RADARBANDUNG.id, PANGANDARAN – Kabupaten Pangandaran bisa menjadi alternatif tempat rekseasi pilihan keluarga. Tak hanya terkenal dengan wisata pantai disana terdapat beragam tempat menarik seperti, Cukang Taneuh atau Green Canyon di Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang.
Di kawasan tersebut, wisatawan bisa menikmati air jernih dari sungai yang dikelilingi rimbunan pohonan, tebing karst serta air terjun kecil. Salah satu cara untuk menikmati Green Canyon bisa dengan cara body rafting yang dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Guha Bau.
Body rafting ini merupakan kegiatan wisata unggulan yang menawarkan dua trek. Pertama adalah trek panjang dengan panjang jarak tempuh 10 kilometer. Kedua adalah trek pendek dengan jarak 5 kilometer. Tiket untuk menikmati keseruan body rafting adalah Rp225 ribu (trek panjang) dan Rp200 ribu (trek pendek).
Harga ini sudah mencakup perjalanan menggunakan mobil, perahu, makan, asuransi, dan tentu saja body rafting itu sendiri dengan pemandu berpengalaman. “Pesertanya minimal lima orang. Ini bisa satu kelompok atau digabung dengan peserta lain. Waktu tempuhnya sendiri 4-5 jam untuk trek panjang dan 1,5-3 jam untuk trek pendek,” kata Ketua BUMDes Guha Bau Teten Sutanto.
Semua penunjang keselamatan sudah disiapkan. Sehingga, wisatawan yang tak bisa berenang tidak perlu khawatir karena sudah dibekali pelampung, helm, sepatu karet, dan tentunya didampingi pemandu.
Tahun lalu, pengunjung yang menikmati kegiatan body rafting menjadi 15 ribu orang. Hal ini berdampak positif untuk kegiatan ekonomi warga setempat. Bahkan, perputaran uangnya mencapai Rp2 miliar.
“Dulu sebelum jadi tempat wisata, bagi masyarakat di sini, Green Canyon itu adalah tempat angker. Tapi setelah jadi tempat wisata, secara perlahan mulai berkembang dan memberi manfaat bagi warga di sini,” jelas Teten.
BUMDes Guha Bau sendiri berusaha terus mengembangkan potensi wisata di Desa Kertayasa. Rencananya akan dibangun tempat pentas untuk menampilkan ragam kesenian khas daerah.
“Ke depan, kita juga akan mengembangkan Green Coral yang sekarang belum begitu dikelola karena kemarin kondisi sungainya tidak ada airnya akibat kemarau,” tutur Teten.
Yang menarik, berbagai pengembangan dan pengelolaan wisata oleh BUMDes Guha Bau sangat fokus pada pemberdayaan masyarakat. Mayoritas yang dilibatkan adalah para tenaga lokal alias warga setempat. Hal ini memang berdampak pada lambatnya kemajuan karena tak ada investor luar yang masuk. Tapi, hal ini membuat warga setempat bisa tetap berdaya di daerahnya sendiri.
“Memang untuk progres terus terang saja (pengembangan wisata) di desa ini lambat. Tapi, kami punya keyakinan, walopun lambat tapi insya Allah dengan keyakinan dan cita-cita yang besar kita, insya Allah bakal mampu. Daripada cepat (dengan kehadiran investor) tapi kita hanya sebagai pembantu, lebih baik jadi pelaku walaupun lambat,” pungkas Teten.