. Jalan gelap, berlubang, dan kalau hujan bisa banjir. Anak saya kadang sampai sekolah sudah lemas,” ujar Nuraini, Selasa (15/7).

Pihaknya menyebut jam masuk sekolah yang terlalu pagi itu bertabrakan dengan waktu masuk pabrik.

“Jamnya bersamaan, jalan penuh truk pabrik, motor buruh, ditambah kalau hujan langsung banjir. kemarin anak saya telat satu jam padahal sudah berangkat sebelum Subuh,” katanya.

Kemacetan parah terjadi di sejumlah titik seperti Margaasih hingga Soreang. Minimnya transportasi umum di pagi buta dan penerangan jalan yang kurang turut memperburuk situasi.

Orang tua juga mengeluhkan tekanan psikologis karena harus menyesuaikan ulang jadwal kerja dan rutinitas rumah tangga.
Bupati Bandung, Dadang Supriatna, menyatakan dukungannya terhadap imbauan masuk sekolah pukul 06.30 tersebut. Ia menilai kebijakan ini baik untuk membangun kedisiplinan dan semangat belajar siswa.

“Sekolah pagi ini lebih baik dibandingkan sekolah yang mulai pukul 07.30. Ini harapan yang positif,” ujar Dadang, Selasa (15/7).

Dadang juga menyampaikan, kebiasaan bangun pagi akan mendorong siswa Muslim untuk tidak tidur kembali setelah salat Subuh.
“Kalau umat Islam, setelah salat subuh langsung siap-siap ke sekolah. Tapi untuk yang non-Muslim pun, dari sisi kesehatan juga baik,” katanya.

Meski mendapat dukungan dari kepala daerah, pengamat dan warga menekankan pentingnya kesiapan infrastruktur dan kondisi sosial ekonomi. Mereka berharap pemerintah tidak sekadar mendorong disiplin administratif, melainkan benar-benar memastikan kenyamanan, keamanan, dan kesiapan belajar siswa.

Pengamat analisis kebijakan pendidikan, Prof. Cecep Darmawan, mengkritisi kebijakan ini dari sisi pedagogis dan psikologis. Ia menekankan bahwa ritme sirkadian anak remaja berbeda dengan orang dewasa dan mereka membutuhkan waktu tidur lebih panjang.

“Jika harus bangun sebelum Subuh untuk berangkat sekolah, ini bisa memicu kelelahan dan penurunan konsentrasi,” kata Bukik.

Menurutnya, ada tiga risiko utama dari kebijakan ini: fisik (kelelahan karena kurang tidur), psikologis (stres karena tekanan waktu), dan sosial (tidak semua siswa punya akses transportasi aman dan nyaman di pagi hari).

Alih-alih meningkatkan hasil belajar, kebijakan ini bisa memperlebar ketimpangan pendidikan.

Gubernur Dedi Mulyadi sebelumnya menyatakan kebijakan masuk sekolah lebih pagi ini untuk menyeragamkan hari belajar dari Senin hingga Jumat, serta membentuk karakter siswa yang disiplin. Ia merujuk pada keberhasilan saat menerapkannya di Purwakarta.

Namun pengamat meminta publik melihat kebijakan ini secara utuh dan tidak terburu-buru menilainya hanya dari sisi teknis. Ia menilai, Dedi Mulyadi hadir dengan pendekatan yang berbeda dari gubernur sebelumnya, termasuk melalui kebijakan jam malam dan jam masuk sekolah pagi.

“Kebijakan ini lahir dari keinginan membentuk karakter siswa Jawa Barat berdasarkan nilai-nilai Pancawaluya cageur (sehat), bageur (berbudi pekerti), pinter (berpengetahuan), singer (cekatan), dan bener (berintegritas). Pak Dedi ingin anak-anak terbiasa bangun pagi agar lebih siap dan siaga, mungkin sebagai respons terhadap budaya begadang akibat media sosial,” ujar Cecep.

Meski begitu, Cecep menekankan bahwa implementasi kebijakan semacam ini perlu dilakukan secara bertahap, melalui uji coba terbatas dan evaluasi yang melibatkan berbagai pihak. Ia mengingatkan bahwa konteks geografis dan sosial-ekonomi setiap daerah berbeda dan tidak bisa disamaratakan.

“Tantangan besar justru ada di daerah terpencil. Anak-anak SD dan SMP di pelosok yang harus menempuh jarak jauh dengan kondisi jalan dan kendaraan terbatas tidak bisa dipaksa masuk pagi tanpa ada dukungan logistik,” jelasnya.

Cecep menegaskan bahwa pemerintah daerah harus memastikan akses dan fasilitas memadai sebelum memaksa kebijakan ini diterapkan secara seragam.

“Bisa enggak pemda bantu transportasi anak-anak di desa? Kalau tidak, yang dikorbankan ya masa depan mereka sendiri,” tambahnya. (kus)


Terkait Kabupaten Bandung
location_on Mendapatkan lokasi...
RadarBandung AI Radar Bandung Jelajahi fitur berita terbaru dengan AI
👋 Cobalah demo eksperimental yang menampilkan fitur AI terkini dari Radar Bandung.