Demikian pula anak sehat yang kontak dengan pasien TBC infeksius harus segera diberi PP-INH guna mencegah terjadinya sakit TBC atau TBC berat. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis TBC anak antara lain uji tuberkulin (purified protein derivative/PPD test) atau uji Mantoux, foto Rontgen dada, TCM (Xpert MTB/RIF atau Gene Xpert), pemeriksaan pada TBC ekstraparu misalnya punksi lumbal (pengambilan cairan dari tulang belakang) pada meningitis TBC, punksi cairan pleura pada efusi pleura, pemeriksaan patologi anatomi biopsi aspirasi jarum halus dari kelenjar getah bening pada TBC kelenjar, aspirasi cairan sendi dan foto Rontgen tulang/sendi pada TBC tulang, pemeriksaan patologi anatomi dari kerokan kulit pada TBC kulit.
Pemeriksaan interferron-gamma release assay (IGRA) fungsinya sama denga uji tuberkulin (mantoux test/PPD test) yaitu mengetahui adanya infeksi kuman MTB, bukan menentukan apakah seorang anak sakit TBC. Pemeriksaan IGRA tidak lebih unggul dibanding uji tuberkulin. Program TBC Nasional kita saat ini belum merekomendasikan pemeriksaan IGRA sebagai penunjang diagnostik TBC anak di lapangan. Pemeriksaan Rontgen dada pada TBC anak tidak terlalu khas, kecuali pada TBC milier.
Secara umum gambaran foto Rontgen dada TBC anak dapat berupa gambaran pembesaran kelenjar getah bening hilus paru, perbecakan lunak, cairan (efusi) rongga selaput paru (pleura), adanya kalsifikasi (perkapuran), kavitas (lubang pada jaringan paru), atelektasis (tidak adanya aliran udara ke lobus paru), serta gambatan TBC milier yang sangat khas. Secara umum penegakan diagnosis TBC anak didasarkan pada 4 hal yaitu gejala klinis yang khas TBC, adanya bukti infeksi (hasil uji tuberkulin positif atau kontak erat dengan pasien TBC infeksius), gambaran foto Rontgen dada mengarah ke TBC (sugestif TBC), konfirmasi bakteriologis (pemeriksaan TCM/ bakteri tahan asam atau BTA, kultur kuman MTB). Dari keempat hal yang menjadi dasar diagnosis TBC anak tersebut, yang sampai saat ini masih belum dilaksanakan secara merata di seluruh fasyankes adalah pemeriksaan TCM atau bakteriologis yang lain. DiagnosisTBC anak menggunakan sistem skoring dapat digunakan sebagai rambu-rambu, namun tetap harus meminta pertimbangan dokter. Apabila diagnosis sakit TBC pada anak sudah ditegakkan, maka anak harus segera mendapat pengobatan sesuai dengan jenis TBCnya, mengikuti rekomendasi dokter.
Menunda pengobatan dapat berisiko terjadinya TBC ekstraparu maupun TBC berat. Pengobatan TBC anak harus dilakukan pemantauan oleh dokter untuk mendeteksi ada tidaknya efek samping OAT. Efek samping yang dapat terjadi pada pemberian OAT terutama gangguan fungsi hati dengan gejala klinis berupa muntah-muntah dan sklera mata menjadi kuning. Pada anak yang meminum OAT akan timbul warna kemerahan sesuai warna obat pada air seni, feses (kotoran), air mata, keringat, hal ini bukan merupakan efek samping OAT sehingga oragtua tidak perlu khawatir. Cara pemberian dan penyediaan OAT harus benar, apabila mendapat obat dari program DOTS berupa tablet kombinasi dosis tetap (KDT) atau fixed-dose combination (FDC) maka harus diminum dalam keadaan lambung kosong (misalnya bangun tidur pagi), satu jam setelah KDT baru diperbolehkan makan atau minum susu. Obat KDT diabsorbsi (diserap) dengan baik bila lambung kosong, alternatif lain dapat diminum 2 jam setelah makan.