RADARBANDUNG.id, JAKARTA – Lembaga Adat Karatwan (LAK) Galuh Pakuan memfasilitasi Koalisi Penyelamatan Tangkuban Parahu, untuk bertemu dengan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, di Istana Negara Jakarta, Rabu (11/9/2019). Tujuannya untuk melaporkan kerusakan lingkungan dan dugaan alih fungsi lahan serta konflik dengan masyarakat di Taman Wisata Alam (TWA) Tangkuban Parahu.
Koalisi Penyelamatan Tangkuban Parahu itu terdiri dari berbagai elemen masyarakat Jawa Barat (Sunda) seperti himpunan pergerakan bangsa Sunda, para aktivis dan pecinta lingkungan, tokoh masyarakat Jawa Barat, sejumlah organisasi mahasiswa, mulai dari GMNI, dan PMII, termasuk ormas Islam, LSM dan OKP, seniman serta budayawan.
Tiba di Istana Negara, Koalisi Penyelamatan Tangkuban Parahu diterima oleh Staf Presiden Bidang Komunikasi Politik KSP Ariani Djalal, kemudian Ariani Djalal mengarahkan ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK). Di KLHK Koalisi Penyelamatan Pangkuban Parahu diterima oleh Kepala Subdit Penanganan Konflik KLHK Prayoga.
“Pengaduan kami atas perusakan lingkungan dan dugaan alih fungsi lahan di TWA Tangkuban Parahu oleh PT GRPP,” ujar Perwakilan Koalisi Penyelamatan Tangkuban Parahu, Ani Nuraeni, Kamis (12/9/2019).
Ani menyebutkan, semua temuan dan data data tentang dugaan perusakan lingkungan dan alih fungsi lahan serta konflik PT. GRPP dengan masyarakat disampaikan seluruhnya kepada Kasubdit Penanganan Konflik KLHK Prayoga.
“Semua data-data dan bukti perusakan lingkungan serta alih fungsi lahan sudah kami sampaikan kepada Kasubdit Penanganan Konflik KLHK,” terangnya
Setelah data-data dan bukti-bukti perusakan lingkungan serta alih fungsi lahan di TWA Tangkuban Parahu, diterima dan langsung dipelajari oleh Kasubdit Penanganan Konflik KLHK Prayoga, Prayoga meminta kepada Koalisi Penyelamatan Tangkuban Parahu untuk melengkapi semua data-data dan bukti-bukti untuk secepagnya ditindaklanjuti.
“Kami diminta untuk melengkapi data-data dan bukti-bukti perusakan dan alih fungsi lahan oleh PT. GRPP itu, karena Subdit Penanganan Konflik KLHK tidak bisa menindaklanjuti semua pelaporan kami, jika data dan bukti-buktinya tidak lengkap, dan kami malam ini juga akan berkoordinasi dengan Raja LAK Galuh Pakuan Rahyang Mandalajati Evi Silviadi, terkait kelanjutan pelaporan ke KLHK ini,” tegas Ani.
Sementara itu Ani juga menyatakan, Kasubdit Penanganan Konflik KLHK berjanji akan menindaklanjuti semua pelaporan ini, terlebih pelaporan perusakan lingkungan dan alih fungsi lahan di TWA Tangkuban Parahu oleh PT. GRPP disampaikan oleh masyarakat, yang pastinya pemerintah dalam hal ini KLHK akan pro rakyat.
Sebelumnya, Sekertaris Tim Satuan Kerja Revitalisasi Ekosistem Kawasan Tangkabun Parahu, Deni PN menilai keberadaan bangunan permanen yang berdiri di wilayah konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkuban Parahu bertentangan dengan undang-undang.
“Apa lagi bangunan permanen itu dikomerilkan.Artinya, sangat kontradiktif dengan upaya konservasi. Karena kawasan TWA Gunung Tangkuban Parahu masuk wilayah KSDA,” ujar Deni
Selanjutnya soal izin, apakah telah dilakukan uji study analisa dampak lingkungannya. “Apabila izin tersebut, dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, maka sesungguhnya pihak kementerian sedang melanggar undang- undang yang dibuat oleh mereka sendiri,” tandasnya.
Deni menegaskan, bahwa Undang- undang Lex Spesialis itu dimana wilayah konservasi hutan lindung berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan masyarakat setempat.
Namun, Deni menyayangkan justru sebaliknya yang terjadi di Gunung Tangkuban Parahu. Gedung-gedung komersil berdiri tegak tanpa mengindahkan undang- undang Lex Spesialis, dan Perda Pemprov Jabar, Nomer 2 tahun 2016, tentang Kawasan Konservasi Alam di Kawasan Bandung Utara.
“Kondisi ini tentunya tak sesuai dengan fungsi Gunung Tangkuban Parahu yang memiliki arti yang sangat penting ditinjau dari aspek ekologi, hidrologi, pendidikan, penelitian dan parawisata,” pungkasnya .