RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menegaskan komitmennya dalam menekan angka kemiskinan dengan memperkuat berbagai program bantuan sosial dan pemberdayaan ekonomi. Kepala Dinas Sosial Kota Bandung, Yorisa Sativa mengungkapkan berbagai upaya dilakukan melalui kolaborasi pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat.
Menurut Yorisa, penurunan jumlah penduduk miskin yang teregister dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) 2025 dibandingkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) 2024 menunjukkan arah kebijakan berjalan positif.
“Namun, penurunan ini harus diikuti harmonisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah agar tepat sasaran,” ujar Yorisa saat dikonfirmasi di Kota Bandung, Minggu (17/8/2025).
Ia menyebut program-program nasional seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sembako, serta program daerah seperti Universal Health Coverage (UHC), pendidikan gratis, dan pelatihan keterampilan kerja, menjadi penopang utama masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu, kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) juga berdampak signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan.
Ia menambahkan Tahun 2025, Pemkot Bandung akan meluncurkan sejumlah terobosan, antara lain program bantuan pangan daerah, pemberian premi jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja sektor informal atau bukan penerima upah, serta pembangunan inkubator ekonomi untuk memberdayakan warga miskin.
“Ini cita-cita besar yang harus diwujudkan, meski sulit. Pemerintah, swasta, dan masyarakat harus memiliki persepsi yang sama untuk saling membantu,” kata Yorisa.
Yorisa juga menegaskan beberapa langkah prioritas, memperluas dan memastikan ketepatan sasaran penerima bansos di desil 1 dan 2, meningkatkan pendampingan bagi warga miskin di desil 3, 4, dan 5 bersama dinas terkait seperti Disnaker, DiskopUKM, dan Disdagin, memperbaiki infrastruktur di kawasan kumuh, melakukan pemutakhiran DTSEN secara berkala, serta mengintegrasikan seluruh layanan penanggulangan kemiskinan melalui platform YesJitu untuk meningkatkan efisiensi dan adaptivitas.
Yorisa menjelaskan garis kemiskinan (GK) menjadi indikator penting untuk mengukur kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasar.
“Jika garis kemiskinan menurun, artinya biaya hidup ikut turun sehingga angka kemiskinan berpotensi berkurang. Sebaliknya, jika GK naik, biaya pemenuhan kebutuhan dasar meningkat dan pemerintah perlu menambah alokasi bantuan,” jelasnya.
Ia menambahkan, perubahan GK juga perlu dicermati karena bisa dipengaruhi harga kebutuhan pokok, bukan semata perubahan daya beli masyarakat.
Lebih lanjut, ia menjelaskan pemerintah konsentrasi seluruh program pembangunan untuk pengentasan kemiskinan dengan menggunakan DTSEN sebagai objek sasaran.
“Semua pihak harus punya rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi agar penanggulangan kemiskinan tidak hanya menjadi program pemerintah, tapi menjadi gerakan bersama,” tegas Yorisa.(dsn)