RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung tengah membuka peluang baru dalam pengelolaan sampah kota dengan menjajaki kerja sama bersama Perusahaan BUMN yang menawarkan pembangunan fasilitas pengolahan sampah dengan teknologi RDF Carbonized (Refuse Derived Fuel) yang berpotensi mengurangi ketergantungan terhadap Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin mengungkapkan skema kerja sama ini memungkinkan Pemkot hanya menyiapkan lahan seluas 7.000 meter persegi serta membayar tipping fee sebesar Rp350 ribu per ton sampah yang diolah.
“Perusahaan BUMN sudah menyatakan kesiapannya. Kami akan jajaki lebih lanjut lewat Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK),” ujar Erwin saat ditemui di Balai Kota Bandung, Senin (28/7/2025).
Erwin menambahkan lokasi yang sedang dikaji adalah lahan seluas 1,5 hektare milik Pemkot Bandung di kawasan Gedebage. Lahan tersebut sebelumnya direncanakan untuk kerja sama dengan Kementerian PUPR, namun batal karena masa pinjaman berakhir.
“Alhamdulillah, kalau di Gedebage tidak ada penolakan dari warga. Selain itu, teknologi RDF ini rendah polusi karena hasil akhirnya berupa bahan bakar yang bisa digunakan pabrik,” jelasnya.
Erwin menjelaskan proyek RDF Carbonized ini ditargetkan mampu mengolah minimal 700 ton sampah per hari dari total 1.500 ton produksi harian Kota Bandung. Saat ini, Pemkot baru mengolah sekitar 400 ton melalui insinerator yang tersebar di beberapa titik. Dengan kerja sama ini, kapasitas pengolahan bisa bertambah signifikan, mengurangi beban TPA dan menekan biaya logistik.
“Dengan adanya fasilitas ini, kita tidak perlu lagi membuang ke Sarimukti atau Legok Nangka. Transportasi jadi lebih murah dan efisien,” ungkap Erwin.
Ia menambahkan, proses pembangunan diproyeksikan selesai dalam 6 hingga 8 bulan ke depan setelah mendapat persetujuan Wali Kota Bandung, Farhan yang saat ini sedang dinas luar ke Lombok.
Lebih lanjut, ia menjelaskan berbeda dengan sistem kerja sama sebelumnya, proyek RDF ini hanya membebani Pemkot pada penyediaan lahan dan biaya tipping fee. Seluruh investasi pembangunan, operasional, dan pemeliharaan ditanggung oleh Perusahaan BUMN. Teknologi yang digunakan bersifat lokal dengan sistem karbonisasi, menghasilkan RDF padat yang dapat menggantikan batu bara di industri.
“Di sekitar Bandung ada banyak pabrik tekstil yang mulai beralih ke energi hijau. RDF ini bisa jadi solusi,” jelas Erwin.
Menurutnya, dibanding sistem RDF fluff seperti yang digunakan di Bantar Gebang, RDF carbonized memiliki lebih banyak calon pembeli dan nilai ekonomi.
Erwin menegaskan kerja sama ini merupakan bagian dari tahap penanganan, sebelum masuk ke tahap pemulihan dan penormalan. Ia berharap sistem ini bisa menjadi model percontohan yang mengurangi ketergantungan terhadap TPA Sarimukti yang diproyeksikan akan ditutup dalam beberapa tahun ke depan.
“Kami ingin Bandung lebih mandiri dalam pengelolaan sampah. Kalau bisa diolah sendiri, kenapa harus buang jauh-jauh?” pungkasnya.(dsn)