News

Pemerintah Wajib Aktif Normalisasi HET Guna Cegah Beras Oplosan

Radar Bandung - 18/07/2025, 17:57 WIB
D
Darmanto
Tim Redaksi
Pegawai grosir Mitra Awwam menyiapkan dagangan di Jalan Raya Soreang - Banjaran Pasir Kernceng Kab Bandung. (eko sutrisno/radar bandung)

RADARBANDUNG.ID, SOREANG-Pedagang grosir beras di Soreang Kabupaten Bandung berharap pemerintah lebih sering turun ke lapang guna pantau Harga Ecer Tinggi (HET), cegah kenakalan praktik beras oplosan.

Pemilik grosir beras Mitra Awwam, Agus Jauhari (43) mengatakan, isu mengenai maraknya distribusi beras oplosan tidak mempengaruhi penjualan beras di tokonya. Namun, pihaknya menilai pengawasan mengenai peredaran beras oplosan wajib dilakukan pemerintah.

“Dari pengalaman saya selama berjualan di tengah isu beras oplosan tersebut, penjualan tidak terpengaruh. Konsumen sudah pintar dan bisa memilih produk yang bagus,” ujar dia, Jumat (18/7).

Praktik oplosan, ujar dia, tidak semenyeramkan isu beras plastik beberapa bulan lalu. Pasalnya yang berpengaruh dari beras oplosan adalah kualitas rasa nasi.

“Kita ketahui kualitas beras oplosan ketika dimasak tidak enak, dan cenderung lembek. Beda dengan premium biasanya. Konsumen sudah cerdas bisa membedakan barang, namun pemerintah tetap harus turun tangan,” ujar dia.

Pihaknya menilai maraknya pembuatan beras oplos yang dilakukan perusahaan besar. Imbas dari fluktuatifnya harga harga eceran tertinggi (HET) yang kadang perlu siasat penjualan guna menarik keuntungan.

“Kita ketahui HET ini dipasaran mempengaruhi daya beli konsumen, sehingga jika beras premium harganya tinggi. Kadang pelanggan beralih ke yang murah, namun ya kita ketahui kualitasnya kurang. Sehingga kemungkinan, pabrik beras nakal ini mencari jalan tengah, dengan oplosan mencampur kualitas beras,” ujar dia.

Lebih lanjut, praktik tersebut seharusnya bisa dihindari ketika HET normal dan daya beli masyarakat tercukupi.

“Sehingga, praktik akal-akalan beras oplosan bisa terhindarkan. Penting pemerintah turun kelapang lebih sering mencegah praktik nakal itu,” kata dia.

Pihaknya mengatakan, selama ini pemerintah hanya menakuti dengan ancaman hukuman kepada pedagang saja. Seyogyanya, bisa merangkul seluruh stakeholder produsen beras untuk urun rembuk mencari solusi.

“Di tengah ekonom yang sedang kurang baik, banyak pengangguran. Sepertinya hukuman bagi pedagang yang menjual diatas HET tidak efektif. Karena kompleksnya situasi di lapangan, perlu pendekatan yang lain,” paparnya.

Sebelumnya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat masih menunggu pengiriman contoh beras dari sejumlah kabupaten/kota. Proses pengujian laboratorium baru akan dimulai setelah semua sampel dari luar Kota Bandung terkumpul, demi menjamin representasi kondisi beras secara menyeluruh di wilayah Jabar.

Kepala Disperindag Jabar, Nining Yuliastiani, menjelaskan bahwa pihaknya telah menyempitkan fokus penyelidikan dari 212 merek beras menjadi 13 merek yang diduga berpotensi mengandung campuran tak sesuai standar. Beberapa merek di antaranya merupakan produk populer di pasaran.

Nining menyebutkan, Disperindag bersama DKPP, DTPH, dan Satgas Pangan telah melaksanakan inspeksi langsung ke sejumlah titik distribusi, terutama ritel modern di Kota dan Kabupaten Bandung, guna mengecek beras kemasan premium yang beredar.

“Begitu menerima laporan dari Kementan, kami segera bergerak. Karena indikasi awal mengarah pada 13 merek ini, kami fokuskan pengawasan ke produk-produk tersebut,” jelas Nining, Kamis (17/7).

Namun, Disperindag menegaskan bahwa pemeriksaan kasat mata saja belum cukup untuk menyimpulkan kualitas produk.

“Pengujian laboratorium tetap dibutuhkan guna memastikan kebenaran klaim mutu yang tertera di label kemasan,” ujar dia. (kus)