RADARBANDUNG.id – Pimpinan manajemen baru Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT), John Sumampau, menyampaikan bahwa Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) mulai menunjukkan kepatuhan terhadap kewajiban pajak sejak dikelola di bawah kepemimpinannya.
Dalam sidang lanjutan perkara sengketa pengelolaan Bandung Zoo di Pengadilan Negeri Bandung pada Kamis (31/7), John mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyetor lebih dari Rp1 miliar dalam bentuk pajak hiburan kepada Pemerintah Kota Bandung selama periode Maret hingga Juni 2025.
“Untuk pertama kalinya dalam sejarah yayasan, kami mulai membayar pajak. Sejak Maret tahun ini, jumlah yang kami setorkan sudah lebih dari Rp1 miliar,” ujar John di hadapan majelis hakim.
Menurutnya, pembayaran tersebut dilakukan secara sadar sebagai bentuk tanggung jawab atas pemanfaatan aset milik negara. Ia menambahkan bahwa tarif pajak hiburan sebesar 10 persen per bulan adalah kewajiban yang berlaku secara nasional.
Namun, kondisi berubah sejak pertengahan Juli 2025. John menyatakan bahwa pihaknya tidak lagi memiliki akses untuk mengelola Bandung Zoo setelah lokasi tersebut diambil alih kembali oleh pihak manajemen lama.
“Kami memilih mundur demi menjaga keselamatan staf kami,” jelasnya.
Ia juga menyesalkan adanya pelanggaran kesepakatan damai yang sebelumnya telah dicapai. John menuduh pihak lawan mengerahkan organisasi masyarakat (ormas) untuk menduduki dan merusak fasilitas kantor, bahkan menyekap sejumlah karyawan.
“Mereka kembali masuk, mengambil alih kantor, membawa uang, dan menahan karyawan,” katanya.
Dalam persidangan tersebut, empat orang dari tim manajemen baru dihadirkan sebagai saksi, yaitu Tony Sumampau, John Sumampau, Dina Enggaringtyas, dan Keni Sultan.
Sementara itu, pada sidang terpisah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat membeberkan bahwa pengelolaan lahan Bandung Zoo oleh YMT telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp25,5 miliar.
JPU menyebut bahwa sejak izin penggunaan lahan berakhir pada 30 November 2007, yayasan yang kala itu dipimpin oleh R. Romly S. Bratakusumah tetap menempati lahan tanpa membayar sewa kepada Pemkot Bandung.
Audit menyatakan bahwa potensi kerugian negara akibat pemanfaatan lahan tanpa dasar hukum mencapai Rp59 miliar. Adapun dua terdakwa dalam perkara tersebut, Sri dan Bisma Bratakoesoema, dituding turut menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp25,5 miliar.
Angka itu meliputi tunggakan sewa lahan, pelanggaran perjanjian, serta utang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Keduanya didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dbs)