RADARBANDUNG.ID-Membahas tentang pajak warisan cukup menarik dan bisa dibilang agak sedikit sensitif. Hampir di semua negara, masyarakatnya tidak menyukai penerapan pajak warisan ini. Bagaimana penerapan pajak warisan ini diberlakukan di Indonesia dan perbandingannya dengan negara lain, silakan simak tulisan dari Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jakarta Timur, Rudy Rudiawan berikut ini.
Menilik Pajak Warisan di Berbagai Penjuru Dunia
Di Amerika Serikat orang-orang terkaya gemar membuat yayasan, bahkan sampai menyumbangkan semua asetnya dan mendirikan yayasan dengan nama mereka sendiri, seperti Yayasan Bill Gates, Yayasan Rockefeller, dan yayasan Mark Zuckerberg, mengapa hal tersebut marak terjadi?
Orang orang terkaya di AS tertarik mendonasikan hartanya bukan semata mata karena kerendahan hati, tetapi juga karena aturan di AS itu sendiri. Peraturan di AS, pemerintah akan menerapkan pajak warisan sebesar 50% dari jumlah kekayaan. Misalkan Mr. A mewariskan harta kekayaan sebesar US$10 miliar kepada keluarga, maka Mr. A harus membayar pajak US$5 miliar.

Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Jakarta Timur, Rudy Rudiawan.
Namun, bila harta tersebut dijadikan yayasan atas nama pribadi, Pemerintah AS tidak akan menerapkan pajak warisan, bahkan wajib pajak Amerika mendapat potongan diskon maksimum 20% secara pribadi selama 5 tahun. Selain itu, pemerintah AS tidak akan terlibat dalam manajemen yayasan pribadi atau ahli warisnya.
Pemerintah AS hanya mengenakan pajak sebesar 1%. Umpamanya, Anda berinvestasi US$100 miliar di yayasan dan menghasilkan profit US$10miliar. Anda hanya perlu membayar pajak nominal 1%, yaitu US$ 1 miliar.
Selain terhindar dari pajak yang tinggi, dengan yayasan para orang-orang kaya di Amerika tersebut dapat menggaji tinggi keluarga sendiri di yayasannya. Bahkan dapat memasukkan kuliah anaknya tanpa hambatan ke universitas top dunia yang disumbangnya. Terlebih lagi, orang-orang tersebut akan mengdapatkan reputasi yang baik dengan kegiatan amal dari yayasannya.
Pemerintah AS membuat kebijakan ini untuk mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Dengan pajak warisan yang tinggi, pemerintah AS berharap akan semakin banyak organisasi amal yang dapat meratakan semua kelas masyarakat.
Begitu pun dengan Korea Selatan, negara menerapkan tarif senilai 50% terhadap warisan. Pajak warisan yang tinggi inilah yang membebani konglomeratnya. Banyak ahli waris yang memutar otak untuk melunasi beban pajak ini dengan cara menjual perusahaan, saham atau asetnya.
Pernah kita dengar berita dari Korea Selatan, tentang kepergian Lee Kun-hee sebagai pemilik Samsung mengharuskan ahli warisnya membayar pajak ke pemerintah Korea Selatan senilai US$10 miliar (Rp146 triliun) dari total kekayaannya sebanyak US$ 20,7 miliar (Rp 302,22 triliun).
Sedangkan di negara Jepang, pajak warisan dihitung dari harta warisan dikurangi biaya (pemakaman, utang, dan nilai harta yang tidak kena pajak). Tarif pajak warisan di Jepang antara 10 – 55%. Di Inggris, penghitungan nya berdasarkan pengurangan harta warisan dikurangi threshold dengan tarif 40%. Di beberapa negara Afrika, Eropa, dan Amerika , pajak warisan berkisar antara 20-50%.
Bagaimana Pajak Warisan di Indonesia ?
Harta warisan di Indonesia secara umum bukan objek pajak. Kebijakan tersebut tercantum dalam Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 3. Lebih detil, terdapat dua situasi yang terjadi jika berbicara mengenai harta warisan, yaitu:
1. Kondisi di mana harta warisan telah selesai dibagikan kepada seluruh ahli warisnya
Beruntung sekali kita tinggal di Indonesia. Selama harta warisan di Indonesia ini sudah dilaporkan keberadaanya melalui pelaporan SPT Tahunan setiap tahunnya maka harta tersebut bukan objek pajak.
Misalnya, Ayah kita memliki rumah senilai 5 Milyar, tabungan, kendaraan dan aset lainnya. Apabila Ayah kita meninggal, maka anaknya yang mendapatkan warisan tersebut dapat mengatakan, “Aset ini warisan dari Ayah dan sudah dilaporkan di SPT Tahunannya”, sang anak hanya tinggal memasukan warisan tersebut di SPT Tahunannya.
Namun, jika si Ayah tidak melaporkan keberadaan aset tersebut di SPT Tahunan, maka dianggap sebagai penambahan penghasilan bagi si Anak sehingga ‘penghasilannya’ ini menjadi objek pajak penghasilan. Maka, sangat penting bagi orang tua untuk memasukan harta yang dimiliki di SPT Tahunannya.
2. Harta warisan yang belum dibagi juga merupakan subjek pajak yang menggantikan pewaris itu sendiri.
Nah akibatnya, apabila ada penghasilan yang diperoleh dari harta warisan maka akan menjadi objek PPh. Sebagai contoh, rumah warisan yang disewakan atau harta warisan dalam bentuk saham yang kemudian menghasilkan dividen. Kewajiban perpajakan dari penghasilan yang belum dibagi ini harus dilaksanakan oleh salah satu ahli warisnya.
Adakah biaya terkait warisan di Indonesia?
Untuk pajak memang tidak ada, seperti penjelasan di atas. Namun terkait warisan properti tanah dan atau bangunan, yang pasti ada Bea Perolehan Hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang sekarang sudah menjadi objek pajak daerah. BPHTB ini bukan hanya terkait warisan saja, tetapi peralihan hak properti melalui jual beli.
Tarif BPHTB sebesar 5% dari nilai perolehan objek pajak (NPOP) dikurangi dengan NPOP tidak kena pajak (NPOPTKP), untuk waris terdapat diskon 50%. Pihak penerima waris yang harus melunasi BPHTB tersebut.
Memang kalau membahas tentang pajak warisan cukup menarik dan bisa dibilang agak sedikit sensitif. Hampir di semua negara, masyarakatnya tidak menyukai penerapan pajak warisan ini. Telah kita ulas sebelumnya perbandingan pajak warisan di beberapa negara yang mengenakan tarif yang cukup tinggi untuk memperkecil ketimpangan sosial.
Terjadinya ketimpangan sosial dan makin lebarnya jarak antara yang kaya dan miskin membutuhkan campur tangan pemerintah. Salah satu fungsi pemerintah melalui pajak adalah fungsi redistribusi pendapatan.
Berdasarkan fungsi ini, pemerintah harus memastikan terjadinya pemerataan dan keadilan bagi seluruh masyarakat. Harapannya agar pajak yang diterima dapat didistribusikan kembali ke kelompok masyarakat kelas bawah sehingga meningkat kesejahteraannya. Dengan kata lain penerapan pajak warisan ini lebih berfungsi untuk redistribusi kekayaan bukan untuk penerimaan negara. Dan cara lainnya dengan mencoba memperluas basis perpajakan.
Di Indonesia, harta warisan termasuk bukan objek pajak penghasilan. Namun sekali lagi, prinsip pajak di Indonesia menganut asas tidak terjadi double pengenaan. Artinya, kekayaan yang diwariskan selama diperoleh dari penghasilan yang sudah dikeluarkan pajak penghasilan dan dilaporkan di SPT Tahunan, maka tidak dikenakan pajak lagi.
Dengan cara ini, Indonesia berhasil menjaga agar harta warisan dapat dinikmati oleh ahli waris tanpa beban pajak yang berat, asalkan seluruh aset telah dilaporkan dengan benar dalam SPT Tahunan. Sebagai masyarakat yang beruntung, penting bagi kita untuk memastikan kewajiban pelaporan perpajakan agar warisan dapat diterima dengan lancar. (***)