RADARBANDUNG.ID, KOTA BANDUNG – Dugaan praktek mafia tanah dalam proses pengadaan lahan pembangunan Masjid Raya Al-Jabbar tahun 2016 kembali mencuat.
Kali ini, tudingan itu datang dari Deden Achadiyat, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Sukabumi, yang mengaku sebagai pemilik sah dua bidang tanah seluas hampir tiga hektare di kawasan Gedebage, Kota Bandung, lokasi berdirinya Masjid Raya Al-Jabbar yang megah tersebut.
Deden menjelaskan proses pengadaan lahan Masjid Raya Al-Jabbar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat saat itu diduga sarat konflik kepentingan, permainan spekulan, hingga indikasi pembayaran fiktif.
“Saya melihat adanya praktek percaloan tanah yang merugikan hak kepemilikan saya secara hukum. Saya tidak pernah menjual tanah tersebut secara sah dan lunas, tetapi justru orang lain yang menerima ganti rugi dari pemerintah,” tegas Deden saat ditemui Radar Bandung Senin (23/6/2025).
Deden mengungkapkan tanah yang disengketakan merupakan warisan orang tuanya, terbagi dalam dua bagian, tanah bersertifikat seluas 19.670 meter persegi, dan tanah adat seluas 8.893 meter persegi.
Menurutnya, keduanya masih tercatat atas nama dirinya dan kerabatnya, karena belum dibagikan kepada delapan ahli waris.
Namun pada tahun 2016, ia menambahkan tanpa sepengetahuan dan persetujuan akta jual beli resmi, muncul nama seorang perempuan berinisial Hj M sebagai pihak yang mengklaim telah membeli tanah tersebut.
Transaksi antara Hj M dan keluarga Deden, menurut pengakuannya, hanya dilakukan melalui surat kuasa yang diberikan keponakannya, yang kemudian disalahgunakan untuk merubah isi perjanjian secara sepihak.
“Saat itu Hj M hanya membayar Rp10 miliar dari total kesepakatan Rp42 miliar. Tapi kemudian dia yang diundang oleh BPN untuk menerima ganti rugi dari Pemprov. Ini tidak masuk akal,” ujar Deden.
Menurut Deden, dalam proses pengadaan lahan yang dilakukan oleh tim dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jabar, Deden merasa tidak pernah dipanggil atau dilibatkan. Padahal, ia merupakan salah satu pemilik sah tanah di lokasi tersebut. Undangan justru dilayangkan kepada Hj M, yang pada saat itu belum menyelesaikan kewajibannya sebagai pembeli.
“Saya masih pemilik sah, tapi yang dipanggil adalah pembeli yang belum melunasi. Bagaimana mungkin negara membayar tanah kepada pihak yang belum punya hak penuh secara hukum?” jelas Deden heran.
Deden menambahkan praktik ini tidak hanya mencederai haknya sebagai pemilik, tetapi juga berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, pemindahan hak atas tanah hanya dapat dilakukan melalui akta jual beli, bukan melalui surat kuasa.
Deden juga menyoroti dugaan manipulasi dokumen dan kejanggalan legalitas akta pengikatan jual beli (PPJB) yang dibuat di bawah tangan. Bahkan, ia mengungkap notaris yang menangani dokumen tersebut telah dijatuhi sanksi oleh Majelis Pengawas Notaris.
“Surat kuasa tahun 2013 digunakan untuk perjanjian tahun 2016. Padahal pemberi kuasa sudah meninggal pada Desember 2013. Secara hukum, surat kuasa itu otomatis gugur. Tapi tetap digunakan untuk mencairkan uang negara. Ini jelas cacat hukum,” ungkap Deden.
Kuasa hukum Deden, M.Z. Al-Faqih mengonfirmasi pihaknya tengah menyiapkan langkah hukum secara menyeluruh.
“Kami akan menggugat para pihak secara perdata dan mempertimbangkan untuk melaporkan indikasi korupsi ke aparat penegak hukum,” ujar Al-Faqih.
Al-Faqih menyayangkan lemahnya pengawasan dalam proses pembebasan lahan oleh Pemprov Jabar saat itu. Menurutnya, pembayaran uang negara semestinya dilakukan secara hati-hati dan berdasarkan dokumen kepemilikan yang sah dan valid.
Deden mengaku telah mengirimkan beberapa surat kepada Gubernur Jawa Barat saat itu, Ridwan Kamil, agar difasilitasi menyelesaikan sengketa. Namun, berbagai upaya mediasi tak kunjung membuahkan hasil. Bahkan, surat pengaduannya sempat didisposisikan ke instansi yang tidak relevan.
Tak berhenti di situ, Deden juga telah mendatangi BPK, Inspektorat, bahkan mengajukan permintaan audit terhadap dana pengadaan lahan proyek Al-Jabbar. Namun hingga kini, Deden menilai belum ada tindakan serius dari lembaga negara.
“Kami sudah laporkan ke Polrestabes, dan sekarang sedang proses konsultasi ke Polda Jabar. Kami juga akan mengirim surat ke DPRD Jabar dan Gubernur Kang Dedi Mulyadi, karena ini menyangkut uang rakyat,” tambah Deden.
Deden dan kuasa hukumnya menegaskan akan menggugat Gubernur Jawa Barat secara kelembagaan, karena menilai Pemprov telah salah bayar kepada pihak yang tidak berhak. Deden juga mendesak aparat hukum untuk membongkar tuntas jaringan spekulan tanah yang telah merugikan banyak pihak.
“Kalau negara saja bisa salah bayar kepada pihak yang tidak sah, bagaimana dengan masyarakat biasa? Ini sudah menyangkut keadilan sosial dan kredibilitas institusi,” jelas Deden.
Deden berharap kasus ini menjadi pelajaran penting bagi tata kelola aset dan lahan negara di masa depan.
“Saya mencari keadilan, saya ingin kejelasan hukum dan perlindungan hak,” pungkas Deden. (dsn)
Live Update
- Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin Resmikan Aktivasi Jalan Simpang Gedebage Selatan Menuju Masjid Raya Al-Jabbar 1 tahun yang lalu
- Pegiat Korupsi : KPK Harus Usut Dugaan Korupsi Masjid Al-Jabbar 3 tahun yang lalu