RADARBANDUNG.ID, NAGREG- Kepolisian Sektor Nagreg, Polresta Bandung berhasil mengungkap kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor) yang terjadi di wilayah Desa Ciherang, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung.
Seorang pelaku berinisial KM (25), yang diketahui berstatus sebagai pelajar mahasiswa asal Sumedang, telah ditangkap pada Jumat, 18 Juli 2025, sekitar pukul 17.00 WIB.
Kapolresta Bandung Kombes Pol Aldi Subartono melalui Kapolsek Nagreg, Kompol Sumartono menjelaskan, penangkapan ini merupakan hasil tindak lanjut dari laporan korban pada 21 Februari 2025.
Tindak pidana tersebut terjadi sehari sebelumnya, tepatnya pada Kamis, 20 Februari 2025, sekitar pukul 05.00 WIB.
Lokasi kejadian berada di area parkir Pondok Pesantren Kampung Qur’an Atta’sis, Jl. Cagak, dalam kondisi kendaraan terkunci leher.
Sepeda motor yang dicuri adalah Yamaha NMAX All New 155 tahun 2024 berwarna hijau, dengan nomor polisi D 5629 SBX.
“Pelaku kami tangkap tanpa perlawanan dan saat ini sudah diamankan di Mapolsek Nagreg bersama barang bukti untuk penyidikan lebih lanjut,” ujar Kompol Sumartono pada Minggu, (20/7).
Ia juga mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama di area pemukiman padat dan tempat umum.
“Pastikan kendaraan terkunci ganda dan ditempatkan di lokasi parkir yang memiliki pengawasan,” tambahnya.
Sementara itu, Dr Eko Prasetyo, kriminolog dari Universitas Padjadjaran menilai, kasus ini sebagai representasi dari pola curanmor klasik yang masih efektif di wilayah suburban dan semi-rural.
“Curanmor di daerah pinggiran masih tinggi karena minimnya sistem keamanan lingkungan dan pengawasan,” ujarnya saat dihubungi terpisah.
Menurutnya, pelaku dengan latar belakang pelajar atau mahasiswa mengindikasikan adanya tekanan ekonomi atau krisis personal, yang sayangnya disalurkan dalam bentuk tindakan kriminal.
“Pelaku dengan usia produktif dan pendidikan menengah-tinggi makin sering kita temui dalam kasus-kasus seperti ini. Ini perlu jadi perhatian khusus,” ujarnya.
Dr Eko juga mengingatkan bahwa pesantren, sekolah, atau tempat pendidikan lainnya bukan tempat yang aman secara otomatis.
“Justru karena diasumsikan aman, pelaku memanfaatkannya untuk menyelinap masuk tanpa dicurigai,” katanya.
Ia menekankan pentingnya edukasi pencegahan kejahatan, tidak hanya kepada santri atau siswa, tapi juga kepada pengelola lembaga.
Sistem keamanan seperti CCTV, portal masuk, dan penjaga malam harus diprioritaskan, terlebih pada fasilitas yang ramai dan terbuka.
Fenomena curanmor bukan hanya soal kehilangan barang, tetapi juga soal rasa aman masyarakat.
“Kalau kejahatan terjadi di lingkungan pendidikan, itu bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap keamanan kawasan tersebut,” jelasnya.
Ia menyarankan agar kepolisian menggandeng pemuda dan komunitas lokal untuk membangun sistem keamanan partisipatif.
“Masyarakat harus jadi garda pertama dalam pencegahan. Polisi bisa menangkap, tapi mencegah adalah tugas bersama,” pungkas Dr Eko. (kus)