RADARBANDUNG.id, BANDUNG – Riset dampak cuaca pada virus corona dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Tim ahli BMKG merilis hasil penelitian terkait hubungan cuaca dengan virus corona.
Kajian dilakukan 11 doktor di bidang meteorologi, klimatologi dan matematika, serta didukung guru besar dan doktor di bidang mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan, hasil kajian menunjukkan adanya indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam penyebaran wabah virus corona.
Baca Juga: Inilah Kisah Perjuangan Wakil Wali Kota Bandung Sembuh dari Virus Corona
Dwikorita menjelaskan, virus corona lebih cenderung menyebar di negara dengan lintang tinggi, bukan negara tropis seperti Indonesia.
“Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sementara bahwa negara-negara dengan lintang tinggi cenderung mempunyai kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tropis,” terangnya, Minggu (5/4/2020).
Baca Juga: Catat! Mulai Hari Ini, Keluar Rumah Wajib Gunakan Masker
Dwikorita menyampaikan, hal itu sesuai hasil analisis Sajadi et. al. (2020) serta Araujo dan Naimi (2020).
Penelitian menunjukkan, sebaran kasus COVID-19 saat outbreak gelombang pertama, berada pada zona iklim yang sama, yaitu pada posisi lintang tinggi wilayah subtropis dan temparate.
Baca Juga: 247 Orang Terinfeksi Corona di Jawa Barat, 28 Meninggal
“Penelitian Chen et. al. (2020) dan Sajadi et. al. (2020) menyatakan kondisi udara ideal untuk virus corona adalah temperatur sekitar 8-10° C dan kelembaban 60-90%. Artinya dalam lingkungan terbuka yang memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi merupakan kondisi llingkungan yang kurang ideal untuk penyebaran kasus COVID-19,” jelasnya.
COVID-19, sambung Dwikorita, mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah (1-9° C). Semakin tinggi temperatur, maka kemungkinan kasus COVID-19 harian akan semakin rendah.
Baca Juga: Ulama Saudi: Istri Berhak ‘Tendang’ Suami dari Ranjang Jika Khawatir Tertular Virus Corona
Serupa dengan virus influenza, virus Corona dikatakan cenderung lebih stabil dalam lingkungan suhu udara dingin dan kering.
“Iklim tropis dapat membantu menghambat penyebaran virus. Mereka (Araouju dan Naimi) juga menjelaskan lebih lanjut, bahwa terhambatnya penyebaran virus dikarenakan kondisi iklim tropis dapat membuat virus lebih cepat menjadi tidak stabil, sehingga penularan virus Corona dari orang ke orang melalui lingkungan iklim tropis cenderung terhambat,” terangnya.
Baca Juga: Miris, Jenazah PDP di KBB Ditolak Warga, Diantar ke Pemakaman Lewat Sawah
Akan tetapi, lanjut Dwikorita, cuaca dan iklim hanya faktor pendukung, bukan faktor penentu. Meningkatnya kasus pada gelombang kedua di Indonesia dinilai lebih kuat karena dipengaruhi oleh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial.
“Fakta menunjukkan bahwa kasus Gelombang ke-2 COVID-19 telah menyebar di Indonesia sejak awal Maret 2020 yang lalu. Hal tersebut diduga akibat faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial yang lebih kuat berpengaruh, daripada faktor cuaca dalam penyebaran wabah COVID-19 di Indonesia,” jelasnya.
Baca Juga: Jakarta, Jabar dan Banten Paling Rentan terhadap Covid-19
Berdasarkan hasil kajian tersebut, tim BMKG dan UGM pun menyampaikan bahwa apabila mobilitas penduduk dan interaksi sosial benar-benar dapat dibatasi, disertai dengan intervensi kesehatan masyarakat, maka faktor suhu dan kelembapan udara dapat menjadi faktor pendukung dalam mengurangi risiko penyebaran wabah Covid-19.
Namun, jika upaya-upaya pencegahan penyebaran seperti Physical Distancing dan pembatasan mobilitas orang agar tinggal di rumah tidak dijalankan dengan maksimal, maka keuntungan cuaca tersebut tidak akan ada artinya.
“Cuaca yang sebenarnya menguntungkan ini, tidak akan berarti optimal tanpa penerapan seluruh upaya tersebut dengan lebih maksimal dan efektif,” pungkasnya.
(muh)