RADARBANDUNG.id, BANDUNG — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) kembali menjadi sorotan tajam akibat sejumlah kebijakan dan ucapan yang dinilai merugikan dunia pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan, swasta dan pesantren. Tidak hanya memicu keresahan di kalangan guru dan pengelola madrasah, sekolah swasta kebijakan-kebijakan tersebut bahkan dianggap melemahkan nilai-nilai religius masyarakat Jawa Barat.
Menurut Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Barat, Dr. H. Saepuloh, M.Pd., dan H.Iik Abd Chalik,SH.CN (Wk Ketua Ma’arif Jawa Barat) dalam pola-pola kebijakan KDM menunjukkan indikasi kuat bahwa sektor pendidikan agama dan Pendidikan Swasta serta keberadaan ulama tidak mendapatkan tempat terhormat dalam visi pembangunan Pemprov Jawa Barat.
“Kita melihat ini bukan sekadar kelemahan dalam perencanaan, tapi ada gejala sistematis yang melemahkan eksistensi pesantren, madrasah, guru agama, bahkan ulama. Seolah-olah pendidikan keagamaan sedang dipreteli perlahan-lahan,” ungkap Saepuloh saat diwawancarai di Kantor PW Pergunu Jawa Barat, Rabu (6/8/2025).
Fakta-fakta Kebijakan yang Dipersoalkan
1. Penghapusan Bantuan Pesantren, yang membuat ribuan pesantren di Jawa Barat tidak mendapat tempat dalam kebijakan operasional fisik.
2. Siswa Dikirim ke Barak Militer, yang menggeser orientasi Pemahaman yg mendalam pembentukan karakter Islami menuju pendekatan militeristik tanpa sensitivitas terhadap kearifan lokal pesantren.
3. Pemangkasan Anggaran BPMU untuk Madrasah Aliyah, menyebabkan banyak madrasah kekurangan dana dan menunda program pengembangan pendidikan.
4. Larangan Menahan Ijazah Tanpa Skema Pembayaran Tunggakan, membuat sekolah swasta semakin terhimpit secara finansial tanpa ada solusi konkret dari pemerintah.
5. Jam Masuk Sekolah Dipercepat ke 06.30 Pagi, yang secara langsung mengganggu ekosistem kegiatan pengajian di pesantren bagi santri yang sekolahnya di luar pondok
6. Rombel Sekolah Negeri Maksimal 50 Siswa, yang menyingkirkan eksistensi sekolah swasta, menyebabkan PHK massal guru, dan banyak guru kehilangan jam mengajar serta tidak terpenuhinya ketentuan tunjangan sertifikasi.
“Ini bukan hanya merugikan institusi pendidikan swasta. Ini sedang membunuh perlahan institusi keagamaan yang menjadi benteng moral masyarakat. Jika ini terus dibiarkan dan tidak peduli maka generasi mendatang akan kering dari nilai-nilai agama,” tegasnya.
Ulama Dipanggil ke Lembur Pakuan: Simbol Pelecehan terhadap Ulama?
Selain kebijakan pendidikan, tindakan memanggil para ulama ke kediamannya di Lembur Pakuan, Subang, juga menuai kritik keras.
Wakil Ketua LP Ma’arif PWNU Jawa Barat, H. Iik Abdul Chalik, mengecam adab dan tindakan tersebut.
“Ini bukan sekadar kesalahan etika. Ini pelecehan terhadap kedudukan ulama. Seharusnya Gubernur yang sowan ke ulama, mendatangi mereka ke pesantren atau ke kantor MUI dan Ormas-ormas Islam (NU, Muhamadiyah, Persis dll.). Bukan malah menyuruh ulama datang ke rumah pribadinya. Ini perilaku yang tidak elok menghormati ulama,” tegasnya.
Hal senada ditegaskan Dr. H. Saepuloh, M.Pd. Menurutnya, dalam khazanah Islam dan budaya Sunda, umaro yang beradab adalah yang mendatangi ulama untuk meminta nasihat, bukan sebaliknya.
“Kalau dia benar-benar ingin bermusyawarah dan mendapatkan keberkahan dari ulamanya datanglah ke Rumah kiainya Jangan malah ulama disuruh datang ke rumahnya. Itu terbalik secara adab, dan menunjukkan cara pandang yang tidak menghargai peran ruhaniah ulama,” ujarnya.
Para tokoh ini juga mewanti-wanti bahwa kebijakan-kebijakan yang menjauhkan masyarakat dari pendidikan keagamaan akan berdampak serius terhadap kesadaran spiritual generasi muda saat ini.
“Jika pesantren dilemahkan, ulama dilecehkan, dan nilai agama dikerdilkan, berdampak besar bagi perilaku masyarakat makin permisif terhadap syirik, takhayul, khurafat bahkan ritual mistik seperti penyembahan kereta kencana dan lainnya,” tambahnya.
Seruan Evaluasi dan Konsolidasi Umat
PW Pergunu Jawa Barat dan LP Ma’arif NU menyerukan evaluasi besar-besaran terhadap arah kebijakan Pemprov Jabar di bawah kepemimpinan Gubernur KDM. Mereka juga mengajak seluruh elemen pendidikan Islam untuk bersatu mempertahankan eksistensi pesantren, madrasah,Sekolah Swasta dan martabat ulama.
“Kami akan terus bersuara. Pendidikan Islam , Sekolah Swasta bukan musuh pembangunan. Justru itu pondasi keberadaban. Kalau pemerintah tidak paham hal ini, maka kita sebagai masyarakat harus mengingatkan dengan tegas,” tutup H. Iik Abdul Chalik. (apt)