RADARBANDUNG.id, Hasil beberapa lembaga survei menyatakan bahwa masyarakat terutama kaum muda ingin beralih memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT) meski harganya lebih mahal. Salah satu alasannya, EBT lebih bersih dan ramah lingkungan.
Hasil survei yang dilakukan oleh Koaksi Indonesia terhadap 96.651 warganet beberapa waktu lalu menghasilkan data. Yakni, sebanyak 23,8 persen responden memilih matahari sebagai sumber energi terbarukan dan 22,4 persen memilih bioenergi.
Survei dilakukan melalui platform Change.org selama 40 hari selama Mei-Juli lalu dan disebarkan lewat surat elektronik, media social, dan platform percakapan. Survey itu menjangkau pengguna internet di 34 provinsi di Indonesia.
Nuly Nazlia, Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia, banyaknya partisipasi warganet menunjukkan tingkat kepedulian yang cukup tinggi pada isu energi terbarukan. “Keinginan mereka untuk beralih ke energi terbarukan juga sangat besar. Bahkan 36,5 persen responden rela membayar listrik lebih mahal bila bersumber dari energi yang bersih,” jelas Nuly.
Hasil survei Koaksi, EBT penting diadakan sebagai bentuk menjaga lingkungan karena jenis sumber energi ini ramah lingkungan, bebas polusi dan tidak merusak alam.
67,6 persen warganet responden Koaksi berada pada rentang usia 17 sampai 30 tahun, dengan 50,6 persen berjenis kelamin laki-laki dan 49,4 persen berjenis kelamin perempuan. Mayoritas responden (61,8 persen) tinggal di kota besar, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. Dari level pendidikan, mayoritas lulusan sekolah menengah atas/kejuruan (46 persen) dan universitas (36,8 persen).
Koaksi sengaja mengarahkan target survei kepada anak muda karena jumlah mereka diperkirakan akan mencapai 70 persen populasi pada 2030. Mempertimbangkan bonus demografi yang akan menempatkan mereka sebagai asset, Koaksi memandang segmen ini memiliki potensi besar untuk berperan aktif dalam gerakan penggunaan EBT di Indonesia.
44 persen responden Koaksi menyadari bahwa sektor energi terbarukan di Indonesia belum berkembang optimal. 19,7 persen berpendapat hambatan itu disebabkan oleh rendahnya pemahaman publik tentang energi terbarukan dan terkait ini, 23,5 persen responden mengaku mendapatkan informasi terkait EBT paling banyak dari media online.
Hambatan lain yang disebut adalah ketergantungan terhadap energi fosil yang masih tinggi (13,9 persen), sementara 13 persen lainnya menyoroti persoalan riset yang belum menjadi prioritas pemerintah kita saat ini.