RADARBANDUNG.id, CIMAHI – Masyarakat adat Kampung Cireundeu, melaksanakan prosesi Peringatan Tutup Taun 1952 Tahun Saka Ngemban Taun 1953, 1 Sura Tahun Saka.
Mereka bersyukur atas pemberian Tuhan Yang Maha Esa selama setahun terakhir ini, dan mengucap harapan untuk kehidupan di tahun mendatang dalam hitungan tahun Saka.
Dalam prosesi tersebut, warga adat berjalan menuju Bale Saresehan untuk bersiap melakukan peringatan. Laki-laki mengenakan pangsi hitam lengkap dengan ikat kepala, sedangkan kaum wanita mengenakan kebaya putih.
Ditengah bale, lengkap tersaji berbagai jenis hasil pertanian terutama umbi-umbian, buah buahan, serta hiasan janur dan karangan bunga.
Prosesi adat dibuka dengan wejangan dan doa dari sesepuh adat Abah Emen diiringi senandung kawih sunda. Setelah itu, semua warga yang hadir meneruskan prosesi ke tradisi sungkeman, baik yang muda ke sesepuh, sesepuh ke warga muda, atau antarsesama sesepuh.
Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu Abah Widi mengatakan, rangkaian prosesi pada tutup taun ngemban taun merupakan bagian dari tradisi Kampung Adat Cireundeu yang terus dipelihara.
“Semua hari istimewa, namun yang lebih utama pada hari ini kita menggelar upacara khusus memperingati tutup taun ngemban taun anyar. Dengan pesan bahwa semua yang terjadi di tahun lalu patut disyukuri dan berharap kemurahan Yang Maha Kuasa untuk tahun mendatang,” ujar Asep Abas.
Tradisi sungkeman sendiri merupakan simbol menjaga silaturahmi. Meskipun dalam praktinya, silaturahmi dilaksanakan setiap hari.
“Bagi warga adat ini menjadi tradisi, namun sekaligus juga mengajak masyarakat di sekitar. Kita jangan renggang silaturahim, lebih merekatkan kebersamaan. Saling memaafkan dan saling mendoakan,” jelasnya.
Meski dilanda kemarau, warga adat Cireundeu tak kesulitan ketersediaan singkong sebagai bahan pangan utama sesuai tradisi leluhur. Singkong sebagai bahan makanan pokok warga selalu ditanam dan bisa dipanen setiap saat.
“Warga sudah paham soal pola tanam singkong yang dibuat bergilir. Kemarau memang ada, tapi air cukup untuk kebuuhan. Singkong masih tumbuh, panen pun cukup karena usaha menjaga alam,” katanya.
Lurah Leuwigajah, Uus Supriyadi mengatakan, tatanan adat yang masih berlaku dan bertahan di Kampung Adat Cireundeu patut diapresiasi.
“Gotong rotong, kebersamaan, serta mengajak warga non-adat untuk ikut serta menjadi salah satu aplikasi toleransi dan kerukunan antar umat beragama,” ujarnya.