RADARBANDUNG.id, BANDUNG- Juru Bicara Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) Ully Rangkuti menegaskan, John Sumampauw bukanlah pengelola baru Kebun Binatang Bandung. John bersama Tony Sumampau telah masuk kepengurusan sejak 2017.
Ully menjelaskan, keterlibatan John dan Tony bermula pada 2016 ketika pengelola sebelumnya, Romly Bratakoesoema, meminta bantuan untuk membenahi Kebun Binatang Bandung yang saat itu dinilai memprihatinkan.
“Pada 2017, kami resmi masuk kepengurusan melalui akta nomor 21 atas permintaan Pak Romly. Beliau memberikan kewenangan penuh kepada Pak Tony untuk menyusun kepengurusan. Pak John menjadi Ketua Pengurus, dan Pak Tony sebagai Pembina,” kata Ully di Bandung, Kamis (14/8/2025).
Salah satu masalah serius kala itu adalah kematian seekor gajah bernama Yani akibat infeksi dan peradangan pada organ vital. Peristiwa ini memicu reaksi keras dari Wali Kota Bandung saat itu, Ridwan Kamil, hingga berencana menempuh jalur hukum. Kondisi kandang yang tidak layak dan ketiadaan dokter hewan juga menjadi sorotan.
Menurut Ully, permasalahan internal mulai muncul pada 2021 setelah Pemkot Bandung melayangkan teguran terkait dugaan tunggakan sewa lahan. Pihaknya mengklaim telah menyerahkan dana Rp6 miliar melalui petinggi yayasan bernama Sri Devi untuk membayar sewa lahan.
“Kami kaget, karena setahu kami uang itu sudah diserahkan. Namun Pemkot menyebut kami belum membayar. Bu Sri malah mengatakan lahan itu bukan milik Pemkot. Dari situ mulai terjadi perpecahan,” ujarnya.
Perbedaan pandangan soal status lahan berujung pada perubahan akta yang mengeluarkan nama John dan Tony dari kepengurusan tanpa prosedur sah. Konflik berlanjut hingga November 2024, ketika Sri Devi dan Bisma Bratakoesoema ditangkap terkait perkara penguasaan lahan milik Pemkot.
Pada Maret 2025, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menunjuk John Sumampauw sebagai Ketua YMT berdasarkan akta yang sah dan tercatat di Ditjen AHU.
“Sejak 21 Maret, kami membenahi pemberian pakan, nutrisi, pengayaan satwa, serta keuangan. Dalam tiga bulan, kami bisa membayar pajak daerah lebih dari Rp1 miliar. Tapi upaya ini justru ditolak oknum-oknum yang menuding kami ilegal dan intimidatif,” kata Ully.
(dbs)