RADARBANDUNG.ID, BANDUNG – Kedatangan Mentri Sosial (Kemensos) di hadang oleh puluhan masa yang menatas namakan Forum Akademisi Luar Biasa, aksi damai tersebut sempat diwarnai haru lantaran aspirasinya tidak ditanggapi secara serius. halaman Wyataguna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (13/2/2019).
Berdasarkan pantauan Radar Bandung ditempat, masa aksi sempat menyiapkan diri di halaman tengah, dimana tempat tersebut berhadapan langsung dengan panggung Kemensos, Agus Gumiwang Kartasasmita untuk memberikan sambutan dalam pemberian alat bantu kepada warga disabilitas Wiytaguna.
Tepat pukul 13:20 WIB, masa aksi langsung menggruduk jalan menuju panggung, dimana Mensos Agus turun dari mobil, seorang orator, Aris menyampaikan, keberatanya tentang peraturan mentri sosial (PerMenSos) nomor 18 2018. Dimana hal tersebut telah ‘Mengebiri’ hak sebagai Client dan Warga Disabilitas.
Dimana salah satu pointnya adalah adanya pengurangan tempat untuk warga disabilitas dalam yayasan dibawah Kemensos. Hal tersebut ia rasa sangat tidak masuk akal dan berbanding terbalik.
“Ini tidak sesuai, yang bertahun sudah belajar masih belum ditemukan solusi dan belum memiliki bekal yang banyak,”ujar Aris dalam orasi.
Forum yang Aris buat dengan warga disabilitas lain, dimaksudkan sebagai penegas dimana semua warga disabilitas inginkan kejelasan sebagaimana tertuang adanya pembatasan tinggal dan belajar di yayasan Kemensos.
“Keterangan ini kita tidak bisa lagi gabung di sini dan sekarang dipulangkan begitu saja, banyak hak yang di cabut,”ungkapnya.
Selain itu Aris juga mengkritisi, pembentukan komisi nasional disabilitas yang tak kunjung torehkan hasil, hanya menjadi wacana terus menerus bahkan itikad baik untuk itupun tidak ada.
“Komisi naisonal disabilitas belum terbentuk, ini orang yang berjalan mundur sampai gedung sate kami tegaskan sekali agar ditindak lanjuti,”tuturnya.
Sedangkan, Mensos, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, bahwa terkait batasan waktu dan kuota penerima layanan itu karena masih banyak masyarakat penyandang disabilitas lain antre untuk mendapatkan layanan serupa. Menurutnya, pemerintah menyadari saat ada sebuah hak, maka ada pula kewajiban, walaupun ada kebijakan afirmatif.
“Mereka lupa bahwa banyak sekali yang antre. Waiting list yang ingin masuk sebagai oenerima manfaat. Dalam data kami ada yang sudah 8 tahun bahkan 17 tahun sebagai siswa. (Penyandang disabilitas) yang lai juga punya hak mendapatkan pelayanan,” kata dia.
“Sementara kemampuan kita segini belum ada anggaran meningkatkan bangunan fisik, guru dan sebagainya,” terangnya.
Sedangkan waktu enam bulan yang diberikan kepada setiap warga disabilitas, karena layanan yang diberikan Kemensos bersifat lanjutan. Asumsinya, pelayanan dasar sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah sejak ada peraturan otonomi daerah.
“Aturan yang saya terbitkan asumsinya layanan dasar di pemerintah daerahnya jalan. Sehingga tugas kami hanya memberikan layanan lanjutan. Itu enam bulan cukup,” jelasnya.
Di lain pihak, pihaknya tidak punya mekanisme memberikan sanksi ataupun intervensi kepada daerah yang cacat memberikan layanan dasar. Hal yang bisa diupayakan adalah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengingatkan pemda agar memaksimalkan pemenuhan layanan dasar warga penyandang disabilitas.
Agus Gumiwang pun menyayangkan, masih adanya panti-panti yang berubah fungsi, terutama di luar pulau Jawa. Karena, sejak adanya Undang-undang Otonomi Daerah (Otda) pada 2014, pengelolaan panti sudah diserahkan ke Pemda.
Ada panti yang seharusnya memberikan layanan dasar disabilitas malah berubah fungsi menjadi kantor dinas di wilayah Pemdanya. Ada juga yang berubah fungsi menjadi Gedung Olahraga (GOR), Kantor pemerintah, bahkan jadi rumah sakit.
Agus menjelaskan, Kemensos sudah menyerahkan 120 panti sosial yang awalnya dikelola Kemensos ke Pemda. Namun, karena banyak ditemukan perubahan fungsi maka pelayanan untuk disabilitas menjadi terganggu.
“Layanan dasar disabilitas harusnya dikelola oleh pemda dan tugas Kemensos adalah untuk memberikan layanan lanjutannya,” katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya akan mengubah struktur dan nomenklatur 39 panti sosial yang dikelola oleh pemda menjadi balai dalam waktu dekat ini. Jadi, kalau balai pengelolaannya bisa dilakukan oleh Kemensos.
Agus mengakui, saat ini belum semua penyandang disabilitas memahami aturan baru tersebut. Sehingga, ada semacam salah kaparah dari disabilitas karena tak paham aturan undang-undangnya.
“Permensos justru untuk memprotect disabilitas. Saya sudah tandatangani itu. Tapi Kami sadar tetep ada gap. Kan kalau balai yang kami kelola sifatnya layanan lanjutan. Harusnya ada ada layanan dasarnya dulu,” paparnya.
Terkait keberadaan Komisi Nasional Disabilitas, menurut Agus, saat ini ia sedang disusun oleh Kemenpan RB. “Komisi nasional disabilitas. Masih dibahas. Diputuskan yang menjadi leadernya kemenpan RB, karena ini yang dibuat struktur komisi nasional.
Penulis: Azis Zulkhairil