Pergantian Nama Tak Ubah Fatwa MUI soal Sound Horeg
Penggantian nama dari sound horeg menjadi Sound Karnaval Indonesia oleh sejumlah pengusaha sound system di Jawa Timur tidak serta-merta meredakan kritik dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Meskipun perubahan nama ini dimaksudkan untuk memperbaiki citra, MUI Jatim menilai bahwa permasalahan utama tetap pada substansi dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh praktik hiburan tersebut.
Ketua MUI Jawa Timur, KH. Moch. Hasan Mutawakkil ‘Alallah, sebelumnya telah menyampaikan bahwa fenomena sound horeg menimbulkan keresahan masyarakat, terutama karena tingkat kebisingan yang berlebihan, potensi kemaksiatan, dan pelanggaran terhadap norma sosial maupun nilai-nilai agama.
“Ini bukan hanya perkara istilah. Ganti nama jadi Sound Karnaval Indonesia tidak mengubah kenyataan bahwa banyak praktik di lapangan yang meresahkan masyarakat dan tidak sesuai dengan etika dalam bermusik maupun syariat,” ujar perwakilan MUI Jatim saat dikonfirmasi.
Pihak MUI juga menegaskan bahwa suara menggelegar yang kerap muncul dalam acara sound horeg kerap tidak terkontrol, mengganggu ketenangan warga, hingga berpotensi mengarah pada aktivitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral.
Sementara itu, sejumlah pelaku usaha sound system di wilayah Jatim mengklaim bahwa perubahan nama menjadi Sound Karnaval Indonesia bertujuan untuk memperbaiki stigma negatif dan menunjukkan sisi positif dari kreativitas musik rakyat. Mereka juga berharap bisa berdialog dengan pihak berwenang dan tokoh masyarakat untuk menemukan titik tengah.