RADARBANDUNG.id – Dunia hiburan Indonesia berduka atas kepergian komedian sekaligus presenter Nina Carolina, atau yang akrab dikenal sebagai Mpok Alpa.
Sosok yang dikenal dengan celetukan khas dan tawa renyahnya ini tutup usia di umur 38 tahun setelah berjuang melawan kanker.
Kehilangan Mpok Alpa bukan hanya menyisakan kesedihan, tetapi juga meninggalkan kisah hidup penuh inspirasi. Perjalanannya membuktikan bahwa tak seorang pun bisa menebak jalan takdir.
Sebelum dikenal publik, Mpok Alpa mengawali karier sebagai biduan di berbagai acara kampung. Panggungnya saat itu sederhana, beralaskan terpal, dengan penonton tetangga dan kerabat.
Namun, dari sanalah ia mengasah modal penting: kemampuan menghibur dengan tulus, baik lewat suara merdu maupun candaan segar.
Perubahan besar dalam hidupnya datang pada 2018. Saat itu, ia membuat video singkat untuk bercanda dengan sang suami.
Dalam video tersebut, Mpok Alpa tampil dengan dandanan menor, logat Betawi kental, dan keluhan jenaka ala emak-emak. Tanpa disangka, video itu viral di media sosial, menarik perhatian jutaan warganet.
Viralnya video tersebut membuka jalan bagi Mpok Alpa ke dunia hiburan nasional. Dukungan dari mendiang penyanyi dangdut senior Johnny Iskandar menjadi pintu masuknya ke layar kaca.
Mpok Alpa mulai tampil di berbagai program televisi, dari bintang tamu hingga pengisi acara tetap. Improvisasi cepat, karakter autentik, dan sense of humor alami membuatnya selalu mencuri perhatian.
Puncak kariernya datang saat menjadi pengisi tetap program FYP (For Your Pagi) di Trans 7 bersama Raffi Ahmad dan Irfan Hakim. Karakter ‘emak-emak’ yang cerewet namun menggemaskan membuatnya dekat di hati penonton dan tak tergantikan di antara nama-nama besar.
Kisah Mpok Alpa mengajarkan bahwa peluang akan berarti ketika bertemu dengan bakat dan kerja keras. Dari panggung hajatan sederhana, ia melangkah ke panggung nasional, membuktikan bahwa mimpi bisa berawal dari hal kecil—bahkan dari video iseng yang dibuat di rumah.
Kini, tawa khasnya tak lagi terdengar. Namun, warisan yang ia tinggalkan adalah semangat pantang menyerah, keberanian menjadi diri sendiri, dan keyakinan bahwa setiap orang memiliki panggungnya masing-masing yang suatu saat tirainya akan terbuka, dan pada waktunya, tertutup. (pra/jpc)