Kegemarannya mendengarkan lagu Korea, membawa Natasya Arimbi, siswa SMA Negeri 1 Cililin mengikuti kontes pidato di negeri ginseng. Meski hanya sampai babak semi final, Natasya bersyukur karena berkesempatan mewakili Indonesia pada ajang internasional. Berikut hasil wawancara wartawan Radar Bandung Nur Fidhiah Shabrina dengan Natasya.
——
KESEMPATAN emas ini didapat berkat guru bahasa Koreanya di sekolah. Natasya yang sudah gemar mempelajari bahasa Korea sejak duduk di bangku SMP, coba menghubungi gurunya Mr Bae Dae Ho untuk mendapatkan formulir pendaftaran ‘Korean Speech Contest 2019’.
Pada acara itu, dia membawakan tema ‘Alasan Suka Korea dan Cita-Cita’. Harus tampil berpidato dengan bahasa Korea cukup membuat Natasya gugup. Meski cukup fasih berbahasa, Natasya tetap harus berjuang karena ada banyak lawannya yang datang dari sekolahan di negara Korea. “Dari tingkatan SMA sampai mahasiswa di sana kita lomba pidato selama satu hari,” katanya ketika dihubungi, Rabu (4/12).
Natasya yang kini duduk di bangku kelas 11 jurusan bahasa ini tertarik mendalami sastra Korea karena memiliki bentuk alfabet (hangul) yang unik. Banyaknya bentuk hangul yang unik dan rumit tidak membuat Natasya menurunkan minatnya. Justru berkat keinginannya mengunjungi negara Korea, Natasya berhasil ikut kompetisi internasional yang berlangsung di Kota Busan, Korea Selatan pada 23-28 November.
Dia menjelaskan pertama kali menginjakkan kaki di Korea, perasaan senang membuncah dihatinya. Natasya tidak menyangka salah satu negara impiannya bisa dia datangi ditemani Mr Bae Dae Ho. “Jadi acaranya penerimaan penghargaa untuk yang menang lomba pidato lalu disambung dengan penampilan budaya Korea,” jelasnya.
Selain itu, yang membuat tekadnya bulat mempelajari bahasa Korea adalah dia penasaran dengan bahasa asing selain Inggris. Katanya, ketika SMP dia hanya mendapatkan pelajaran bahasa Inggris untuk mata pelajaran bahasa asing.
Natasya tidak ikut kursus bahasa Korea, dia belajar sendiri ditengah waktu belajar pelajaran umum. Dia mengungkapkan teman-temannya di sekolah tidak ada yang suka dengan jenis musik K-Pop atau sesuatu yang berbau Korea. Sehingga dia harus belajar sendiri tanpa bantuan teman, hanya gurunya yang bersedia menemani Natasya belajar.
Di usia yang masih belia, Natasya yang lahir tahun 2003, ada keinginan untuk kembali ke negeri ginseng. Dia menggantungkan cita-cita setinggi mungkin bisa mengikuti kontes pidato tingkat internasional. Sebuah pengalaman yang tidak semua bisa dapatkan diusia semuda Natasya.
“Semoga bisa ada kesempatan ikut lomba seperti ini. Kalau sudah lulus SMA, insya Allah mau lanjut kuliah ambil jurusan Sastra Korea di kampus mana saja,” tandasnya. (*)