RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Jam masuk sekolah di Kota Bandung, mulai tahun ajaran baru 2025/2026, resmi disesuaikan menyusul terbitnya Surat Edaran Wali Kota Bandung Nomor 103/DISDIK/2025 sebagai tindak lanjut kebijakan Gubernur Jawa Barat. Perubahan ini menjadi strategi Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung untuk mengurai kemacetan pagi, namun di lapangan penerapannya tidak seragam dan memunculkan dilema baru terkait sinkronisasi durasi jam pelajaran (JP) dengan aturan pusat.
Berdasarkan kebijakan tersebut, siswa SD/MI masuk pukul 07.30 dengan durasi setiap JP 30 menit, sedangkan SMP/MTs mulai pukul 07.00 dengan 1 JP berdurasi 40 menit. Meski demikian, sebagian sekolah memilih tetap mempertahankan jam masuk pukul 07.00 karena menyesuaikan pembiasaan dan kondisi lingkungan sekolah.
SDN 191 Babakan Surabaya menerapkan jam masuk 07.30 hanya Selasa hingga Kamis, sementara Senin dan Jumat tetap pukul 07.00 karena kegiatan pembiasaan.
“Pertama sosialisasi dulu ke para guru, lalu ke orang tua. Alhamdulillah berjalan lancar,” ujar bagian pengelola informasi dan dokumentasi sekolah, Indah, Rabu (30/7/2025).
SDN 255 Antapani sudah sepenuhnya mengikuti aturan masuk 07.30. Bagian kurikulum, Siti Aisah, mengaku merasakan manfaatnya.
“Saya yang rumahnya jauh jadi tidak terlalu tergesa-gesa, dan kemacetan di jalan berkurang,” ungkap Siti.
Namun, sekolah seperti SDN 162 Warungjambu, SDN 259 Antapani, SDN 267 Antapani, SDN 006 Buahbatu, dan SDN Buahbatubaru tetap masuk pukul 07.00, memanfaatkan 30 menit awal untuk pembiasaan sesuai program kokurikuler pemerintah pusat. Alasannya, letak sekolah berada di lingkungan padat penduduk dan tidak terdampak kemacetan.
“Warga sekolah kebanyakan tinggal dekat, bahkan cukup jalan kaki atau menyeberang,” jelas bagian kurikulum SDN 162 Warungjambu, Tajudin Akbar.
Sejumlah orang tua menilai jam masuk lebih siang memberi waktu anak bersiap lebih optimal.
“Kalau jam 07.30 jadi lebih santai, anak tidak terburu-buru,” ujar wali murid SDN 255 Antapani, Tita.
Pandangan serupa disampaikan Herna dan Wati yang menilai anak bisa sarapan di rumah sebelum berangkat.
Namun, berdasarkan wawancara dengan guru dan orang tua, perubahan jam masuk belum berdampak signifikan pada pengurangan kemacetan, terutama di sekolah yang berada di kawasan perkampungan atau kompleks perumahan.
Selain jam masuk, perubahan durasi JP menjadi sumber kebingungan di kalangan guru. Aturan Wali Kota menetapkan 1 JP di SD hanya 30 menit, berbeda dengan kebijakan pusat yang menetapkan 35 menit.
Kepala SDN 67 Antapani, Karmila Febriyantie, mengaku para guru merasa pelajaran terlalu cepat selesai.
“Baru mulai sudah selesai. Jadi bingung mau ikut yang mana, pusat atau pemkot,” ujarnya.
Kebingungan serupa dialami SDN 162 Warungjambu.
“Awalnya kita ikut wali kota, lalu keluar aturan pusat. Akhirnya harus rombak lagi,” ujar Tajudin Akbar.
Humas sekolah, Kania menambahkan masalah ini lebih berdampak pada teknis mengajar guru yang harus menyesuaikan materi dengan waktu yang tak sinkron.
Pengamat pendidikan dan Guru Besar UPI, Cecep Darmawan menilai perbedaan aturan ini mencerminkan masalah klasik setiap pergantian kepemimpinan. Ia menegaskan perlunya grand design pendidikan jangka panjang hingga 50 tahun agar kebijakan tidak berubah-ubah.
“Kebijakan menteri tidak boleh hanya menambah usulan, tapi harus terkait secara kompleks,” ungkapnya.
Pensiunan Pengawas Madrasah, Een menambahkan kebijakan pendidikan harus menjadi satu sistem yang utuh.
“Mulai dari kebijakan pemerintah, pengelola pendidikan, alat, guru, hingga kesiapan siswa harus saling nyambung, jangan terputus,” tegasnya.(dsn/mg2)